ENAM

22.6K 1.8K 46
                                    

"Aku juga sayang" kataku sambil malu-malu.

Tadi pengakuan pertama Mas Garin. Dia mengaku kalau dia sayang padaku. Ih, rasanya seperti bunga-bunga pada bersemi di hatiku. Alay banget nggak sih akunya. Baru pertama kali denger Mas Garin bilang sayang aja sudah kesemsem. Kayak ABG-anak baru gedhe yang pertama kali ditembak sama cowok yang mereka suka. Malu sekaligus seneng.

"Sayang apa?" Mas Garin menarik kepalanya dari ceruk leherku, dia terdengar bertanya tentang perkataanku barusan. Perkataanku yang keluar dengan menahan rasa malu.

"Kamulah, Mas sayang" kataku lagi masih malu-malu, dia barusan bilang sayang lagi. Pakek nanya lagi aku sayang apa. Sayang pak lurah Mas.

"Kamu kenapa sih Na?" terdengar keheranan di suaranya. tangannya masih setia di kedua bahuku.

Apaan nih, dia habis menyatakan rasa sayang sekarang malah bertanya aku kenapa.

"Tadi kamu bilang sayang" kataku lagi masih menahan malu. Mengingatkan apa yang sudah ia katakan padaku tadi, masa harus aku perjelas lagi kalau dia bilang sayang ke aku.

Dia malah terkekeh, aku bisa dengar kekehannya. Aku membalikkan badan menghadap dirinya hingga kedua tangannya yang tadi memegang kedua bahuku terlepas karena gerakanku.

"Sayang ayamnya Na, udah dingin nggak kamu kasih ke saya" jelasnya.

"Jadi.."

"Sayang, kamunya nggak masak itu lagi" dia makin memperjelas.

Hadeuh, malunya nggak ketulungan. Lubang mana lubang, tirai mana tirai. Rasanya aku ingin menghilang aja kalau begini kondisinya. Pakai alatnya doraemon atau kalau bisa aku ingin tenggelam di lubang hitam. Malunya sampai ke ubun-ubun ini. Aku ke-ge-er-an banget deh.

Kupalingkan wajahku ke arah lain, apapun yang bisa aku lihat selain wajah Mas Garin yang aku yakin dia tengah menahan tawanya karena kebodohanku yang menganggapnya mudah menyatakan sayang.

"Na" dia memanggilku yang tak kunjung melihat lagi ke arahnya.

"Mas, aku mau nyiapin makan" aku potong ucapannya. Gimana kalau di komentar tentang ucapanku tadi.

"Na, belum selesai" katanya seperti menggodaku.

Belum selesai apanya. Belum selesai karena dia ingin menertawakan aku yang ke-ge-er-an gitu. Kalau beneren begitu, dia memang lelaki ngeselin yang sudah jadi suamiku.

"Tapi Mas, kasihan anak-anak dari siang belum makan" biar dia tahu.

Kalau tadi dia beneran bilang sayang, udah lupa aku sama anak-anak itu, nggak aku lanjutin kegiatanku yang lagi nyiapin makanan buat Ken sama teman-temannya. Biar Bi Nar yang melanjutkan. Tapi sekarang aku keburu kesal, salah paham sama perkataan Mas Garin. Pengen cepat-cepat pergi dari hadapan Mas Suami, aku nggak tahan sama malunya.

"Yaudah tunggu saya, saya juga belum makan"

"Nggak ah, kamu Lama, kasihan mereka nunggu kamu buat makan bareng" tolakku, kasihan kan anak-anak itu kelaparan. Itu beneran alesanku. Hei kami punya asisten rumah tangga. Aku beneran pengen menghilang dari sini.

"Memang saya bilang mau makan sama mereka?"

Eh iya, dia nggak bilang tuh dari tadi. Aku menggeleng.

"Saya makan dulu, baru mereka" katanya memutuskan untuk dirinya sendiri.

"Tapi Mas-"

"Mau bantah saya"

Mii bintih siyi

"Nggak lah Mas" kataku geleng-geleng dengan nada kayak perawan ketahuan abis ciuman sama pacarnya diam-diam "yaudah, aku turun" pamitku berjalan ke arah pintu

My Troublesome Husband Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu