LIMA PULUH TUJUH

15.9K 1.6K 233
                                    

Siapa yang kemarin malem abis ketemu sama pacar-pacarnya di acara alloban* 🐛
Seneng banget ya? aku yg gk ngefans juga ikut mantengin sampe selesai, wkwkwk.
Mubazir kalau cowok ganteng gk ditonton.

*

*

*

*

*

Aku berdecak. Hari ini cuacanya cukup panas. Dan sekarang aku juga sedang panas. Aku menginjak gas mobil agar laju mobil berjalan lebih cepat.

"Ck, gimana, sih ibuk ini" gerutuku dari balik kemudi. Menatap ke arah ibu-ibu pengendara motor di depan mobilku. Bagaimana tidak kesal, dari tadi si ibuk kayak bingung di jalan. Mana nggak mau minggir di tengah jalan terus. Dia pikir jalanan milik mbah-nya apa. Aku injak gas lagi berusaha untuk menyalipnya, karena menunggu di belakangnya malah membuatku emosi. Eh, tapi-tapi, dia malah ikut lebih cepat saat aku mempercepat mobilku.

"Na, buru-buru kemana, sih" suara Mas Garin sedikit memecah konsentrasiku yang berencana mengambil kesempatan untuk menyalip ibu-ibu berdaster tanpa helm di depan mobil kami.

"Ya pulang" balasku seadanya.

Tinnn

Aku membunyikan klakson mobil untuk memberikan kode pada ibu-ibu di depan yang masih saja menguasi jalanan.

"Ya udah nggak usah ngebut" tambah Mas Garin.

"Aku nggak ngebut, ini loh ibu-ibu jalan dipakek sendiri" aku menggerutu sendiri.

"Kamu kenapa malah mikirin-"

Chiiittt- suara ban mobil berdecit karena aku menarik remnya mendadak.

"Gina!" sontak Mas Garin memanggil namaku dengan keras. Aku yakin ia sedikit terkejut.

"Ish, nih ibuk gimana sih tiba-tiba belok!!" seruku dengan sangat menggema dan berapi-api.

Tin

Tin

Tin

Mulutku terus komat-kamit mengeluarkan kata-kata kekesalan sambil menekan klakson mobil secara berkala.

"Na, Gina!" seru Mas Garin dari sampingku sambil memegang handle dalam di atas pintu mobil "UDAH, udah! ngapain, sih?" ia memperingati.

"Ish, Apasih, mas! Diem dulu" gantian aku yang memperingati dirinya yang banyak omong untuk diam saja, "udah, kamu duduk aja" suruhku pada Mas Garin.

"Kamu mau dimarahin orang, Udah, berhenti! Minggirin mobilnya, gantian biar saya yang nyetir" pinta Mas Garin padaku, tanganya tetap bergerak memberikan kode agar aku segera menepi sambil tangan satunya memegang handle.

"Apa?" aku meliriknya saat ibu-ibu bermotor tadi sudah tidak ada di depan mobil "nggak usah" aku menolaknya, "kamu duduk aja di situ, Mas, nggak usah banyak omong"

"Ck, mulutnya" gerutu Mas Garin padaku.

"Lagian kamu kenapa malah belain ibunya" kesalku pada Mas Garin.

Dia bedecak mendengar perkataanku "Siapa? Ngebelain gimana?" tuntutnya "ya kamu, ngapain sih nyetir mobil kayak mau ngajak ribut gitu."

"Perasaan kamu aja" kataku dengan mata yang fokus pada jalanan.

"Cari aman aja, Na, ngalah, kamu nggak akan menang sama emak-emak di jalan" kata Mas Garin mencoba menenangkan diriku.

Aku berdecak menanggapi perkataannya. Sadar atau nggak, aku ini juga emak-emak sekarang. Emak-emak anak satu. Mana anaknya udah gedhe banget, umur 16 tahun udah masuk SMA, udah bawa motor sendiri. Gini-gini sekalipun belum pernah punya anak sendiri, belum punya anak dari rahim sendiri. Tapi, jiwa-jiwa emak-emak sudah tertanam dalan diriku sejak menikah dengan Mas Garin. Aku tahu Mas Garin mengatakan hal tadi karena berusaha agar aku tidak mengulangi perilaku di jalanan yang cukup menaikkan tekanan darah.
Untungnya si ibu-ibu tadi buru-buru belok. Kalau nggak, udah aku buka kaca mobil dan menyuruhnya untuk berkendara dengan benar. Udah berkendara di tengah jalan, mana nggak pakai helm pula. Perkataan Mas Garin tidak salah, ada benarnya juga. Kalau kita nggak akan pernah menang lawan emak-emak di jalanan. Dan, disini aku juga emak-emak. Aku juga nggak mau kalah di jalanan. Apalagi sama emak-emak yang kurang paham aturan berkendara. Rasanya pengen mengumpat tapi takut kualat. Enak saja ia tiba-tiba berbelok tanpa menyalakan lampu sein terlebih dahulu, setelah menyiksaku dengan menguasai jalanan dan tidak memberikan celah untuk mendahului.

My Troublesome Husband Where stories live. Discover now