DUA PULUH TIGA

18.4K 1.6K 91
                                    

Seperti biasanya. Pagi hari akan menjadi sangat sibuk. Apalagi, hari ini hari senin. Kataku, senin adalah pembukaan. Seperti alat eletronik senin adalah hari dimana kita harus menyala setelah di-charge selama weekend. Hari paling dibenci. Hari yang tidak pernah ditunggu namun selalu datang lebih cepat.

"Ken" aku memanggil nama anak lelakiku dari balik pintu sambil mengetuknya sesekali.

Apa jangan-jangan, anak itu begadang lagi. Padahal, semalam aku sudah mewanti-wanti agar dirinya tidak begadang karena harus pergi ke sekolah. Aku mengetuk pintu kamarnya makin keras karena tetap belum ada jawaban. Pintunya pasti dikunci dari dalam karna tidak bisa kubuka.

"Nak, bangun ayo! Kamu udah bangun, kan" aku meneriaki Ken dari luar kamarnya "sarapan ya, Mama tunggu."

Aku memutuskan untuk kembali ke dapur saat Ken berteriak dari kamarnya.

"Iya Mama!"

"Mas, ayo sarapan" kataku saat melewati Mas Garin. Aku tadi baru keluar dari kamarnya, tetapi empunya sedang mandi di kamar mandi. Aku habis memberikan kemja yang ia minta karena baru kemarin aku berikan Bi Nar untuk disetrika.

"Hm" jawabnya singkat, aku lihat dia sedang memakai pomade untuk menata rambutnya.

Sampai di dapur aku memotong buah strawberry untuk sarapan kali ini. Kopi untuk Mas Garin dan jus buah untuk Ken sudah selesai kubuatkan. Tinggal menunggu pelanggan Warung Sagina mampir sarapan.

"Ekhm."

Aku membawa semangkok buah strawberry bersih dan sudah kupotong ke meja makan setelah mendengar deheman dari Mas Garin. Terlalu fokus sampai tidak sadar.

Aku letakkan mangkoknya di depan Mas Garin tak lupa kuambilkan garpu untuk ia makan.

"Anak kamu mana? Belum bangun?"

Aku bangga. Kenapa?  Entah karena apa, aku suka saat Mas Garin mengatakan Ken dengan sebutan "anak kamu" saat berbicara denganku. Rasanya, aku juga sama memiliki hak seperti dirinya sebagai orang tua. Aku berhak menyayangi juga membimbingnya. Seperti siraman semangat di pagi hari.

Aku ikut duduk di sebelah Mas Garin "tadi udah aku panggil."

Benar saja sekitar dua menit kemudian Ken turun dengan seragam sekolahnya yang lengkap. Kalau boleh aku bilang, dia sangat keren. Anak itu cukup tinggi, dengan wajah yang tegas sedikit pipi chubby. Kalau aku masih seumuran dengan Ken, mungkin akan terpikat. Bukan kayak sekarang, malah sama bapaknya yang kaku macam kanebo kering. Garing. Kriuk. Untung Si Masnya bukan krupuk.

"Begadang?"

Ken menyuapkan sepotong buab strawberry ke dalam mulutnya, mengunyahnya dan menelan. Ia menjawabku setelah mulutnya kosong "Nggak kok, Ma."

"Iya juga nggak masalah" sahut Mas Garin setelah menyesap kopinya.

Ken, menatap Papanya dan sedikit memajukan tubuhnya karena ia duduk di kursi yang berhadapan dengan Mas Garin.

"Pa, semalem pertandi-"

"Tuh, nggak ngaku kalau begadang" aku memotong pembicaraan pagi-pagi antara bapak dan anak.

Memang satu darah. Tidak bisa ditebak. Sifat yang sama. Siapa yang tidak begadang tapi mau membicarakan acara sepak bola yang semalam tayang. Aku tau karena Mas Garin juga melihatnya di kamar kami. Aku, jujur saja. Sedikit terganggu dengan suara dari televisi. Sedikit.

"Bapak sama anak, sama aja" gerutuku.

Tidak bisa aku pungkiri keduanya sama-sama suka sepak bola.

My Troublesome Husband حيث تعيش القصص. اكتشف الآن