ENAM PULUH EMPAT

22.9K 1.9K 1.1K
                                    

Guys....
Jangan kaget! Ini beneran Up.
Bantu inline typo-ku, ya.
Part panjang !! siapin popcorn 🍿🍿

*

*

*

*

*

Salon, memang pilihan yang cocok untuk memanjakan diri sendiri. Tidak salah aku menerima tawaran Mbak Saras untuk menemani dirinya merawat diri di salon pagi ini. Karena hari ini ia sedang libur, begitu pula diriku yang bisa dibilang hari liburku adalah setiap hari. Tidak ada pekerjaan yang pasti menjadi ibu rumah tangga, yang pasti-pasti hanya memasak, membersihkan rumah, melayani Mas Garin dan beberapa hal yang berhubungan ditambah mengikuti segala ajakan Mas Garin. Sekali menyelam dua tiga pulau terlampaui, menemani Mbak Saras nyalon sambil memanjakan diri sendiri. Aku sudah lama tidak merawat rambutku.

Dulu, saat sebelum menikah dengan Mas Garin, aku ke salon kalau Mbak Saras yang mengajak, karena dia yang akan membayarnya. Sekarang, rasanya aku bisa setiap hari kemari karena uang bulanan dari Mas Garin yang lancar sekali. Sebenarnya, aku ingin sedikit berhemat bulan-bulan ini. Mengingat musibah yang Mas Garin hadapi, aku merasa bersalah saat membelanjakan uang bulanan yang Mas Garin berikan. Ditambah, ia yang tiba-tiba membeli motor hanya karena aku ingin dirinya membeli itu. Aku senang, senang sekali. Hanya merasa, kalau keinginanku akan memberatkan Mas Garin. Aku tidak bisa mengatakan kekhawatiran ini karena tidak ingin menyakitinya. Tidak ingin Mas Garin merasa kalau usahanya malah terlihat salah di mataku. Tidak, dia tidak salah. Dia benar dan aku bahagia. Aku hanya mengkhawatirkan dirinya.

Aku masih ingat bagaimana suara paraunya memberitahuku kalau semua yang ia lakukan sia-sia, masih ingat bagaimana rasanya pelukan kuat yang ia gunakan sebagai persembunyianya, ingat bagaimana tangannya yang gemetar meremas bajuku sampai hatiku ikut ngilu, dan masih teringat bagaimana bingungnya aku mendengar keluhan-keluhan yang selama ini selalu Mas Garin hadapi sendirian. Masih teringat sosoknya yang tampak rapuh kehilangan arah di mataku.

Sekarang, aku tetap berusaha mendengarnya dan ada untuknya. Tersenyum agar Mas Garin ikut tersenyum. Agar ia bisa menghadapinya dan semua akan baik-baik saja.

Sudah cukup aku curhat begini. Mungkin aku terbawa suasana karena lagu galau yang sedang diputar dari radio. Aku segera mematikannya sebelum makin terbawa suasana dan memangis seperti remaja yang baru diputusin pacarnya. Aku matikan juga mesin mobil. Mengambil tasku dan keluar dari mobil. Aku baru pulang dari salon. Sekarang sekitar pukul sebelas siang. Aku membuka pintu depan.

"Assalamualaikum" salamku, aku ulangi lagi hampir tiga kali karena tidak ada orang yang menjawabnya. Rumah ini sepi sekali. Kemana Bi Nar, biasanya jam segini tengah menonton televisi, kadang suaranya terdengar sampai ruang tamu.

"Waalaikumsalam" jawab seseorang dari arah taman samping rumah.

Suaranya terdengar kecil karena jarak kami yang cukup jauh. Tapi, aku sudah bisa tahu siapa dia. Siapa lagi kalau bukan kepala keluarga-ku. Mas Garin, dia hari ini memang ada di rumah tidak kemana-mana. Katanya sudah cukup dipantau dari jauh, laporan-laporan karyawannya mengenai persiapan nanti malam. Iya, acaranya nanti malam. Mas Garin memilih beristirahat hari ini, agar nanti malam terlihat lebih segar. Aku menghampiri Mas Garin yang tengah merokok di halaman samping.

"Mas" aku minta tanganya untuk bisa kucium. Mas Garin memberikannya dan aku mencium tangannya. Matanya memperhatikan diriku.

"Gimana?" tanyaku tentang penampilanku sambil mengibaskan rambutku ke udara.

"Apa?"

"Ya aku, ada yang beda nggak?" tanyaku pada Mas Garin, lebih seperti bermain tebak-tebakan dengannya.

My Troublesome Husband Where stories live. Discover now