LIMA PULUH DUA

15.5K 1.8K 131
                                    

Udah ada agenda bukber? Yaudah, kalau gak ada bukber sama ayang visual aja.

*

*

*

*

*

Aku sedang berjalan berdampingan dengan Mama Erika dan Papa Mano yang baru saja datang kemari. Mereka berdua datang dengan asisten peribadinya. Tadi, aku baru saja mengantar Bi Nar sampai di depan rumah sakit, sampai ojek online yang ia pesan tiba. Aku tinggal Mas Garin di ruanganya, lagian dia sedang tidur. Tidak sengaja berpapasan dengan keduanya yang datang malam ini juga. Sebenarnya Ken sudah mengabariku kalau Mama dan Papa akan segera kesini, dia aku suruh langsung pulang saja daripada bolak-balik lagi. Kasian, mengingat sejak sore tadi dia sibuk membantuku dan esok hari senin yaang berarti ia harus sekolah.

"Dimana ruangannya?" tanya Mama Erika terburu-buru.

"Di lantai tiga, Ma" kataku saat kami berhenti menunggu lift terbuka.

Ting

Suara lift yang sampai dan terbuka. Kami semua masuk bergantian dengan mereka yang ada di dalam lift. Aku menekan tombol berangka 3 agar lift membawa kami ke lantai tiga.

Selang dua menit setelah sempat mampir dulu membawa beberapa orang dari lantai dua, kami akhirnya sampai di lantai tiga. Mereka berjalan mengekoriku sampai di ruangan Mas Garin.

"Kenapa kamu nggak bilang dari tadi, sih?" tanya Mama dengan ketus dan menaikkan satu oktaf suaranya saat kami sudah di depan pintu. Dia pasti marah padaku.

Aku membuka pintu untuk kami masuk ke kamar "Iya, Ma tadi Gina repot di sini, ngurus kamar dan lainnya" jelasku sambil mempersilahkan mereka masuk "Gina cuma nggak mau Mama khawatir."

"Ck, nggak khawatir gimana, ini anak aku kecelakaan masuk rumah sakit nggak ada yang ngabarin" omelnya sebelum ia menghampiri Mas Garin yang terlelap di ranjang sakitnya.

"Nggak gitu Ma, Gina yang minta, biar Ken yang ngabarin aja tadi" jelasku agar ia tidak salah paham.

"Sama aja, kamu nutupin ini, loh, dari Mama" katanya yang sekarang menurunkan suaranya.

Aku diam, sekalipun aku tidak bermaksud seperti itu, Mama benar adanya kalau aku menutupi kecelakaan Mas Garin -yang mana itu anaknya- dari dirinya -sebagai seorang ibu.

"Keadaanya gimana?" tanya Mama, mengelus dahi Mas Garin yang memejamkan matanya.

"Udah baik Ma, tadi udah makan malam, abis minum obat dia jadi kayaknya tidur kena efek obat" kataku.

"Ini kakinya?" tanya Mama yang melihat kaki Mas Garin dibalut perban.

"Robek Ma, jadi dijahit" jawabku.

Mama melihat kaki Mas Garin dengan tatapan mengasihani "gini dibilang baik? Kakinya sampai dijahit begini, ini nanti pasti ada bekas di kakinya" gerutu Mama, entah padaku atau pada apapun yang menurutnya menyebalkan "Pa telpon dokter keluarga kita Pa! ini Garin harus di cek semuanya, nanti kalau ada apa-apa biar bisa diobati dari sekarang" Mama menyuruh Papa. Ah, ini yang aku maksud, Mama orangnya panikan. Aku sudah menyadarinya dari kejadian Papa yang collapse dulu. Mama sangat terburu-buru menelpon Mas Garin dan kini dokter keluarganya. Apa yang terjadi kalau aku bilang Mas Garin kecelakaan sejak tadi sore. Bisa-bisa Mas Garin dilarikan ke rumah sakit pusat paling baik di kota ini.

Berlebihan ya, kayaknya. Yah, perumpaan aja. Batinku.

"Udahlah Ma, Garin nggak papa gitu, cuma luka di kakinya, nggak usah dibesarin" Papa kini membuka suara untuk menenangkan Mama.

My Troublesome Husband Место, где живут истории. Откройте их для себя