SEBELAS

20K 1.6K 46
                                    

Multiple Sclerosis

Sepertinya rumah tanggaku mulai menunjukkan gelajanya. Penyakit yang gangguan pada sistem komunikasi kami. Mas Garin adalah otaknya dan aku adalah saraf.

Kalau dalam penyakit ini saraf yang menyebabkan gangguan. Apakah ini juga berlaku pada kehidupan rumah tanggaku. Rasanya saraf bekerja terlalu kuat untuk membuat otak mengerti kalau kami butuh untuk dipercaya. Mas Garin terlalu menutup diri dariku, yang seharunya lebih aktif dalam memberikan perintah seperti yang otak lakukan pada saraf agar bisa tersampaikan komunikasi pada tubuh.

Aku juga bingung, mau dibawa ke jalan mana tubuh kami. Rumah tangga kami. Kalau sampai 8 bulan pernikahan rasanya aku tetap kurang dalam mengenali Mas Garin. Dia menutup dirinya dan tanpa sadar membuat kerusakan kecil pada sistem rumah tangga kami. Komunikasi, bahkan aku ingin tertawa mendengar itu. Kami sama-sama bukan komunikator yang baik.

Terkadang aku berpikir. Apa benar sudah keputusanku untuk menikah dengannya. Kenapa tidak menolak saja waktu itu. Sayangnya keadaan mendorong terlalu kuat hingga aku tidak bisa memilih pilihan lain. Aku yang terlalu pengecut dalam menjalani pernikahan ini. Mas Garin bukan suami yang buruk, malah baik sangat baik. Tapi aku tidak bisa hanya diam dan berlaku sebagai seorang yang harus menerima semuanya. Aku bukan tipe yang selalu siap menunggu dia berlaku lebih dahulu.

Kecewa.

Tidak.

Kata itu tidak tepat untuk yang kurasakan saat ini. Karena faktanya Mas Garin tidak pernah mengecewakanku. Untuk masalah Mbak Kirani rasanya dia tidak mengecewakanku.

"Ma, masak mie rebus dong"

"Hm?" suara Ken yang masuk ke telinga mengembalikkan pikiranku kembali. Termenung sendiri di dapur membuat diriku lupa kalau sedang memasak makan malam. Untung saja sup ayam yang  sejak tadi hanya aku aduk-aduk dan ditinggal ngelamun tidak hangus.

"Apa nak?" tanyaku pada Ken karena perkataanya tidak terekam olehku.

"Mie rebus" katanya, seperti mengulang perkataan dengan sedikit ditekan, mungkin karena ingin menekankan permintaanya yang tadi aku acuhkan.

Aku menggangguk "Ah, iya" mengerti apa yang ia katakan "tapi, mama masakin sup nih" aku memberitahunya kalau aku masak masakan berkuah.

Dia mendekat ke dapur, berdiri di depan seberang meja tempatku memasak sup ayam. Dengan wajahnya yang manis itu dia merayuku "Ma, ayolah, hujan-hujan begini enaknya makan mie kuah" rayunya dengan perkataan dan wajah presuasifnya.

Anak ini tahu saja kalau Mamanya tidak tegaan, bisa-bisanya memelas di depan Mamanya untuk dibuatkan mie kuah saat hujan melanda. melihatnya selalu meningatkanku tentang Rizky, adikku yang manja itu.

"Iya deh" setujuku dengan permintaanya "nanti ya, habis Mama mandi"

"Kenapa nggak sekarang?" tanyanya lagi.

Kalau seperti ini dia mirip dengan Mas Garin, suka mendesak. Aku akui Ken tidak jauh karakternya Mas Garin, hanya saja ada beberapa sifatnya yang lebih calm dan hangat, kalau tebakanku sih menurun dari Mamanya, Mbak Kirani.

"Nanti ya mau mandi dulu, Mama" kataku mempertegas lagi namun masih tetap dengan nada tidak keras. Hei, dia anak sambungku apapun itu ku harus bersikap lembut layaknya dia anakku sendiri.

"Iya" jawabnya dengan wajah yang sedikit kusut lalu melenggang naik ke kamarnya sendiri. Ngalem banget tuh anak.

"Pakai cabe sama telor ya Ma!" request-nya dengan teriakkan dari arah tangga.

Aku tersenyum mendengarnya, entahlah bagaimana aku bisa merasa sedekat ini dengan anak Mas Garin yang baru aku kenal selama 8 bulan ini "Iya!" jawabku ikut berteriak biar anak laki itu tau kalau aku merespon.

My Troublesome Husband Where stories live. Discover now