TIGA PULUH SATU

22.8K 2K 176
                                    

Yuhu comeback!

*

*

*

*

*

Dia berdecak.

"Masak sendiri sana!" gerutunya padaku.

"Makan sama kamu aja, ya, nanti aku nggak habis kalau masak" kataku dengan manggut-manggut supaya Mas Garin setuju "cuma nyicip aja kok" aku membujuknya.

"Gak, masak sana!" tolaknya.

"Dua" aku menggeleng, mengubah jariku menjadi tiga jari yang berdiri dari sebelumnya hanya dua "tiga suap lagi, Mas, terus udah" bujukku lagi. Aku masih berusaha supaya tidak disuruh Mas Garin memasak mie instant sendiri.

"Gak, Gina."

Aku mencebikkan bibirku. Tapi, tanganku tetap menggunakan sendokku untuk mengambil sesuap kuah dan mie-nya.

Lagi, Mas Garin berdecak lagi.

Setelah aktivitas kami. Olahraga malam-malam. Membuat perutku keroncongan. Tenaga yang terkuras karena gerakan-gerakan memabukkan penuh semangat. Berkeringat pula membuat cairan tubuh ikut kekeringan. Seperti para pembalap yang menaikkan kecepatan mereka untuk sampai di garis finish. Mungkin perumpamaan ini terlalu dibesar-besarkan. Tapi, usaha kami ini cukup menguras dan membuat kelaparan malam-malam. Apalagi saat aku turun karena kehausan. Mas Garin yang tidak kutemui di dalam kamar, ternyata baru selesai memasak mie kuah saat hampir dini hari. Aromanya sangat menggoda. Salah satu makanan yang tidak bisa ditolak pesonanya, yaitu, hanya semangkuk mie instant.

Dia berdiri dengan tiba-tiba dan keras hingga menimbulkan suara decitan antara kursi dengan lantai. Bangkit, karena dengan tidak tahu malu aku tetap memakan mie buatannya.

"Mas, kemana?" tanyaku karena dia beranjak dengan wajahnya yang terlihat kesal padaku.

"Masak lagi" katanya, berjalan menuju dapur dan mengambil satu bungkus mie instant kuah dari stock di dalam lemari.

"Gak usah, ini masih ada, sama aku aja!" ajakku. Karena ini mie buatan Mas Garin. Tidak enak aku kalau dia tidak jadi makan.

"Makan aja sendiri" ia menyuruhku, menghiraukan perkataanku dengan mulai menyalakan kompor dan memanaskan air dengan panci.

"Nggak mau, nggak habis nanti aku" tolakku, aku sedang tidak ingin makan. Cuma ingin mencicipi saja.

"Udah mau habis itu" ia menyanggah.

Aku menggaruk tengkukku reflek, bukan karena merasa gatal. Tapi karena merasa bersalah, hanya saja tidak mau mengatakannya dengan gamblang.

"Masa, sih?" pertanyaan yang tidak harus dipertanyakan sebenarnya. Karena aku bisa lihat mie-nya tinggal sedikit.

"Hm, dari tadi bilang cuma tiga sendok tapi dihabisin" gerutunya dari arah dapur, berdiri menunggu air itu mendidih.

Hehe, Mas Garin benar. Karena dari tadi aku yang mempermainkannya. Awalnya hanya ingin mencicipi. Tapi lama-lama durasi nyicipnya jadi bertambah sering.

Mulutku menyunggingkan senyuman, "tapi, kan, kamu yang masak, masa aku yang habisin" kataku, terdengar tidak enak hati pada Mas Garin.

"Ya udah, masak sini!" ia mengajakku dengan menggerakkan dagunya, menyuruh diriki menggantikannya.

Aku menggeleng, mengaduk lagi mie dalam mangkuk di depanku "nggak mau, kamu aja, ya, biar ini aku yang makan" aku mulai memakan kembali mie yang sudah mulai melebar jika tidak segera dimakan.

My Troublesome Husband Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang