DANADYAKSA | 17

23.2K 2.8K 109
                                    

HAII

Jumpa lagiii. Maaf telat. Telat teruss, huhuhu.

Kemarin aku lumayan sibuk karena sekolah aku lagi ada kegiatan, jadi aku baru bisa up hari ini. Maaf yaa.

Jangan lupa vote-nya. Kalo bisa ya komentar, wkwk.

***

Sejak sampai di rumah, Mia tak mau melepaskan pelukannya dari Aksa. Tangannya memeluk Aksa erat dan menangis tanpa suara. Ia sangat takut. Penampilannya masih sama seperti tadi, berantakan.

Aksa juga diam. Tidak membuka suara sama sekali, tapi tangannya terus menepuk pelan punggung Mia dan mengusap rambutnya, menenangkan. Ia hanya bisa diam menahan emosinya. Rasanya sangat sakit melihat adiknya dalam kondisi seperti ini. Aksa seperti gagal menjaga Mia.

Sejak Abangnya dan Mia pulang, Fadil yang sudah penuh bedak di wajahnya terus bertanya mengapa Kakaknya bisa menangis, tapi Aksa tak menjawab. Bocah itu di rumah sendirian dari pulang sekolah tadi. Karena sampai sore belum ada yang pulang, maka dia mandi sebisanya. Dan sekarang, mukanya penuh bedak.

Aksa memejamkan matanya lelah. Kemarin ia melihat Alsava yang diperlakukan tak senonoh oleh pria tak dikenal dan hari ini, ia melihat adiknya sendiri diperlakukan tidak baik oleh laki-laki. Mengapa orang-orang sekarang sangat mudah untuk menyakiti perempuan? Bukankah mereka dilahirkan dari rahim seorang perempuan?

"Kamu bilang mereka udah nggak ganggu kamu lagi," ujar Aksa dengan nada yang tidak seperti biasanya. Suaranya terdengar sedih tetapi tegas.

"Kenapa kamu nggak bilang kalo kamu masih diganggu?" tanya Aksa. Tapi Mia tak menjawab.

"Setiap hari kamu digituin?" tanya Aksa lagi. Tapi Mia tetap tidak menjawab.

"Jawab Abang," tuntut Aksa.

Mia mengangguk menjawab Aksa membuat cowok bergelang hitam itu menghela nafas kesekian kalinya.

"Kamu kenapa nggak pernah cerita sama Abang? Rasanya Bang Aksa gagal jaga kamu. Abang aja nggak pernah gituin kamu." suara Aksa bergetar ketika mengatakan itu. Ia memalingkan wajahnya, tak mau menatap Mia dan wajah polos Fadil.

"Pernah diapain aja sama mereka?"

"K-kayak tadi. Sama.. sama disuruh-suruh," jawab Mia sesegukan. Kaos milik Aksa sudah basah oleh air mata Mia.

"Kamu nggak ngelawan?"

"Gimana caranya ngelawan, Bang? Mia nggak punya temen!" suara Mia sedikit meninggi. Tangisannya semakin bersuara.

Dada Aksa rasanya semakin sesak. Hubungan pertemanan kedua adiknya sama sepertinya dulu, tak punya teman. Fadil sering dijauhi dan diejek oleh teman-teman sebayanya karena tak punya mainan dan tak punya orang tua. Begitupun Mia. Keduanya sama-sama karena alasan ekonomi.

"Lepas, Mi. Abang mau kerja." Aksa berusaha melepas pelukan Mia tapi Mia semakin erat memeluknya dan menggeleng keras.

"Abang mau kerja, Mi. Nanti Abang telat." Aksa segera berdiri ketika ia berhasil melepaskan tangan Mia dari pinggangnya.

"BANG AKSA KENAPA,SIH?! BANG AKSA MARAH SAMA MIA?!"

Aksa berhenti melangkahkan kakinya ketika mendengar teriakan Mia yang terdengar frustasi.

"BANG AKSA JANGAN KERJA DULU BANGG! MIA MAU SAMA ABANG!"

Mia terduduk menutupi wajahnya yang sembab. Tangisannya semakin terdengar keras.

DANADYAKSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang