DANADYAKSA | 39

22.4K 2.8K 349
                                    

Wkwkwk

Typo tolong koreksii yaaa

*****

"Kemana aja?"

"C-canon."

"Canon?" ulang Aksa menatap Mia tak percaya.

"Kamu ke rumah sakit ngejenguk Canon, Mi?"

Mia mengangguk kaku. Tak berani menatap Aksa.

Aksa mengusap wajahnya kasar, "Ngapain kamu ngejenguk Canon?! Abang buat dia kayak gitu biar dia jera, Mi. Biar dia sadar kalo yang dilakuin itu ngerugiin orang lain. Biar dia ngerasain apa yang kamu rasain selama ini."

"Kamu jenguk dia itu kayak nggak ngehargain Abang yang udah belain kamu. Kamu kenapa, sih? Yang bayarin pengobatan Canon itu semua Abang. Abang tanggung jawab. Kalo itu yang kamu khawatirin."

Mia menggeleng. Bukan karena biaya.

"Terus kenapa? Jelasin ke Abang," titah Aksa.

"Kasian, Bang. Canon kondisinya parah," jawab Mia yang masih menunduk.

"Ya terus? Ada masalah sama kondisinya Canon yang parah? Itu semua konsekuensi-konsekuensi dia!"

"Tapi orang tuanya nggak jengukin Canon. Kasian."

"Mi? Ini serius kamu kasian sama Canon gara-gara dia nggak dijengukin sama orang tuanya?"

Dan dengan polosnya Mia mengangguk.

"Kamu lupa kalo kamu juga nggak punya orang tua? Canon orang tuanya masih lengkap, dua-duanya masih ada. Sedangkan orang tua kamu udah nggak ada. Kok bisa kamu kasianin orang gara-gara dia nggak dijengukin sama orang tuanya sedangkan kamu sendiri nggak punya orang tua," titah Aksa menusuk.

Kata-kata yang dilontarkan Aksa itu cukup kasar karena terlanjur emosi. Mia terkesan tak menghargainya dengan menjenguk Canon. Padahal itu ia lakukan untuk Mia. Agar Canon jera. Tapi? Mia menemui Canon di rumah sakit yang akan membuat Canon semakin meremehkan Mia.

Mia semakin menunduk. Rasanya ia ingin menangis mendengar Aksa yang berkata seperti itu. Padahal Aksa sendiri tahu jika pembicaraan tentang orang tua akan membuat Mia sangat sedih.

"Bang Aksa capek sama kamu, Mi," ujar Aksa.

"Bang Aksa udah ngebelain kamu biar nggak diganggu lagi sama Canon. Biaya pengobatan juga semua Abang yang nanggung. Kamu kira biayanya murah? Enggak. Abang lakuin itu biar kamu nggak diremehin lagi sama dia. Nggak papa ngeluarin banyak uang buat pengobatannya dia, yang penting dia jera," sambungnya.

"Tapi kamu kok malah seenaknya gini." Aksa menatap Mia kecewa.

"Kamu nggak ngehargain Abang," tukasnya.

"Pulang kerja Abang bela-belain nyamperin Canon buat nasehatin dia biar nggak gangguin kamu lagi. Karena dia nggak bisa dibilangin baik-baik, ya Abang hajar."

"Habis kerja itu capek, Mi. Abang pulang sekolah langsung kerja. Enggak ada istirahat. Tapi demi kamu Abang lakuin."

Mia mengusap air matanya dengan gerakan cepat. Ia semakin merasa bersalah pada Abangnya.

"Kamu sekarang emang nggak bisa diatur gini, ya? Padahal Abang cuma minta biar kamu nurut sama Abang. Nggak usah ngelawan."

"Terserah kamu aja, lah, Mi. Abang capek." Aksa meninggalkan Mia yang mulai menangis.

Biasanya, yang akan melakukan pekerjaan rumah adalah Mia. Tapi karena Mia yang baru pulang, pekerjaan rumah sama sekali belum terselesaikan. Aksa harus memasak dan membersihkan rumah. Tak ada istirahat. Setelah itu ia kembali bekerja di cafe.

DANADYAKSAWhere stories live. Discover now