DANADYAKSA | 41

21.3K 2.7K 243
                                    


Kalo ada typo tolong di koreksi yaa

Wibowo meletakkan sendok dan garpunya setelah selesai makan. Mengamati keluarganya yang masih fokus dengan makanan mereka.

"Kak," panggil Wibowo membuat Alsava menoleh.

"Kenapa, Yah?"

"Tadi, beneran temen kamu?"

Alsava mengangkat sebelah alisnya menanggapi pertanyaan Wibowo, "Iya. Temennya Kakak."

"Nggak ada hubungan lebih, kan, Kak?" tanya Wibowo lagi. 

Alsava sedikit enggan menjawab pertanyaan semacam ini dari Wibowo. Namun, tak urung ia jawab juga. "Enggak. Cuma temen."

"Syukur kalo gitu. Ayah harap, kamu sama dia selamanya cuma temenan. Nggak lebih," tukas Wibowo. Bukan tanpa alasan ia berkata seperti itu. Dari cara Alsava dan Aksa berpandangan saja ia sudah tahu kalau ada apa-apa antara putrinya dan pemuda tadi.

Gadis berkacamata itu tertegun mendengar ucapan Wibowo. "Kenapa emangnya, Yah?"

"Ayah lihat dia memang sopan, penyayang, ramah juga. Tapi, Kak, dari kamu lahir, Ayah berusaha keras biar semua kebutuhan kamu cukup. Apapun Ayah lakuin biar kamu bisa punya barang-barang yang di pengenin sama anak-anak seumuran kamu. Ayah nggak pengen pasangan kamu serba kurang," jelas Wibowo.

"Dari penampilannya, Ayah nggak yakin dia dari keluarga berada. Ayah juga nggak pernah lihat dia kalau ada pertemuan bisnis sama temen-temen Ayah," sambungnya.

"Yang paling penting itu setia, Yah," sahut Angres.

Wibowo menarik nafas panjang. Istrinya kembali menyindir dirinya. Beberapa tahun lalu, mungkin ketika Alsava masih SD, Wibowo memang pernah selingkuh bahkan hampir bercerai dengan Angres. Bahkan beberapa kali ia pernah memukul Angres dan Alsava.

"Bukan waktunya ngungkit masalah itu, Bun," ucap Wibowo.

"Bukan. Bunda cuma mau pesen aja. Kalau cari pasangan, yang paling utama itu setia. Percuma punya apa-apa tapi dibuat nyewa perempuan lain," ujar Angres sedikit melirik Wibowo.

"Bunda udah selesai. Bunda duluan ke kamar, ya," ujarnya lalu berlalu dari sana.

Wibowo mengusap wajahnya kasar lalu menyusul Angres tanpa berbicara apapun.

"Siapa yang dimaksud sama Ayah?" tanya Rafli yang sedari tadi menyimak.

"Aksa," jawab Alsava.

Rafli berhenti mengunyah makanannya untuk sejenak, "Aksa atlet bulutangkis di sekolah itu?" tanyanya dijawab anggukan oleh Alsava.

"Lo deket sama dia?" tanya Rafli dengan mata yang sedikit melebar.

"Lo tau nggak sih? Gue ngidolain dia banget! Gue bahkan punya tanda tangannya di kaos gue. Gila! Lo deket sama atlet bultang itu?" ulang Rafli tak percaya.

"Lebay, lo!"

"Tapi bau-baunya lo nggak direstuin, tuh," balas Rafli meledek Alsava.

Alsava melempar tisu ke wajah Rafli dengan kesal.

"Kan bener apa yang dibilang Ayah. Dari kecil lo udah dibiasin sama apa-apa ada. Apa nggak kesiksa kalo punya pasangan yang nggak bisa menuhin kebutuhan lo?" tanya Rafli.

"Tiap minggu belinya buku-buku mahal. Tiap ada stationery baru langsung beli nggak lihat-lihat harga dulu. Gue sampe eneg ngeliat spidol bertumpuk-tumpuk di kamar lo," sambung Rafli.

"Sekali lagi lo ngomong mulut lo gue sumpelin granat," tukas Alsava.

"Wessss! Sante bos! Kusut banget tuh muka. Daripada bete mending keluar jalan-jalan sama gue," ujar Rafli tapi nampaknya Alsava jual mahal.

DANADYAKSAWhere stories live. Discover now