DANADYAKSA | 43

20.7K 2.4K 82
                                    

Tadi pagi, ketika Mada dan Aksa kebetulan berangkat bersama, mereka bersisipan dengan Alsava. Gadis itu menyapa Mada dan sedikit bercanda seperti teman pada umumnya. Namun ia tidak menyapa Aksa, cowok itu pun tak menatap Alsava sama sekali.

Dari sanalah Mada tahu jika dua bocah ini sedang bermasalah. Mada yang melihatnya saja sudah lelah sendiri.

"Lo ada masalah apa lagi sama Alsava?" tanya Mada pusing. "Perasaan dari kemarin lo marahan mulu sama dia."

"Marahan, baikan, marahan lagi. Nggak capek lo gitu gitu terus?" tanya Mada.

"Ada apa?" tanya Mada. "Sini cerita sama gue. Nggak usah sungkan. Alsava itu udah kayak adek gue sendiri."

Aksa menghembuskan nafas panjang, "Gue mau ngejauhin Alsava aja. Karena ngerasa nggak pantes buat dia. Daripada terlalu suka, kan? Toh ujung-ujungnya juga nggak bakal sama sama."

Oh, Mada mulai mengerti permasalahannya.

"Lo pikir dengan nggak ngomong sama Alsava bikin lo bisa ngelupain dia?" tanya Mada. "Kalo kata gue sih enggak, ya."

Apa yang diucapkan Mada tidak salah sebenarnya, tapi Aksa tak terima.

"Harusnya malah lo lebih deket sama Alsava. Meskipun kita nggak tau akhirnya bakal kayak gimana, tapi seenggaknya ada kenangan yang bisa diinget kalo nanti seandainya pisah. Ada kenangan cakep gitu, lah," ucap Mada mulai menasehati Aksa yang bodoh masalah seperti ini.

"Gue mau ke kelas duluan," ujar Aksa tak mau mendengarkan bahasan itu lebih jauh. Ia membalikkan badannya namun tangannya dicekal oleh Mada.

"Eitss, mau kemana lo?" tanya Mada dengan nada tak terbantahkan. "Dinasehatin sama yang lebih tua itu dengerin. Bukan malah pergi gitu aja."

"Gue lebih tua hampir satu tahun dari lo btw," ujar Aksa menghempaskan cekalan Mada pada tangannya.

Mada cengengesan, menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal, "Iya, deh. Gue lupa."

Aksa memutar bola matanya malas. Mengapa Mada sangat menyebalkan hari ini?

"Jangan pergi dulu, Sa. Ya Robbi." Mada menghadang Aksa yang kembali ingin pergi dari hadapan Mada.

"Dengerin gue dulu, deh. Pasti lo dapet pencerahan. Meskipun gue nggak pernah pacaran, tapi gue pinter masalah beginian," ujar Mada sedikit memaksa.

Aksa dengan pasrah menuruti. Tetap berada di sana dengan tatapan malas.

"Kalo udah lulus nanti, lo belum tentu bisa ketemu Alsava, kan? Pasti sibuk sama masing-masing urusan. Alsava sibuk ngejar cita-citanya dan lo sibuk bahagain adek adek lo," ucap Mada panjang.

Cowok bergelang hitam itu sepertinya mulai tertarik dengan apa yang dibahas temannya, namun ia tetap menampakkan wajah malas.

"Kalo lo kebanyakan mikir akhirnya gimana, kayak nggak asik aja. Sekarang ya sekarang, nanti ya nanti. Jodoh atau nggak itu urusan Tuhan. Yang penting nikmatin aja sekarang," imbuh Mada.

"Fokus sama masa depan itu harus. Tapi jangan terlalu mikirin masa depan juga. Masa muda nggak dateng dua kali," tuturnya yang sudah mulai kehausan karena banyak bicara.

"Enjoy aja, nggak usah mikirin nanti bakal sama sama apa nggak. Belajar dari Bastian noh. Belum tentu jodoh tapi udah sebucin itu sama ceweknya," ujar Mada.

"Iya, sih."

Dua kata yang keluar dari mulut Aksa mampu membuat Mada tersenyum bangga. Baru seperti ini saja dia sudah merasa sangat bijak. Sepertinya ia sudah cocok menjadi penasihat presiden.

DANADYAKSAWhere stories live. Discover now