DANADYAKSA | 54

18.9K 2.1K 145
                                    

"Makasih, Bang Gilang!" Aksa berucap pada Gilang, rekan kerjanya di cafe, yang menraktirnya martabak telur. Gilang juga menraktir kawan yang lain, dalam rangka ulang tahunnya.

"Yoi, Sa! Hati-hati lo pulangnya, udah malem!" Gilang melambaikan tangan pada Aksa yang sudah menaiki motornya.

Aksa tersenyum membalasnya, melajukan sepeda motornya dengan kecepatan sedang. Ini sudah jam 11, hampir tengah malam. Fadil dan Mia pasti menunggunya di rumah.

Aksa bersyukur menemukan tempat kerja dan teman-teman kerja yang sangat menyenangkan. Mungkin karena kebanyakan mereka adalah anak kuliahan yang bekerja paruh waktu, jadi saling mengerti satu sama lain.  Di sini jarang sekali ada yang memperkerjakan anak SMA sampai tengah malam.

Sangat jarang menemukan tempat kerja yang lingkungannya sesuai dengannya. Seperti di gudang beras Pak Imran, lingkungan kerjanya sangat toxic. Hidup Aksa jauh jauh lebih tenang saat keluar dari gudang beras Pak Imran dan bekerja di cabang kantor cabang perusahaan milik Papanya Akbar.

Ia berharap semoga bisa bekerja di cafe ini sampai lulus sekolah, karena gajinya yang lumayan besar untuk kebutuhan sehari-hari.

Jalanan sangat sepi, hampir tak ada pengendara lain. Tapi dari kaca spionnya, ia melihat lampu sepeda motor yang berkendara searah dengannya.

Aksa memperhatikan lebih. Dahinya berkerut waspada, orang dengan pakaian serba hitam dan wajah tertutup sama seperti yang ia lihat tadi sore. Postur tubuhnya sama persis. Mengendarai sepeda motor tanpa plat. Siapa dia?

Aksa menambah kecepatan motornya, jalanan sepi, jika ia kenapa-kenapa tak ada yang bisa membantunya. Namun sepeda motor itu ikut menambah kecepatan.

Aksa semakin yakin jika orang itu sedang mengikutinya.

Saat ini ia hanya berharap semoga bisa sampai di rumah dengan selamat.

*****

Aksa membuka pintu rumahnya. Dalam perjalanan ia menghembuskan nafas lega karena orang itu tiba-tiba berbelok dan tidak kembali mengikutinya.

Tapi rasanya ia pernah melihat orang dengan postur tubuh seperti itu. Dimana?

"Bang Aksa pulangg," Aksa mengulas senyum lebar melihat Mia dan Fadil yang masih bangun menonton televisi.

Fadil berbinar, "YEYY! BANG AKSA!" ia berlarian memeluk Aksa.

"Kamu kok belum tidur?" tanya Aksa menggendong Fadil. Mengunci pintu rumah kembali.

"Fadil nggak berani tidur kalo Bang Aksa belum pulang," ujar Fadil memeluk leher Abangnya.

"Bang Aksa bawa martabak telur, dimakan dulu nanti langsung tidur, oke?" tanya Aksa duduk di bawah yang hanya beralaskan kasur tipis.

Mia mengukir senyum, ia mendudukkan tubuhnya. Hal yang paling ia sukai adalah ketika Aksa pulang membawa makanan seperti ini, entah makanan apapun.

Fadil yang pertama kali menyantap martabak telur itu dan mengangguk-anggukkan kepalanya puas. "Enak banget, Bang."

"Kak Mimi, ayo coba," Fadil memberikan satu potong martabak pada Mia.

Hati Aksa menghangat melihat interaksi tersebut. Kedua adiknya ini memang hebat. Berani di tinggal di rumah berdua sampai tengah malam. Mungkin terkadang mereka takut karena semakin malam rumah akan semakin sepi, hanya ada suara jangkrik. Dan mereka akan menyalakan televisi agar tidak terlalu sepi.

"Kalian gimana sekolahnya hari ini?" tanya Aksa.

"Kalo Fadil baik," jawab Fadil, dengan mulut yang penuh martabak.

DANADYAKSAWhere stories live. Discover now