DANADYAKSA 66

12.6K 1.5K 1.2K
                                    

Mada, Levi dan Akbar berkumpul di apartemen Bastian untuk membahas rencana tentang peneror tersebut. Meskipun di luar hujan sangat lebat dan petir yang saling bersahutan, ketiganya tetap datang dalam keadaan basah kuyup. Yang mau tak mau Bastian harus meminjamkan koleksi pakaian mahalnya. Sebenarnya Bastian tak rela, apalagi meminjamkan pakaiannya pada Levi. Karena bocah itu sudah pasti mengomentari model baju Bastian yang sangat aneh.

"Lo kok bisa sepercaya itu dia pelakunya, Bar?" tanya Levi. Ia tak mau kejadian dimana Akbar salah mengira Mada adalah pelakunya itu terulang kembali. Malunya bukan maen, cuy.

"Gue naroh satu orang buat ngawasin dia," ujar Akbar menyeruput teh hangat yang baru saja ia buat.

"Maksud lo mata-mata?" tanya Bastian.

Akbar mengangguk, "Bisa dibilang gitu."

Setelah ajudan Papanya pulang dari luar negeri, Akbar langsung menginterogasinya, dan benar saja. Kata Frederik, ajudan Papanya, memang ada satu pria yang pernah mengikuti mereka. Tanpa basa-basi Frederik langsung menangkapnya tapi dia tak mengaku. Ketika Frederik menodongkan pistol, barulah dia mengaku jika dia sedang mengikuti Aksa. Karena tak ada urusan apapun dengan Joselyn maka Frederik melepaskannya. Setelah itu Frederik tak tahu dimana keberadaan pria tersebut.

Akbar tak bisa marah ataupun menghukum Frederik karena tugas Frederik bukan menjaga teman-temannya, tapi menjaga Joselyn. Jika ia menghukum Frederik tanpa alasan yang jelas, bisa-bisa malah Akbar sendiri yang dihukum Papanya.

Sesudah mendapat keterangan dari Frederik dan pencocokan sidik jari itu, Akbar langsung menyuruh satu orang kepercayaannya untuk mengawasi 'dia'.

Levi menggeleng-gelengkan kepalanya, "Merinding gue, lo langsung nyuruh orang buat mata-matain dia? Gila sih. Apa jangan-jangan lo anaknya mafia, ya?!"

"Apa jangan-jangan lo temenan sama kita cuma mau ngungkap suatu kasus?" Mada ikut menduga-duga.

"Jangan-jangan lo malah mau nangkap salah satu dari kita?!" Dugaan Levi semakin menjadi-jadi.

Akbar memutar bola matanya malas, "Gila."

"Ada satu hal yang sedikit membuat gue kaget," ujar Akbar disambut tatapan penasaran oleh teman-temannya namun tak ada yang bersuara sebelum Akbar melanjutkan ucapannya sendiri.

"Dia ngerencanain hal gila. Dia mau ngebunuh Mia."

Tentu mereka semua yang ada di sini melotot kaget.

"Anjing!" umpat Bastian.

"Beneran lo, Bar?!" tanya Mada mengguncang tubuh Akbar yang langsung mendapat tampolan dari cowok pendiam itu.

"Ya." Akbar membalas singkat.

"Gue nggak habis pikir. Bukannya masalah dia sama Aksa? Kenapa malah Mia yang mau dihabisi?" tanya Levi penasaran.

"Karena Mia adalah jantungnya Aksa. Dibanding kita, Alsava atau Fadil, Mia yang paling ngejaga mental Aksa selama ini. 'Dia' nggak mau Aksa mati gitu aja. Dia cuma mau nyerang psikologis Aksa. Kalo Mia mati, ada kemungkinan Aksa bisa gila karena tekanan yang dia dapet," jelas Akbar masuk akal.

"Kenapa bukan orang suruhan lo aja yang lo suruh buat ngehabisin dia dah?" tanya Bastian. "Lebih cepet, nggak nyusahin gini."

"Gue mau ngehabisin dia dengan tangan gue sendiri," ucap Akbar penuh arti.

Ucapan Akbar terdengar mengerikan. Bahkan Mada berusaha meneguk salivanya susah payah saat mendengar Akbar berkata demikian.

"Kalo gini mah yang nggak aman nyawanya Mia anjir!" ucap Levi pusing.

DANADYAKSAWhere stories live. Discover now