DANADYAKSA 65

12.4K 1.4K 278
                                    

Dom kalian hujan ngga? Di sini hujannn enak banget baca part yang sangat mencabik-cabik hati ini wkwk

****

Sejak Aksa datang ke sekolah, ia tak berbicara apapun pada teman-temannya. Dia hanya diam sepanjang hari memperhatikan teman-temannya yang membahas apapun. Pikiran Aksa sangat berantakan setelah melihat kejadian semalam. Semula, perasaan marah dan kecewa menggerogoti hatinya namun sekarang Aksa mencoba mengerti maksud Alsava.

Aksa memang tak bisa mengajak Alsava berjalan-jalan menggunakan mobil mewah lalu berbelanja banyak baju, jadi tak salah jika Alsava mencari hal itu pada sosok orang lain. Aksa tak mau melarang Alsava, punya hak apa dia sampai melarang kebahagiaan gadis itu? Aksa menyadari dia tak bisa membahagiakan Alsava. Mungkin Alsava sudah tersadar bahwa Aksa memang miskin dan mungkin saja Alsava mulai merasa bahwa dia salah memacari orang.

Tapi percayalah, berpikir seperti itu sangat menyakitkan bagi Aksa.

"Sa, lo dipecat ya dari cafenya Bang Zaki?" tanya Mada yang baru datang. Ia mengangkat paksa kepala Aksa yang bersandar di atas meja, kelelahan.

Aksa mengangguk, tak ada raut apapun saat menjawab Mada. Yang ada hanyalah raut kelelahan dengan kantong mata yang menghitam dan mata yang sayu.

"Lo kerja dimana sekarang?" tanya Mada lagi. Kemarin ketika ia berniat mengunjungi Aksa di cafe, cafe ditutup total. Dan kata warga sekitar, cafe tersebut memang sudah ditutup yang tentu saja membuat Mada terkejut mendengar kabar tersebut.

"Pabrik tekstil," balas Aksa dengan suara pelan dan parau.

"Lo baik-baik aja, Sa?" tanya Mada tak yakin saat mendengar suara Aksa. Meskipun Mada tahu, Aksa jelas tidak baik-baik saja. Tapi Aksa hanya mengangguk pelan tanpa menjawab apapun.

"Pabrik tekstil bisa kerja part time?"

"Dibantu tetangga gue. Tapi gajinya setengah dari gaji gue kerja di cafe. Kerjanya juga lebih berat," balas Aksa mencoba tetap nyambung saat berbicara dengan Mada. Mengantuk, lelah, sedih, marah semuanya ada dalam diri Aksa sekarang.

"Berapa jam kerjanya?" tanya Mada lagi.

"Enam jam, jam delapan sampe jam dua."

"Gila! Itu mah lo di eksploitasi anjir!" tegas Mada tak terima. "Dia tau tenaga lo gede dan lo lagi butuh kerja itu makanya langsung diterima dengan gaji rendah, karena pasti lo bakal terima juga. Di cafe aja gaji lo udah pas-pasan, ini malah setengahnya."

"Ternyata alesan lo keliatan capek banget kemarin itu gara-gara ini, Sa?" sahut Levi yang baru selesai memakan cumi goreng pedas masakan Ruby.

"Lo harusnya kalo ada kayak gini nih cerita, Sa. Jangan dipendem sendiri terus tau-tau udah gini," balas Bastian mematikan ponselnya setelah nge-game.

"Sa, kita bisa bantu lo buat dapet kerja yang lebih layak, beneran. Kenapa lo nggak minta bantuan ke kita aja? Daripada badan lo makin hancur kerja nggak ngotak kayak gitu, mending keluar aja," ujar Levi membujuk Aksa. Ia sangat tak tega melihat temannya selalu lemas ketika sekolah.

"Gue nggak mau banyak-banyak ngrepotin kalian, nggak bisa keluar juga soalnya udah ada kontrak," balas Aksa mengusap wajahnya untuk tetap sadar.

"Apa lo nggak capek kerja kayak gitu?" tanya Bastian pada Aksa.

"Gue nggak kerja ya nggak makan, Bas," ucap Aksa membuat hati teman-temannya tersayat.

"Kita ini temen, Sa. Nggak ada kata ngrepotin. Kita malah sedih kalo liat lo selalu ngantuk dan lemes kayak gini," sahut Mada dengan hati teriris.

DANADYAKSAWo Geschichten leben. Entdecke jetzt