DANADYAKSA | 20

24.7K 2.8K 40
                                    


Haii!

Akhirnya update dengan sisa-sisa kuota yang sekarat.

Kalo ada typo langsung koreksi aja, yaa.

Panggil aku kumbang. Jangan author 🙏🏼

***


"Jangan menunggu kaya untuk memberi. Karena memberi itu tentang keikhlasan hati, bukan tentang sebanyak apa yang kita berikan."

Mada tiba-tiba menarik Aksa menuju belakang sekolah. Lebih tepatnya di bawah pohon besar yang tumbuh di sana. Aksa hanya menurut. Membiarkan tangannya ditarik dengan kencang oleh temannya.

"Kenapa, Mad? Tumben ngajak gue ngobrol berdua," ujar Aksa membuka pembicaraan.

"Lo kemarin ngapain Alsava?" tanya Mada langsung pada intinya.

Aksa mengerutkan kening bingung. Namun sedetik kemudian, ia mulai mengerti apa yang ditanyakan oleh Mada. "Dia ngadu sama lo?"

"Lo jawab aja, Sa. Lo apain dia? Kemarin dia nelpon gue. Katanya, bilangin kalo dia mau minta maaf sama lo. Dia ngerasa bersalah. Dan suara Alsava kayak habis nangis pas bilang gitu," jelas Mada. Ia mencoba untuk tenang dan tidak tersulut emosi.

"Nangis?" ulang Aksa. "Gue nggak ngapa-ngapain dia. Gue cuma bilangin supaya dia nggak terlalu masuk ke kehidupan gue. Gue ngelarang dia buat nggak seenaknya. Gue salah?"

"Mungkin dia emang salah, Sa. Tapi lo apa nggak bisa ngingetin dengan cara baik-baik? Alsava itu anaknya gampang kepikiran. Kalo kemarin dia sampe nangis, berarti lo ngingetinnya kasar," ucap Mada membela.

Aksa terkekeh mendengar apa yang diucapkan Mada. "Gue paling nggak nyaman dan nggak suka kalo ada orang ke rumah gue dan kenal sama adek-adek gue. Lo pasti tahu kenapa gue kayak gitu. Dan kemarin dia ke rumah gue tanpa ada ijin dari gue. Padahal gue udah bilang buat jangan main ke rumah dulu. Kapan-kapan aja. Dia langgar privasi gue, Mad. Apa itu nggak salah?"

Aksa sangat sensitif jika dikaitkan dengan keluarga. Pengalaman masa lalu yang menyakitkan membuatnya trauma dengan orang baru. Ia tak gampang percaya dengan orang lain. Bahkan dengan temannya pun ia tak bisa langsung terbuka. Dan Alsava? Gadis yang dikenalnya beberapa minggu ini sudah berani datang ke rumahnya tanpa memberitahu dia.

"Dia emang salah. Tapi lo bisa, kan, ngingetinnya baik-baik?" tanya Mada. "Alsava itu temen yang udah gue anggep adek sendiri, Sa. Gue nggak akan biarin dia disakitin sama orang," ucap Mada.

"Terlepas dari Alsava adalah temen lo, dia emang salah dan nggak bisa dibela. Bukannya lo juga temen gue? Harusnya lo ngerti kenapa gue bisa bersikap kayak gitu," tutur Aksa. "Gue ngingetinnya juga baik-baik, Mad. Nggak ngasarin dia. Ucapin maaf ke dia kalo kata-kata gue kemarin menurut dia kasar. Tapi menurut gue enggak. Gue nggak mungkin ngasarin cewek."

"Gue bilang gitu ke dia biar dia sadar. Dia itu bukan siapa-siapa gue dan nggak seharusnya bersikap kayak gitu ke gue dan adek-adek gue," lanjut Aksa.

Mada mengusap wajahnya kasar. Kepalanya terasa panas karena berdebat dengan Aksa. "Alsava bilang maaf ke elo dan dia juga bilang, lo jangan marah terus sama dia."

"Gue nggak marah sama dia, Mad. Sama sekali nggak marah. Gue cuma ngasih peringatan ke dia kemarin. Butuh berapa kali gue bilang?"

"Alsava mungkin suka sama lo. Gue harap lo nggak ngecewain dia atau bikin dia nangis lagi. Kalo lo sampe ngelakuin itu, lo berurusan sama gue." ucap Mada penuh penekanan lalu pergi dari sana. Meninggalkan Aksa yang terdiam dengan pikiran yang berkecamuk.

DANADYAKSAWhere stories live. Discover now