DANADYAKSA | 30

24.8K 3K 185
                                    


"Kalo masih suka ngeluh, inget gue aja, Danadyaksa Pranadipta."
—Danadyaksa

Pagi ini Aksa memaksakan pergi sekolah meskipun badannya belum sehat total. Mia keukeh melarangnya tapi Aksa tetap pergi untuk mendapat kejelasan dari Pak Dimas juga pelatih. Karena besok turnamen akan berlangsung dan hari ini hari terkahir latihan.

"Kita tidak bisa mengganti Danadyaksa. Lebih tepatnya, tidak ada yang menggantikan," ujar coach Sam. Di ruangan itu ada coach Sam, Pak Dimas, Ghani dan Aksa.

"Sakit kamu parah?" tanya coach Sam pada Aksa.

"Tidak, coach. Cuma panas biasa. Mungkin, besok saya sudah sembuh," jawab Aksa tapi wajahnya yang masih sedikit pucat itu tidak sama dengan apa yang ia katakan.

"Badan kamu masih sedikit panas, Aksa. Wajah kamu juga pucat. Kalo besok kamu ikut tanding, apa nggak bahaya untuk kesehatan kamu?" tanya Pak Dimas khawatir.

"Enggak akan, Pak. Saya cuma demam. Besok pasti sembuh," jawab Aksa.

Pak Dimas menghembuskan nafas, "Masalahnya, turnamen itu sangat bergengsi. Saya sudah sangat berharap kalau sekolah kita yang juara."

"Biasanya sekolah kita dapet juara dua atau tiga. Nggak pernah dapet juara satu. Tapi pas tahun lalu kamu ikut, sekolah kita bisa juara," lanjut Pak Dimas.

"Pemain yang bisa diandalkan cuma kamu. Kamu pemain badminton terbaik di sini. Kemampuan kamu itu sudah level atas, Aksa."

Ghani yang mendengarnya sedikit tersinggung. Jadi maksudnya Ghani pemain yang jelek begitu?

"Saya bisa, kok, Pak. Bapak tenang aja," jawab Aksa meyakinkan.

"Kita periksa ke dokter untuk memastikan nanti," ujar coach Sam. "Kalaupun Danadyaksa boleh ikut, hari ini dia nggak boleh latihan. Harus istirahat untuk besok. Tanpa latihan pun saya yakin dia bisa."

Oke, Ghani semakin merasa tidak diperlukan di sini. Sejak tadi namanya sama sekali tidak disebut apalagi diajak bergabung untuk berdiskusi.

"Dan kalau Danadyaksa tidak bisa ikut, terpaksa kita cari pemain pengganti," cetus coach Sam.

"Tapi nggak ada persiapan sama sekali untuk pemain pengganti," balas Pak Dimas.

"Ada ekstrakulikuler badminton, kan? Ya ambil dari sana. Meskipun tidak ada persiapan," jawab coach Sam tak mau ambil pusing.

"Tapi tidak ada yang berlatih keras seperti yang kita persiapkan untuk turnamen, coach," ujar Pak Dimas.

"Kebanyakan tapi. Jangan terlalu berambisi untuk menang, Pak Dimas. Kalah menang itu urusan belakangan. Yang terpenting adalah kesehatan pemain, Danadyaksa." Coach Sam melirik Aksa yang bersender dengan lemas mendengar perbincangan mereka tanpa menjawab apapun.

"Kesehatan saya juga penting, Pak. Kan saya pemain juga. Bukan cuma Aksa." Ghani angkat bicara setelah lama diam.

"Kamu kan nggak sakit, Abdul Ghani," balas coach Sam membuat Ghani menatapnya malas.

"Saya diajak ngomong, kek. Buat formalitas aja. Ngapain saya disuruh ke sini kalo nggak diajak ngobrol," ujar Ghani menyatakan kekesalannya.

Coach Sam terkekeh, "Jadi gimana, Abdul Ghani? Kamu sehat?"

"Alhamdulillah sehat, coach," jawab Ghani tersenyum sambil mengangguk.

"Ya sudah."

Ghani melunturkan senyum, wajahnya kembali masam mendengar respon dari coach Sam.

DANADYAKSAWhere stories live. Discover now