11. Pemilik Mata Yang Indah

373 125 27
                                    

Hari sudah semakin sore tatkala Ophalia kembali dari ruangan Putri Altheia. Nyatanya, tak lama semenjak Ophalia berdiri sendirian tak jauh dari pintu kamar, seorang pelayan memberitahukan Ophalia bahwa gadis itu bisa masuk ke dalam dan berbincang ringan dengan Tuan Putri Negeri Roseline.

Altheia hanya menanyakan kabar Ophalia, dan memastikan bahwa gadis itu tidak merasa kesulitan terhadap misi nya sebagai Guardian II. Setelahnya, Ophalia lebih banyak diam dan berdiri memperhatikan.

Aaron memang meminta Ophalia untuk menemani Altheia, hingga lelaki itu selesai dengan urusan yang mesti diselesaikannya itu. Hingga tepat ketika Aaron datang, dan Ophalia dipersilakan untuk beristirahat. Gadis itu baru menyadari bahwa hari sudah semakin sore.

Di lorong Istana, Ophalia menatap langit yang semakin menguning dengan polesan awan yang tipis sebagai pemanis langit sore ini. Gadis itu sedikit bertanya-tanya apakah Andreas masih bersama Raja, atau justru sudah berakhir tertidur pulas di ruangannya?

"Sore hari bukanlah waktu yang tepat untuk tidur. Rasanya aneh," ucap Andreas dari belakang Ophalia, entah datang dari mana.

Ophalia hanya menoleh sekilas ke arah Andreas, alih-alih memilih untuk berhenti melangkah, Ophalia malah tetap berjalan tak begitu peduli. Dan Andreas membuntutinya.

"Jika kau sedang bosan, apa yang kau lakukan?" tanya Andreas. Lelaki itu berjalan santai di belakang Ophalia dengan kedua tangan yang ia masukkan ke saku celana.

"Entahlah. Mungkin keliling Istana?"

"Kau gila. Istana Roseline saja belum pernah aku kelilingi. Apalagi ini. Bisa-bisa tersesat."

"Kalau tersesat. Ya sudah," ucap Ophalia datar. Gadis itu kemudian berhenti mendadak ketika menyadari sesuatu.

"Kenapa?" tanya Andreas bingung dengan Ophalia yang terdiam. Alis lelaki itu berkerut menuntut jawaban.

Tak kunjung dapat jawaban dari Ophalia, lelaki itu akhirnya mencoba untuk melirik apa yang gadis di hadapannya itu perhatikan.

Netra Andreas mengerjap-ngerjap ketika mendapati tak jauh dari keduanya dua orang yang kini sedang bercakap. Pangeran Alroy dan, gadis tabib yang tadi, Andreas lupa siapa namanya. Lelaki itu kemudian melirik Ophalia. Andreas yang semula mengira bahwa gadis itu berhenti karena melihat dua orang di depan mereka, malah semakin di buat bingung.

Karena Ophalia bukan sedang memandang mereka. Gadis itu justru sedang menatap lantai marmer dengan alis yang berkerut, mencoba untuk mengingat-ingat di mana ia meletakkan surat-surat misterius yang beberapa hari lalu ia dapatkan.

"Kau sedang memikirkan apa?" Andreas lagi-lagi bertanya. Tapi bukannya menjawab, Ophalia justru langsung mendongakkan kepalanya, masih dengan alis yang berkerut mencoba untuk mengingat sesuatu, diikuti dengan lelaki itu yang ikut mendongak, memperhatikan langit-langit Istana yang dipenuhi dengan ornamen-ornamen mewah.

"Surat-surat itu di mana ... " gumam Ophalia, berhasil terdengar oleh Andreas.

"Surat? Surat apa? Surat dari kekasihmu?" Andreas kembali memberikan Ophalia beberapa pertanyaan, dan hal itu berhasil membuat fokus Ophalia pecah akibat ulah Guardian I itu.

"Apa?" respons Ophalia tak percaya dengan apa yang ia dengar dari mulut lelaki itu. Mengapa pula Andreas mengira bahwa ia sedang mengingat surat yang berasal dari kekasihnya?

Ophalia tidak pernah mempunyai kekasih.

"Kau mempunyai kekasih?" Andreas menatap Ophalia tak percaya, lelaki itu bahkan melebih-lebihkan ekspresinya seolah terkejut dan sakit hati di waktu yang bersamaan.

"Memangnya kau punya?" Ophalia balik memberi pertanyaan. Gadis itu menatap lelaki itu dengan tatapan aneh, Andreas selalu aneh.

Andreas yang semula sibuk memainkan peran terkejut dan patah hati kini kembali pada ekspresi normalnya dan mencoba mengingat-ingat.

THE AUDUMA MASKEN : A Secret From Dellway ✔Where stories live. Discover now