74. Rencana Serigala

110 26 8
                                    

Adalah hari yang cerah pada awal musim semi yang Cartland jalani. Beberapa pohon kembali tampak hijau dengan dedaunan yang kembali tumbuh. Suhu hangat semakin membuat orang-orang merasa nyaman tak perlu payah lagi mengenakan mantel atau pakaian berlapis-lapis.

Begitu pula dengan suasana di Istana Cartland.

Farrel berdiri berkacak pinggang menatap dua kuda yang baru saja ia mandikan beberapa saat yang lalu.

"Andai saja kalian bisa mandi sendiri. Pekerjaanku akan lebih sederhana," ucap Farrel lalu duduk di salah satu bangku yang berada tak jauh dari tempat di mana kuda-kuda itu berada.

Sembari meregangkan badannya, Farrel lalu bersandar memperhatikan kuda-kuda itu yang tengah berjemur sembari merunduk memakan rerumputan yang sudah disiapkan.

Suara gemerisik dedaunan serta embusan angin sepoi-sepoi membuat Farrel semakin nyaman dan memutuskan memejamkan matanya sebentar.

Biasanya jika Alice ada di sini, lelaki itu akan berbincang atau sekadar bersenda gurau. Tetapi sudah hampir seminggu Alice tidak ada Istana Cartland sejak kabar kematian Ibunya. Tentu saja semua orang paham bahwa gadis itu sedang berada pada masa berduka.

"Apa!?"

"Bagaimana bisa terjadi!?"

"Aku tidak tahu, beberapa pelayan tiba-tiba berlarian menuju ruangan Yang Mulia Ratu."

Merasa terusik dengan perbincangan beberapa kawannya yang berjarak beberapa langkah, Farrel pun akhirnya membuka matanya.

"Ada apa?" tanya Farrel dari tempat duduknya, setengah berseru.

Jean menoleh ke arah Farrel, tak lama sampai akhirnya ia berucap, "Yang Mulia Ratu tidak sadarkan diri."

Jantung Farrel rasanya terhenti seketika, ia langsung bangkit dari posisi duduk nyamannya itu dan menatap Jean dengan pandangan tak percaya. Ekspresinya berubah pucat, sama seperti yang lainnya.

Siapa pun yang mendengar kabar ini tentunya sama terkejutnya seperti Farrel.

Sedangkan di sisi lain, masih dalam kawasan Istana Cartland, seorang gadis dengan perawakan tinggi kurus itu bersembunyi dan mengunci diri di dalam kamarnya.

Ia sudah mendengar riuh ricuh rumor yang beredar, dan perasaannya amat kalut sekarang.

Apa lagi yang harus ia lakukan? Gadis itu sudah menuruti apa yang bangsawan itu inginkan. Siapa yang menyangka bahwa hal tersebut akan memicu keributan yang terjadi sekarang ini?

"Semuanya! Berkumpul! Putra Mahkota meminta agar seluruh pelayan berkumpul sekarang tanpa ada satu pun yang tidak hadir!" seru Nyonya Eloise dari luar ruangan, membuat gadis itu menoleh dengan panik. Wajahnya sudah pucat pasi, bagaimana ini?

Sedangkan di luar ruangan tersebut, beberapa pelayan pun mulai berbondong-bondong menuruti apa yang ketua pelayan istana ini perintahkan.

Tak perlu waktu lama sampai suara ketukan pun terdengar keras dan Nyonya Eloise menyerukan nama gadis itu.

"Keluarlah! Kau tidak mendengar apa ucapanku tadi? Situasi di istana sedang kacau! Cepat keluar!"

"I-iya, sebentar!" Gadis itu dengan panik dan bergemetar langsung beranjak dari tempat duduknya, sempat melihat pantulannya dari cermin dan menenangkan dirinya.

Ia tidak boleh terlihat ketakutan. Ia tidak boleh terlihat pucat. Tuan itu sudah berjanji padanya bahwa ia akan melindunginya.

Ia akan selamat. Ia hanya menuruti apa yang bangsawan itu perintahkan.

Membuka pintu, Nyonya Eloise pun menatap sekilas gadis itu lalu berlalu tanpa berucap sepatah kata apa pun lagi.

Hal yang biasa. Bagi gadis itu, ia sudah terbiasa dengan tatapan seperti itu. Tatapan penuh acuh dan tidak adanya kepedulian.

THE AUDUMA MASKEN : A Secret From Dellway ✔Onde histórias criam vida. Descubra agora