58. Rasa Ingin Tahu

108 32 9
                                    

"Kau tampak seperti sedang menyelidiki sesuatu," ucap Andreas memperhatikan Ophalia yang sibuk membaca lembaran-lembaran kertas yang berserakan di meja, duduk di hadapannya.

Ophalia tidak melirik sedikit pun ke arah Andreas, gadis itu masih sibuk mengamati tiap-tiap kalimat yang ada pada lembaran-lembaran surat misterius miliknya seraya sesekali menggigit roti.

Keduanya kini tengah berada di ruangan mereka. Setelah berbulan-bulan tinggal di Cartland, bisa dihitung berapa kali mereka menggunakan ruangan yang negeri ini persiapkan khusus untuk ruang privasi mereka.

Andreas melengos, lelaki itu kesal karena ucapannya dihiraukan oleh Ophalia. Beranjak dari tempat duduknya, Andreas melangkah mendekati gadis itu, berdiri di sebelahnya, membungkuk dan turut membaca beberapa kalimat dari kertas-kertas tersebut.

Bantu aku untuk memberi tahu kebenaran.
Ini sudah terlalu lama.

Cepatlah. Kau tidak punya waktu banyak.

Kening Andreas berkerut, ia meletakkan salah satu telapak tangannya pada ujung meja, menjadikannya tumpuan. "Apa maksud dari kertas-kertas ini?"

Ophalia diam, ia sedikit ragu untuk membalas pertanyaan Andreas. Gadis itu pun mendongak, menatap telak Andreas.

Hening di antara mereka, Andreas mengangkat sebelah alis, menanti ucapan yang akan keluar dari lisan Ophalia. Tetapi gadis itu justru menunduk, lagi-lagi kembali ragu untuk berucap.

"Ada apa?"

"Kau pernah bermimpi sesuatu ... yang ... aneh?"

Pertanyaan Ophalia itu membuat Andreas kembali menaikkan sebelah alisnya, ia lalu menyentuh dagunya, melirik ke langit-langit seolah mengingat-ingat sesuatu, "Aku pernah bermimpi menjadi apel."

"Apa?" Ophalia memasang ekspresi terkejut, ia menatap Andreas penuh ketidakpahaman.

Bagaimana mimpi menjadi apel?

"Bagaimana — tidak, lupakan —"

"Aku menjadi apel. Tergelak begitu saja di meja dan tidak bisa bergerak. Tidak ada yang memakanku, dan aku pun membusuk," jawab Andreas cepat, memotong ucapan Ophalia.

Ophalia kehilangan kata-kata saat itu juga. Ia terperangah atas penjelasan dari mimpi yang Andreas alami.

Itu benar-benar mimpi yang aneh.

Menjadi apel? Dan ... membusuk? Rasanya Ophalia sepertinya akan terus menerus mengerutkan alisnya jika mengingat hal itu sepanjang hari.

Gadis itu berdeham, mengerjapkan matanya dan mengalihkannya ke arah lain. "Maksudku," ucap Ophalia memberi jeda, napasnya sempat tercekat, tetap merasa ragu untuk berucap, "Mimpi aneh ... seperti melihat seseorang yang belum pernah kau temui ... seseorang yang hidup di zaman dulu?"

"Hah?" Andreas menatap Ophalia selama beberapa detik, ia lalu melirik ke arah lembaran-lembaran kertas yang ada di atas meja. Lelaki itu diam, kemudian menatap kembali Ophalia, "Tidak pernah — sepertinya. Memangnya kau bermimpi apa? Kau bermimpi melihat nenek moyang negeri-negeri Auduma?"

Netra Ophalia membulat mendengar ucapan Andreas. Gadis itu langsung beranjak dari duduknya, membuat Andreas yang berdiri tepat di depannya melangkah mundur akibat terkejut. Hampir saja hidung lelaki itu menjadi korban.

Andreas menatap Ophalia penuh tanda tanya, sedangkan gadis itu meletakkan kedua tangannya pada sudut meja, dengan netranya yang bergerak cepat membaca kata demi kata dari surat-surat itu. Ia lalu menoleh cepat ke arah Andreas.

"Ayo kita ke perpustakaan," ajak Ophalia, langsung berjalan meninggalkan Andreas begitu saja, tanpa sempat membiarkan lelaki itu memproses keadaan, Ophalia langsung berlalu dan keluar dari ruangan.

THE AUDUMA MASKEN : A Secret From Dellway ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang