70. Garis Dan Deru Napas

105 27 5
                                    

Alice saat itu baru saja kembali dari hutan tempatnya biasa memetik tanaman-tanaman liar untuk ia jadikan obat, tatkala Farrel tiba-tiba berlari menghampirinya dengan napas memburu dan air mata yang mengalir.

"Farrel? Ada apa?" tanya Alice dengan ekspresi heran, ada sedikit perasaan tidak enak dalam dirinya tatkala ia melihat Farrel yang mendatanginya dalam keadaan terburu-buru seperti itu.

Lelaki itu masih terengah-engah, ia bahkan membungkuk saking lelahnya, dengan kedua tangannya yang bertumpu pada lutut, dan air mata yang menetes. Farrel menangis, dengan napasnya yang tidak beraturan.

Sudah lima hari sejak kembalinya Alice dan Ophalia ke Negeri Cartland, meskipun tidak lama setelahnya Ophalia justru mesti kembali ke Roseline karena misinya dan Andreas sudah dinyatakan selesai.

Kedua guardian itu ditarik untuk kembali ke negeri mereka. Dan itu berlalu begitu cepat, keduanya berangkat pada malam hari, tanpa sempat berpamitan dengan Alice ataupun Farrel. Ophalia bahkan tidak sempat meninggalkan surat untuk Alice. Sehingga ketika keesokannya, Alice terkejut ketika mendengar kabar bahwa temannya tersebut sudah mesti pergi dan entah kapan akan kembali menemuinya.

Dan sudah dua hari sejak Ophalia dan Andreas pergi meninggalkan Cartland. Alice kembali menjalani kehidupannya seperti biasa, sebagai tabib kerajaan.

Ia sudah memiliki niat untuk pergi menemui Ibunya nanti di akhir pekan - yang mana itu adalah esok hari - untuk bercerita tentang perjalanannya di Dellway dan memberikan Ibunya itu buah tangan dari Dellway, buah baela yang sempat Alice beli di pasar kota Astrilde.

Tetapi hal itu tidak terjadi. Tidak sempat terjadi.

"Alice ... Ibumu ..." gumam Farrel tidak berani melanjutkan ucapannya.

Detik itu Alice membulatkan matanya. Ia tidak tahu kalimat macam apa yang akan Farrel lanjutkan, tetapi tungkainya sudah telanjur lemas. Keranjang kecil berisi tanaman yang ia petik di hutan beberapa waktu yang lalu terjatuh karena terlepas dari genggamannya.

Alice menatap Farrel dengan raut yang mulai memucat.

Tidak. Tolong jangan katakan sesuatu apa pun. Alice tidak ingin mendengarnya. Jangan katakan apa pun, kabar apa pun itu tentang Ibunya.

Bahkan meskipun Farrel memang tidak berkata sepatah kata pun setelahnya. Tetapi linang air mata yang turun dari lelaki itu membuat jantung Alice saat itu seolah berdetak lebih lambat, dengan setiap degupnya yang memberi rasa nyeri dan sesak secara bersamaan.

Farrel menengadah, melihat ekspresi Alice. Lelaki itu tentu saja tidak sampai hati ingin menyampaikan kabar menyedihkan ini.

Farrel bahkan berharap ini tidaklah nyata. Tidak di hari yang cerah ini. Di awal musim semi yang Cartland mulai. Tidak seharusnya Alice mendengar kabar kehilangan seperti ini.

"Alice ..."

"Tidak ... jangan bicara apa pun ..."

Farrel mengatupkan rahangnya, ia menahan napas menatap netra Alice yang memandangnya dengan tatapan nanar, terkejut, dan bergetar. Keduanya bertatapan, dengan mata Farrel yang sudah basah dan sembap, sedangkan Alice hanya bisa terdiam, perlahan memundurkan langkahnya.

Ini tidak nyata.

Ini tidaklah nyata. Pikir keduanya.

Seiring dengan Alice yang melangkah mundur dengan tungkai yang bergemetar, Farrel justru mendekat ke arah Alice dan langsung mendekap tubuh Alice erat.

Tangis pun pecah. Seperti ada sesuatu yang hancur, terdengar nyaring dan menyakitkan. Alice membalas pelukan Farrel dan menangis di dalam dekapannya.

Elizabeth Marianne, tabib terkemuka di Istana Cartland yang tengah menjalani masa pemulihan karena sakit yang ia derita. Ibu dari tabib utama istana Cartland yang sekarang, Alice Marianne, ditemukan tak lagi bernyawa pagi hari tadi oleh salah satu tetangganya yang memang kerap berkunjung untuk memeriksa keadaan Elizabeth.

THE AUDUMA MASKEN : A Secret From Dellway ✔Onde histórias criam vida. Descubra agora