49. Kenyataan Dari Kepergian

99 39 5
                                    

Alice memandang lembaran-lembaran kertas yang berserakan di lantai dengan tatapan kosong. Ophalia hanya bisa diam tanpa bisa menduga apa yang terjadi. Gadis bersurai pirang itu mengambil salah satu lembaran kertas tersebut dan membacanya, kening berkerut, tidak mengerti maksud dari tulisan yang tertera.

Suara langkah kaki dari luar kamar terdengar. Elizabeth membuka pintu kamar Alice seraya melontarkan kalimat tanya, "Alice, apa yang ter—"

Ucapan Ibu Alice terpotong tatkala melihat beberapa dokumen berserakan, kotak kayu yang pecah, Alice yang terduduk menunduk dengan tatapan kosong dan temannya, Ophalia, yang mencoba memahami apa yang terjadi.

Alice mendongak, ekspresinya pucat, "Ibu, aku tidak sengaja ... kotak itu jatuh— dan, dan ...."

Elizabeth menarik napas dalam, ia menatap Alice teduh, "Sepertinya memang sudah saatnya, Alice. Ini sudah saatnya bagimu untuk membuka kotak itu."

Pandangan Alice membelalak ketika mendengar ucapan Ibunya, ia menatap kertas-kertas itu lalu beralih menatap Ibunya, "Ta-tapi ..."

Elizabeth terdiam sejenak. Ia menunduk, tatapannya menangkap salah satu lembaran kertas dengan stempel Dellway berada di sana. Wanita itu menghela napas pelan seraya memejamkan matanya, ia lalu menatap putri semata wayangnya.

"Ibu akan menunggu di meja makan. Kau bacalah semua dokumen ini. Ibu akan menjelaskan setelahnya." Begitu ucap Elizabeth sebelum akhirnya kembali menutup pintu kamar Alice.

Alice menatap pintu tersebut dengan pandangan nanar. Semua ini terlalu cepat terjadi, Alice sulit untuk mencernanya.

"Alice, apa isi dari kotak ini? Perkamen ini ...." Ophalia bergumam menatap tulisan-tulisan pada kertas tersebut dengan ekspresi bingung.

Alice menatap lembaran-lembaran tersebut sekilas, tatapannya beralih pada satu kotak kecil lainnya yang masih dalam keadaan baik.

Sembari meraih kotak tersebut, Alice menjawab pertanyaan Ophalia, "Semua ini ... informasi tentang ayahku. Peninggalan ayahku."

Ophalia mengangguk pelan, ia lalu menatap Alice yang kini tengah membuka kotak kecil yang diraihnya tadi.

Alangkah terkejutnya Alice ketika mendapati sebuah liontin berada di dalamnya. Liontin perak yang amat cantik. Di bawahnya, terdapat gulungan kertas yang Alice yakini sebagai surat lainnya. Alice mengambil kertas tersebut, dan membacanya.

Anak perempuanku, Alice.

Jantung Alice rasanya berhenti berdetak tepat ketika dirinya membaca kalimat awal dari surat tersebut. Matanya terasa panas, bahkan hampir berkaca-kaca.

Liontin ini sangat indah, bukan? Ini untukmu, nak. Aku membawa ini jauh sekali dari rumah. Ini liontin yang berasal dari Dellway. Ini liontin pemberian dari nenekmu. Nenekmu senang ketika tahu ia memiliki cucu perempuan.

Kau anakku, darah dagingku. Hanya karena aku tidak bisa memberikan marga padamu, itu tidak melepas kenyataan kau anakku.

Mungkin suatu saat, Atwood bisa menjadi bagian dari namamu, nak.

Sekali lagi, maafkan Ayah.

Surat ini ditulis sebelum Ayah berangkat ke Villia.

Tanpa aba-aba, tepat setelah selesa membaca surat tersebut. Alice langsung beranjak dari tempatnya bersimpuh dan keluar dari kamarnya dengan terburu-buru. Ia tidak mau membaca keseluruhan dari dokumen, perkamen, atau lembaran-lembaran kertas dari kotak itu. Alice tidak mau melihat benda-benda lain yang Ayahnya tinggalkan dan berikan untuknya.

Alice ingin langsung mendengar penjelasan Ibunya. Rasanya sesak meskipun Alice baru membaca satu surat dari Ayahnya. Dada Alice sesak dan sakit bukan main. Linang air mata sudah turun entah sejak kapan, napasnya sudah memburu dan tak beraturan.

THE AUDUMA MASKEN : A Secret From Dellway ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang