47. Bahasa Yang Hampir Punah

109 41 5
                                    

Brak!

Helena baru saja hendak membuka halaman buku selanjutnya ketika Yasmine tiba-tiba memasuki ruangannya dengan pintu secara kasar. Mau tak mau Helena menutup buku tersebut.

Sudah empat hari setelah acara pertunangan Yasmine dan Alroy. Rombongan Cartland sudah kembali kemarin, lebih cepat daripada seharusnya, Helena juga tidak tahu mengapa.

Selama empat hari, Helena sama sekali tidak bertemu dengan Yasmine. Helena yakin, pasti ada banyak pertanyaan dari adiknya itu. Pertanyaan yang tertahan dan harus terjawab secepatnya.

Itu mengapa sekarang Yasmine mendatangi ruangannya bahkan hingga membanting pintu keras.

"Yasmine," sapa Helena tersenyum tipis.

Yasmine diam, tidak membalas sapaan Helena melainkan langsung berjalan mendekat.

"Sekarang saatnya kakak jelaskan padaku, kenapa kakak bisa mengenal si anak pelayan itu?" Yasmine melontarkan pertanyaan tanpa memberi kesempatan pada dirinya untuk duduk terlebih dahulu.

Kening Helena berkerut, ia lalu menghela napas pelan, tersenyum memaklumi, sekaligus mengerti maksud pertanyaan Yasmine, "Duduklah dulu," ucap Helena.

Terdapat keraguan dari sorot mata Yasmine, ia lalu dengan ragu bergerak menarik kursi di hadapan Helena, kemudian duduk di sana.

"Jelaskan, kak. Aku menahan rasa marah ini berhari-hari. Kuharap jawabanmu tidak membuatku semakin kesal," Yasmine mengembus nafas kasar, ia lalu memutar bola mata jengah, "Kau bahkan memberinya gaun."

Helena hanya bisa diam, adiknya ini memang memiliki sifat yang keras. Sifat seorang Tuan Putri yang amat kental. Tetapi sayangnya dalam konotasi buruk. Bahkan meskipun adiknya ini memiliki banyak kemampuan, sifat buruknya ini tetap saja tidak bisa dipandang baik.

Untungnya tidak semua menyadari sifat Yasmine yang sebenarnya, bahkan mungkin hanya Helena yang mengetahui hal tersebut. Di mata Bill, atau di mata kedua orang tuanya, Yasmine tak lebih dari seorang anak bungsu yang amat manja dan kerap bersikap manis.

"Pertama, dia bukan anak pelayan, Yasmine. Dia tabib kerajaan, dia tak ada bedanya dengan Tuan Silas," jawab Helena menyebutkan nama seorang tabib istana Lindsey.

Yasmine mendecak, "Sama saja. Ia tumbuh dan bergaul dengan pelayan. Ia sama-sama rendah seperti pelayan."

Helena mengerjapkan matanya, sedikit terkejut mendengar pernyataan dari Yasmine.

"Kau tahu namanya, kan?"

Yasmine mengangguk tidak minat, ia mengalihkan pandangannya ke tempat lain. "Aku bertanya kenapa kakak bisa mengenalnya?"

"Dia menolongku ketika di Cartland, dan aku menganggap dia sebagai temanku." Helena menjawab pertanyaan Yasmine tanpa menatap adiknya itu.

Yasmine mendengus terkejut mendengarnya, ia menatap Helena dengan netra yang membulat sempurna, "Kak, kau gila? Teman, katamu? Kak! Kau lupa berapa kali aku mengatakan bahwa aku membencinya!"

"Yasmine," Helena memanggil nama adiknya itu dengan intonasi rendah, membuat Yasmine langsung bungkam, "Memangnya semua orang yang tidak kau sukai, aku tidak boleh berhubungan dengannya?"

Ucapan Helena itu berhasil membuat Yasmine kehilangan kata-kata, ia tidak menyangka bahwa kakaknya akan berkata demikian. "Bu-bukan begitu maksudku ..."

Helena menghela napas, ia lalu menatap Yasmine lekat-lekat, "Sekarang kau mengerti, kan? Kebencianmu tidak bisa memengaruhi caraku bersosialisasi. Aku mengerti mengapa kau membencinya, tapi apa yang kau lakukan di hadapan Nona Alice dengan mencacinya di depan Pangeran Alroy, bukanlah tindakan yang dapat dibenarkan. Yasmine, kau harus bisa mengontrol emosimu bahkan meskipun itu di hadapan orang yang tidak kau sukai," papar Helena memberi petuah, "Dan juga, hormatilah Nona Alice, ia lebih muda satu tahun dariku."

THE AUDUMA MASKEN : A Secret From Dellway ✔Where stories live. Discover now