Breathe II

1.8K 316 23
                                    


"Kau tidak berniat terjun dari sana, kan?"

Felix melangkahkan kakinya mendekat ke arah pagar pembatas rooftop. Ia memejamkan matanya sejenak menikmati angin yang berhembus kemudian menoleh ke samping dimana seseorang dengan baju rumah sakit berada.

"Bagaimana bisa seorang pasien yang baru saja melakukan percobaan bunuh diri dibiarkan disini sendirian?" Tanyanya santai namun penuh penekanan seakan mengutuk pihak rumah sakit yang membiarkan orang di sampingnya itu berkeliaran sendiri.

"Aku tidak sendiri," jawab pria yang duduk di kursi roda.

Felix baru mau bertanya namun ia urungkan ketika pria itu menunjuk ke arah samping dengan dagunya. Di ujung rooftop ada seorang perawat yang terduduk dengan kepala menunduk, sepertinya tertidur. Felix berdecih, lalu apa gunanya perawat itu.

"Apa yang membawamu kesini?"

"Apakah rumah sakit ini milik orang tuamu sampai orang lain tidak boleh kesini?" Tanya Felix membuat pria di sampingnya tertawa pelan.

"Aku sudah tidak punya orang tua," jawab pria itu santai membuat Felix menoleh cepat dengan ekspresi bersalah, "dan kau tidak perlu merasa bersalah dengan pertanyaan itu."

Felix menyodorkan sebuah kertas ke arah pria itu, "aku sudah memperbaikinya."

Pria itu membuka lipatan kertas yang diberikan Felix dan mengamatinya dalam diam. Felix melirik sekilas ekspresi pria itu lalu menghembuskan nafasnya pelan.

"Tidak perlu menatapnya sampai seperti itu, gambarku memang tidak sebagus gambarmu tuan Seo Changbin yang terhormat," ucap Felix cepat sebelum pria di sampingnya berkomentar soal gambarnya.

Changbin terkekeh, ia bahkan tidak berniat menjelekkan gambar itu, tapi pemuda manis di sampingnya sudah panik begitu.

"Ini jauh lebih baik dari milikku yang sarat akan keputus asaan. Setidaknya masih ada harapan di dalam gambar ini," gumam Changbin pelan yang hampir tak terdengar.

Felix mengamati Changbin yang masih menunduk menatap gambar miliknya. Semalam ia menghabiskan waktunya dengan menggambar wajah Changbin yang sedang tersenyum dengan berbekal sebuah foto yang ia cari di internet. Changbin adalah seorang pelukis terkenal, tentu saja fotonya mudah dicari.

"There is a hope," gumam Changbin membaca tulisan yang ada di gambar itu, "kau mencoba menyemangatiku?"

"Tidak, itu kalimat untukku sendiri."

Felix mendongak menatap langit biru yang terlihat sangat cerah pagi itu. Seminggu yang lalu, tepatnya sehari setelah berita Changbin disiarkan, Felix segera meminta cuti pada Miss Kang dengan alasan ingin menenangkan diri. Untunglah Miss Kang mengizinkan asal Felix menyelesaikan gaun yang menjadi tugasnya terlebih dulu. Saat ini ia akan bebas setidaknya untuk sebulan ke depan. Dan hari ini, ketika ia mendapat informasi jika kondisi Changbin sudah mulai pulih, Felix segera datang ke rumah sakit tempat pria itu dirawat.

"Pinjam tanganmu," ucap Felix sembari berjongkok di samping kursi roda yang Changbin duduki.

"Kau punya tangan sendiri."

"Aku mau tanganmu."

Felix menarik tangan kiri Changbin yang tidak dipasangi infus dan menarik lengan baju rumah sakit yang pria itu kenakan. Pemuda manis itu meringis melihat bekas luka yang mulai kering disana. Ia segera mengeluarkan spidol dari saku celananya dan mulai menggambar sesuatu di tangan Changbin.

"Kupu-kupu?" Tanya Changbin pelan yang diangguki Felix. Tak berhenti sampai disitu, pemuda manis itu kembali menggoreskan spidolnya di tangan Changbin, menggambar bangau dan juga menuliskan namanya disana. Setelahnya ia mengelus pelan bekas luka Changbin.

Three Words [ChangLix] Where stories live. Discover now