Stressful

3.9K 362 124
                                    

Seorang pemuda manis dengan perawakan kecil dan rambut silvernya yang berantakan berjalan lunglai menyusuri koridor kampus. Sebelah tangannya membawa map plastik biru berisi setumpuk kertas yang diikat menjadi satu. Di cover tumpukan kertas itu tertulis nama Lee Felix.

Kaki Felix berhenti di depan ruang dosen dan ia diam sebentar disana. Ia merapikan rambutnya lalu menunduk dengan mulutnya bergumam membaca doa agar dilancarkan segala urusannya. Setelah itu ia mendongak dan tersenyum sangat manis sebelum kemudian tangannya bergerak membuka pintu ruang dosen. Kakinya berjalan ke arah bilik ruang dosen yang berada di ujung kiri dari ruangan itu.

Felix menelan ludahnya ketika disana ada seorang lelaki yang masih berusia kisaran awal 30an sedang duduk dan berkutat dengan laptopnya. Di depan mejanya terdapat papan nama bertulisan Seo Changbin. Felix mendekat kemudian mengucap salam sesopan mungkin.

"Permisi, Pak."

Dosennya mendongak dengan wajah ramah, namun ekspresinya berganti datar menatap siapa yang datang.

"Duduklah."

Felix segera duduk, lalu mengambil tumpukan kertas yang ia tali menjadi satu dan ia serahkan ke hadapan dosennya.

"Saya sudah menyelesaikan revisinya, Pak."

Dosen itu mengambil bundelan kertas itu untuk ia baca keseluruhan. Baru membuka beberapa halaman saja dosen itu menghela nafas dan menatap Felix dengan pandangan lelah.

"Kenapa kertasnya kosong semua?"

"Kata Pak Changbin kemarin lebih baik saya bersihkan saja skripsi saya. Ya sudah, itu sudah saya bersihkan agar tidak ada lagi tulisan yang kata bapak sangat berantakan," jawab Felix dengan mata yang berkedip polos.

Changbin tau, mahasiswanya itu sengaja melakukannya karena sakit hati dengan ucapannya setiap kali mereka melakukan bimbingan skripsi. Tapi mau bagaimana lagi, ia kan harus jujur tentang apa saja yang harus direvisi.

"Jadi, Lee Felix, saya tanyakan saja. Kemarin kau mengambil tema apa?"

Changbin mengalah, ia akan bicara lebih lembut pada mahasiswanya itu agar tidak ngambek lagi. Kalau Felix lama menyelesaikan skripsinya, maka ia juga yang akan dibuat pusing dengan tingkah aneh-aneh pemuda itu. Ia ingin segera menyelesaikan bimbingannya dengan membantu mengarahkan mahasiswanya itu. Ya meskipun ia melakukannya dengan setengah hati.

"Tema saya adalah membuat dosen pembimbing jatuh cinta pada mahasiswanya," jawab Felix dengan mantap.

Changbin terdiam. Apa perkataan kerasnya beberapa waktu lalu membuat psikis mahasiswanya terguncang? Ah tidak mungkin. Ia menggeleng pelan dan bertanya lagi pada Felix.

"Latar belakang skripsimu apa?"

"Dilatar belakangi fenomena saat ini dimana para dosen berbicara seenaknya pada mahasiswa dalam membimbing skripsi. Saat ini yang namanya budak cinta juga sedang marak dibicarakan para kaum muda. Oleh karena itu, jika mahasiswa dapat membuat dosen pembimbingnya mencintainya sampai di tahap budak cinta, maka dosen itu akan lebih lembut padanya."

Felix bicara panjang lebar sembari menatap lurus tepat ke mata dosennya. Changbin menghela nafas lalu memijat pelan pangkal hidungnya. Sepertinya Felix benar-benar sudah di tahap gila karena skripsi tak kunjung disetujui. Butuh piknik kalau kata anak muda. Padahal baru juga bab 1, sudah jadi begini saja.

"Lee Felix, tidak bisakah kau serius dalam melakukan bimbingan?" Tanya Changbin pelan.

"Saya selalu serius dalam melakukan bimbingan dengan Pak Changbin. Saya juga serius dengan ucapan saya untuk membuat Pak Changbin jatuh cinta pada saya," jawab Felix sembari menumpukan kepalanya pada sebelah tangan dan mengerling imut pada dosennya.

Biar saja, Felix sudah tidak peduli lagi jika dosennya akan marah lalu melaporkannya pada kepala jurusan. Felix sudah muak dengan skripsi ataupun dosen muda di depannya yang sudah menekannya dengan tidak berperasaan. Padahal setaunya dosen itu selalu baik pada yang lain, bahkan beberapa mahasiswa yang dibimbing dosen muda itu memiliki kesalahan yang lebih parah dari skripsi Felix, tapi dosen itu dengan sabar memberikan penjelasan. Kenapa pada Felix ia sangat keras?

"Apa yang menjadi beban terberatmu dalam melanjutkan skripsi?"

Changbin mengalah, ia akan memberikan konseling saja pada mahasiswanya yang satu ini. Kalau perlu ia traktir makan nanti agar anak itu sedikit baik padanya.

"Pak Changbin."

"Ya?"

"Pak Changbin yang jadi beban terberat saya dalam melanjutkan skripsi."

Kali ini Felix menatap Changbin dengan pandangan yang terlihat frustrasi. Sepertinya anak itu benar-benar sudah berada di batas kesabarannya.

"Sebenarnya saya ada salah apa pada Pak Changbin?"

Changbin mengalihkan pandangannya ke sembarang arah asal tidak menatap mata mahasiswa di depannya, setelahnya ia berucap dengan santai seperti pertanyaan Felix hanyalah angin lalu.

"Mana skripsimu."

Felix mengepalkan tangannya, kemudian dengan kesal ia mengambil bundelan kertas lain di dalam mapnya dan menyerahkannya ke hadapan Changbin. Dosen muda itu segera membacanya dan mulai mencoret-coret beberapa bagian yang masih harus direvisi. Felix menatap nanar ke arah skripsinya karena cukup banyak coretan yang diberikan dosennya. Setelah selesai, Changbin kembali menyerahkan bundelan skripsi itu kepada pemiliknya. Senyum miring muncul di wajahnya dan ia berucap dengan tegas setelahnya.

"Lee Felix, revisi."

Felix kesal hanya dengan menatap senyum miring dosennya itu. Kenapa semua orang selalu mengatakan dosen itu baik, padahal dosen muda yang kata orang dia tampan itu sangat menyebalkan seperti iblis.

Dengan kesal Felix mengambil kertas skripsinya dan beranjak pergi tanpa mengucap salam. Ia sudah tidak peduli lagi. Namun baru beberapa langkah mahasiswa berparas manis itu menghentikan langkahnya dan berbalik kembali ke bilik ruangan Changbin. Dosen muda itu menaikkan sebelah alisnya ketika melihat Felix berjalan ke arahnya, setelahnya ia terbelalak ketika tiba-tiba mahasiswa manis itu mendekatkan wajahnya sampai berjarak tak lebih dari sejengkal dari wajah Changbin. Sangat dekat bahkan sampai ia bisa merasakan hembusan nafas mahasiswa manis itu.

"Karma itu ada, I'll make sure to make you head over heels to me, Pak Changbin," ucap Felix pelan dan mengedipkan sebelah matanya dengan nakal setelahnya. Ia mengusap dada Changbin pelan kemudian pergi meninggalkan dosen muda itu yang masih terdiam.

Changbin menahan nafasnya, ia benar-benar terkejut dengan gerakan tiba-tiba dari Felix. Setaunya mahasiswanya yang itu adalah anak baik yang tidak pernah aneh-aneh. Meskipun tidak begitu aktif di dalam kelas, tapi pemuda itu tidak pernah terlambat mengumpulkan tugas. Untuk urusan skripsi, pemuda itu juga selalu tepat waktu melakukan bimbingan, hanya saja memang tulisannya banyak yang harus dibenarkan. Tapi sepertinya cara Changbin dalam memperlakukannya salah. Changbin pun tidak mengerti kenapa ia bisa keras hanya kepada Felix. Apa itu membuat pemuda manis itu jadi dendam?

Felix menghentikan langkahnya di depan ruang dosen yang sepi. Ia berkedip beberapa kali kemudian menjambak rambutnya sendiri. Tadi ia terbawa emosi, sungguh. Niatnya hanya ingin menjahili dosennya saja, tapi kenapa ia jadi menantang begitu. Mana dengan cara yang sangat tidak sopan. Sepertinya ia benar-benar sudah tidak waras sampai bisa bertindak seperti tadi.

"Aaaa bunda, aku harus bagaimana?"

Felix memasang wajah nelangsa. Setelah ini bagaimana ia harus menghadapi dosennya itu. Ia kan malu. Mana seenaknya mengusap dada dosennya pula. Rasanya Felix benar-benar sudah gila gara-gara skripsinya.








Seo Changbin dan Lee Felix.
All of the things that going around become so much stressful!
Changbin yang selalu terbayang dengan wajah manis mahasiswanya.
Dan Felix yang merasa gila dan takut menemui dosen pembimbingnya.









Nggak tau ini apa, semoga pada suka 😄

Three Words [ChangLix] Where stories live. Discover now