1. Pandangan Pertama

867 173 59
                                    


"Awal yang baru, hari yang baru, mari memulai kisah yang baru."
...

Happy Reading!!

📍Bandung

Terlihat seorang gadis sedang berbaring di tempat tidurnya sambil bermain ponsel dengan perasaan campur aduk.

Mengapa harus pindah? Mengapa tidak menetap saja di Bandung? Padahal orang tuanya akan pergi ke Singapura, tetapi mengapa mereka harus pindah ke Jakarta?

"Ya, Tuhan, Calista gak mau pindah. Berat banget kalo harus ninggalin Bandung. Kalau pindah, belum pasti bisa dapat teman-teman baik kayak yang ada di sini." Ia meletakkan ponselnya dan menghela napas berat.

Ting ... Ting ...

Alarm ponselnya berdering. Gadis itu sengaja menyetelnya agar tidak kelewatan berita yang ia lihat tadi siang.

"Astaga, gue lupa." Dengan cepat ia berlari keluar kamar dan menuruni anak tangga untuk tiba di taman belakang rumah.

Namun, saat melewati ruang keluarga, seseorang menegurnya, "Cal, kenapa lari-lari?" Dia selina. Wanita paruh baya itu adalah mamanya. Selina duduk di sofa bersama Reno, suaminya.

Calista memberhentikan langkahnya. "Belakang," jawabnya singkat, kemudian melanjutkan langkahnya. Sebenarnya ia sedikit kesal dengan orang tuanya itu. Ya, perihal kepindahan mereka.

Setibanya di taman ternyata ada Marcel, adik laki-lakinya yang sedang membuat lampion hijau. Mereka dua bersaudara.

"Marcel? ngapain lo?" Calista menyusul Marcel, duduk di bangku besi taman.

"Ngehitungin jumlah rumput liar," jawab Marcel asal tanpa menoleh.

Plakkk ...

Spontan Calista langsung menjitak kepala adiknya itu. "Lo kalo ditanyain bisa bagus, gak, sih, jawabnya?" cerocosnya ngegas.

"Ya, lo lihatlah, Setan! Gue lagi buat lampion ijo, nih, ijoo!! Gak bisa lihat juga? Buta warna?" Marcel bangkit dari duduknya, lalu menyodorkan lampion itu tepat di depan wajah Calista.

Posisi bangku taman berada di belakang posisi Marcel duduk tadi.

Calista langsung menepisnya. "Lo ada lihat bintang jatuh, gak?" Ia mengalihkan pembicaraan karena pertanyaan itu adalah tujuannya. Tadi siang ia mendapat berita dari browser bahwa malam ini diramalkan ada hujan meteor.

Memang Marcel juga melihat berita itu tadi siang. Ia menjawab, "Gak ada. Bohong itu, mah, ramalannya." Ia kembali duduk di atas rumput dan melanjutkan pembuatan lampion itu yang hampir selesai. "Makanya gue buat lampion, gantinya bintang jatuh."

Mungkin terlalu banyak mendengar kabar akan terkabulnya harapan ketika bintang jatuh, akhirnya mereka menjadi korban.

"Yah, gak jadi, deh, gue minta sesuatu," gumam Calista lesu.

Marcel menoleh ke belakang dan berkata, "Gue, kan, udah buat lampion, kita minta aja apa yang kita mau, terus terbangin, deh, nih lampion. Lagian berdoa gak harus dengan bintang jatoh, 'kan? Nah, buat lo." Ia memberikan satu lampion itu kepada kakaknya.

CALISTA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang