03 - 4 : Musuh dalam Selimut

216 14 1
                                    

Ratu Bonghwan tidak punya pilihan selain harus menghadap pada rajanya yang menyebalkan itu, tapi dia protes, “Kenapa hari ini kau datang lebih awal?”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ratu Bonghwan tidak punya pilihan selain harus menghadap pada rajanya yang menyebalkan itu, tapi dia protes, “Kenapa hari ini kau datang lebih awal?”

“Tentu karena aku merindukanmu, Ratuku,” jawab Raja Cheoljong, dengan menyebalkan, seperti biasanya.

“Chist. Kau lucu sekali, ya, hari ini? Sudahlah, kau pergi saja sana ke Balai Istana.”

“Pasukan Khusus,” sebut Raja Cheoljong, tiba-tiba, “Tidak adakah yang ingin kau katakan setelah mendengar kata itu?”

Hm? Permainan sambung kata, ya, maksudnya?

“Sus … sus,” Bonghwan berpikir, “Susah! Pergi sajalah, sana, ke Balai Istana.”

“Tentara,” sebut Raja Cheoljong, lagi, ‘mengajak bermain sambung kata’.

“’Ra’?” ada suatu kalimat yang terpikir oleh Bonghwan, tapi, “Walau bagaimanapun kau itu kan raja, gak mungkin aku mengatakannya.”

“Katakan saja, tidak apa.”

“Okeh, kalau gitu,” Bonghwan akan mengatakannya, dan yang ingin dia katakan adalah, “Raja bawel, banyak omong bener sih? Bacot, lu!”

Mendengar itu, Raja Cheoljong agak terhenyak dan menggeleguk. Dia pun ‘memuji’, “Oh, betapa kasar kalimat yang kauucapkan itu. Tak seperti yang kupikirkan, rupanya kau tidak hidup bahagia, ya, selama ini? Katakanlah segala keluh kesahmu itu padaku. Biar aku tak pergi ke Balai Istana malam ini.”

“Ah? Tidak, tidak. Aku gak punya keluh kesah,” Bonghwan langsung menolak, tentu saja, “Justru, kurasa, kehidupanku sangat sempurna belakangan ini, hm,” alasannya, mengarang-ngarang.

“Adakah kau bertemu seorang istimewa hari ini?”

“Apa, sih, yang ingin kau tahu?”

Apa saja yang kau dengar?,’ batin Raja Cheoljong, tapi, “Aku hanya penasaran tentang kegiatanmu, bagaimana kau menghabiskan hari, dan sebagainya,” katanya, berpanjang-panjang.

Dengan agak berpikir curiga tapi tak begitu peduli, Bonghwan pun menjawab, “Yah, sebenarnya ada sepupuku, sih, datang, tadi siang.”

“’Sepupu’?” Raja Cheoljong agak membelalak.

“Kim … Byeongin, gitu, namanya?”

“Ada apa dia menemuimu?” korek Raja Cheoljong, tapi, “Kok, rasanya aku seperti penjahat, ya, ditanya-tanya begini?” kata Bonghwan, tidak enak.

“Oh, itu hanya perasaanmu,” sergah Raja Cheoljong, lihai, “Aku hanya ingin tahu pula, apa yang terjadi pada kakak iparku. Mungkin ada yang bisa kubantu?”

“Hm, bukan apa-apa. Dia hanya berkunjung biasa saja untuk mengucapkan selamat atas pernikahan kita,” cerita Bonghwan, tidak begitu penting.

“Begitu rupanya. Jika demikian, aku bisa merasa lega,” kata Raja Cheoljong, agak mencurigakan. Lalu, “Tapi, mengapa belakangan ini rasa-rasanya kau jadi tidak menyukaiku, tidak seperti dulu?” Raja Cheoljong penasaran, akankah ‘Bonghwan’ terpancing untuk mengeluarkan kemarahannya akibat dari telah tahu bahwa semalam dia berusaha membunuhnya.

MR. QUEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang