Part 55

161 21 4
                                    

..

Andini POV

Aku buka mataku perlahan silau dari cahaya lampu kamarku membuatku mengingat kejadian beberapa waktu lalu dimana katanya aku pingsan dan langsung dibawa kerumah sakit bahkan saat aku sadar tanganku sudah terpasang jarum Infus dan perban yang menutupi lukaku terlihat bersih, ku lihat sekitar suasana kamar yang sepi membuatku bisa bernafas lega.

Pasti bertanya kan kenapa aku ada dikamar setelah bang arya sampai dan menginterogasi diriku, aku hanya berucap minta pulang tapi dr. melarang yang membuat aku harus melukai diriku sendiri dengan mencabut paksa infus di tangan ku dan barulah abang memberiku izin untuk aku pulang dan disinilah aku.

Semua orang tampak khawatir saat abang bilang jika aku pingsan dan dilarikan kerumah sakit bahkan kak Azizah langsung menelphone ibu dan bilang jika aku sedang sakit, membuat keluarga ibu datang beserta Mas Hafiz yang juga ikut datang.

Saat ini jam menunjukan pukul 7 malam sehabis isya semua orang belum ke kamarku, Aku meraih hpku yang berada di atas nakas dan menyalakannya. Setelah nyala hpku langsung banyak mendapatkan notip, aku tidak tertarik dengan pesan yang kemarin masuk tapi mataku malah tertarik dengan satu pesan yang baru dikirim sore tadi dan itu dari Gus Ali.

📩

Gus Ali                    📽        📞      📎

Assalamualaikum Andini, Syafakillah ya Laa ba'sa thahuurun inshaallah. Jangan pernah sakiti dirimu karna banyak yang ikut sakit karna itu.

Waalaikumsalam, Gus tau saya sakit? Dari mana?

Kami semua mengkhawatirkan mu, semoga saya bisa bimbing mu ya untuk kamu bisa lebih ikhlas dengan masalalu

Maksud Gus

✉️

Hanya centang biru tanpa ada keinginan untuk dibalas membuatku berfikir aneh, Kemarin membahas Mahar? Trus istikhara, sekarang bimbing? Sebenernya ada apa dengan Gus ini.

Saat aku sedang sibuk dengan hpku tiba-tiba pintu kamar terbuka dan masuklah abang yang wajah yang seperti tadi tidak berubah, ada sorot mata khawatir yang bisa aku lihat dimata abang.

"Adek sudah bangun?"tanyanya membuatku menatapnya.

Tanpa berniat menjawab aku pun hanya menganggukan kepalaku lalu abang duduk di tepi ranjang tapi jauh dari diriku,
"kenapa masih seperti ini si dek? "tanya Abang tanpa menatapku.

"kenapa malah lebih parah? Kenapa sampai adek bisa melukai diri adek sendiri? Kurang ya keberadaan abang untuk adek, abang gagal ya menjaga adek bahkan dari diri adek sendiri"ucap Abang membuatku menatap Abang, setelah abang mengucapkan itu aku menjadi ingat ucapan Yangti.

"apa abang sudah memiliki calon?"tanyaku menatap abang membuat Abang langsung menatapku tak mengerti.

"maksudku sudah ada kah calon istri Abang?"

"kenapa bahas itu, abang tidak lagi membahas itu dek saat ini yang abang bahas kenapa kamu sampai melukai dirimu sendiri. Galang dan Bibi  melihat pecahan gelas dikamar galang dan alasanmu tentang luka kecil ternyata luka itu karna pecahan gelas? "ucap Abang yang sepertinya menahan emosinya.

"itu gak sengaja pecah"jawabku.

"jawab pertanyaan abang, abang gagal menjaga adek dari diri adek sendiri? Yang abang pantau adalah sekitar agar sekitar tidak menyakiti adek tapi abang salah ternyata malah diri adek sendiri yang menyakiti adek. Kenapa dek? "tanya abang membuatku diam.

"lepaskan adek untuk seseorang yang bisa menanggung jawab untuk diri adek bang"ucapku seraya menundukan kepalaku.

"maaf jika karna aku abang menahan nafsu abang sebagai lelaki, aku berfikir. Oh ya ternyata aku egois kepada semua orang termasuk Abang dan bang Galang, bang Adek siap kok jika Abang ingin seperti kak Azizah yang menyempurnakan separuh agama abang"ucapku menatap Abang lekat.

"kenapa adek bicara seperti itu? Adek sudah tau, abang tidak akan segampang itu melepas adek dia harus menjadapatkan tes dari abang terlebih dahulu"jawab Abang membuatku tak faham.

"maksud abang? "

"kamu gak tau"

"tau apa"

"bukan apa-apa, Abang tidak ingin membahas masalah itu abang hanya ingin menghabiskan sisa waktu abang menjaga adek sebelum ada lelaki yang bisa menjaga adek lebih dari abang menjaga adek"ucap bang Arya membuatku diam.

"jangan melukai diri adek lagi ya, maaf jika selama ini kami selalu gagal menjaga adek"lanjut bang Arya membuatku diam.

Tiba-tiba pintu kamarku terbuka dan masuklah semua orang, benar-benar semua orang bahkan Mas Hafiz juga Nada masuk kedalam kamarku diiringi dengan datangnya dr. Rizal.

"bagaimana nona keadaannya? "tanya dr. Rizal.

"alhamdulillah sangat baik"jawabku.

"nona saya sarankan untuk istirahat dan tenangkan diri nona kalau bisa nona harus berkonsultasi kembali ke psikiater, saya takut nona semakin tidak bisa mengendalikan diri nona"ucap dr. Rizal yang ragu mengatakannya di depan banyak orang.

"aku bisa, aku gak butuh psikiater atau psikolog"jawabku dingin menatap dr. Rizal yang takut menatapku.

"maaf nona"

"adek, tidak boleh seperti itu nak"ucap Ayah membuat aku menatap Ayah.

"Yah, aku baik-baik ajah Yah. Aku sehat lalu buat apa aku ke psikiater"jawabku menatap Ayah.

"maaf Andini tapi psikiater lebih bisa memahami dirimu selain dirimu sendiri"ucap Mas Hafiz menatapku membuatku menatapnya marah.

"tau apa anda tentang diri saya, yang tau diri saya ya saya sendiri.. Aaaa keluar semuanya, Dini mau sendiri"ucapku berteriak seraya menutup kupingku membuat semua terkejut bahkan Ibu merusaha memelukku tapi aku menjauh.

"Tuan sebaiknya kita tinggalkan nona Andini sendiri"ucap dr. Rizal.

"apa tidak apa-apa? Saya gak mau terjadi sesuatu sama putri saya"tanya Ibu.

"Insyaallah gapapa"

Semua orang keluar dari kamarku dan disini lah aku dengan cahaya kamar ku matikan hanya lampu tidur yang menyala menyembunyikan tangis ku,
"aku gak boleh gila dengan ini semua, ayok An kembali seperti dulu loe bisa yuk semangat yuk jangan lebih banyak menyakiti orang"ucapku memberi semangat kepada dirimu sendiri.

❤❤❤

Jangan Tinggalkan Aku, Ibu! ( ON GOING )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang