Asavella 🍁10

129K 9.3K 256
                                    

Jangan lupa vote dan komennya❤️
Satu komen kalian berharga buat aku🍁

ฅ^•ﻌ•^ฅ

Jika dibuat ringkas pelajaran paling menyenangkan adalah pelajaran di saat jam kosong.

Tapi itu tidak berlaku untuk kelas yang sudah terpampang dengan kata EFEKTIF. Bagaimana kelas unggul yang disaring berdasarkan nilai tertinggi. Namun itu mustahil untuk Bagus yang bisa masuk melalui jalur orang dalam.

Otaknya tidak mempan untuk menguasai pelajaran biologi yang tengah dijelaskan oleh Bu Dewi. Wanita berbadan mungil dengan tinggi badan berkisar 147 cm. dengan ciri khas memakai kacamata serta rambut sebahu yang mengembang bagaikan rambut nenek.

“Bagus.” Suara Bu Dewi yang tiba-tiba memanggilnya.

Bagus yang sibuk mencari harta karun pada dua goa kecilnya menggunakan ujung pensil segera memberhentikannya. Dengan batin yang menggerutu. Baru juga dapet emas.

“Ibu manggil saya?” tanya Bagus sembari menunjuk dirinya sendiri.

“Saya manggil Dodit.”

“Loh bu, kok saya?” tanya laki-laki berkumis tipis dengan kulit semanis malika si kedelai hitam.

“Iyah kamu. Salah siapa duduk di depan, Bagus. Kepala kamu sama tinggi kamu menghalangi wajah Bagus. Sekarang Bagus duduk di depan Dodit.”

Bagus menautkan kedua alisnya. Bibir di balik masker tengah mengernyit.

“Saya duduk di depan Dodit? Duduk di pahanya gitu?”

“Najong mugoladolilhawaditsi!!!”

“Saya masih normal, Bu. Saya masih suka apem daripada sosis.”

"Plis, Ya Tuhan Yesus!" lirih Keci mendengar pembicaraan Bagus.

Bugh!

Bunyi Netflix itu berhasil terdengar dari perut Bagus yang baru saja dipukul oleh Dodit yang sudah berdiri di samping Bagus.

“Kok main tangan anda!” Bagus berdiri tidak terima namun tidak melawan.

“Cepet pindah.”

“Dih! merajuk kau? Cuma gegara gue enggak duduk di paha lo?” celotehnya sembari berjalan untuk bertukar posisi bangku.

Harta dan Tio yang mendengar kegaduhan Bagus hanya bisa menggeleng-geleng kepala sembari menutup wajah menggunakan telapak tangan. Sementara Keci, gadis itu masih menahan diri untuk tidak melempar buku tebal miliknya yang siap ia terbangkan untuk mendarat di wajah laki-laki di belakang sana.

Bu Dewi menghela napas kasar sembari mengetuk-ngetuk penggaris papan. Menatap tajam Bagus namun dihiraukan. “Bagus. Cepat duduk biar saya bisa melihat kamu.”

“Ibu suka sama saya?”

“Iya sih, saya akui saya tampan sekelas saudara kembar saya Song Kang dan Mas Ganteng Tokopedihati.”

“Tapi maaf bu, saya memang menyukai janda tapi saya suka janda seperti ibu saya.”

“Lo bacot lagi, istirahat lo tinggal nama,” ancam Keci yang menoleh ke belakang untuk memperingati Bagus—temannya.

“Lihat bu, janda saya di depan. Cemburu.”

Keci yang mendengar langsung melayangkan semua buku tulisnya tepat di wajah Bagus tanpa memberi ampun.

Suasana yang hening berubah menjadi gaduh untuk beberapa menit seusai Bu Dewi mengetuk papan dengan begitu keras yang sekali ini menggunakan tangannya.

ASAVELLA [TERBIT] ✓Where stories live. Discover now