Asavella 🍁43

71.5K 6.1K 232
                                    

21.35 wib

“Ketemu lagi di sekolah ya, Sa.”

“Jangan jadi asing di antara kita.”

Tio memberi senyum tipis Asavella seraya membantu gadis itu melepaskan helmnya. Sebagai bonusnya juga, laki-laki tersebut tidak berhenti menatap mata Asavella yang hangat. Sesekali juga ia mengusap puncak kepala Asavella.

Asa tersenyum hangat. Pipinya memerah bak kepiting rebus, sebab ia begitu malu ditatap lama. Ini terasa canggung dan membuat detak jantung gadis itu berdegup abnormal.

“Senyum terus ya, Sa.” Tio mengusap-usap pipi dingin Asa.

“Udahan, sana pulang. Udah malem nanti dibegal baru rasa, lo,” kilah Asa yang hanya untuk menghentikan sikap manis sahabatnya.

“Gue udah dibegal sebelumnya. Dan pelakunya tuh yang sekarang nyuruh gue pulang,” jawab Tio yang justru membuat Asa semakin tidak bisa menahan pipi merahnya.

“Geli anjir, lo bilang gitu.” Kekehan samar Asa kembali terdengar dan kali ini laki-laki yang sama di mana berhasil menciptakan kebahagiaan dengan cara yang begitu sederhana.

Namun, tatapan hangat Tio sekejap langsung menjadi sendu. Ingin sekali membawa Asa dalam rangkulan walaupun sesingkat mungkin. Tetapi, ia tidak ingin mencintai terlalu dalam lagi.

“Gue gatau Sa, hidup gue besok gimana kalau sosok lo enggak ada di samping lo. Gue bakalan kangen sosok lo.”

Asa mempoutkan bibirnya. Dengan gemas ia mencubit kedua pipi tirus Tio. “Besok ketemu kali, udah sana pulang. Ngegombalnya udahan. Suka banget bikin anak orang baper.”

Tatapan Tio semakin dalam. Seakan masuk pada netra Asa. “Kadang yang serius masih bisa lo anggep bercanda ya, Sa? Gapapa, kok. Sekali lagi, jangan pergi ya, Sa.”

“Kenapa, Yo? Kenapa gue enggak boleh pergi?” Asa melihat betapa lembutnya telapak tangan Tio yang juga terasa dingin itu—kini menggenggam—mengisi jari-jemari kosongnya.

“Sebab lo jadi alasan gue buat hidup. Dan mungkin, kalo lo keras kepala buat pergi. Gue pastiin, hari itu juga, nama gue akan lenyap bersama jasad gue,” jelas Tio yang sangat serius. Ia pun kemudian memakai helm kembali.

Bagaimana sekarang ia kembali menatap Asa yang tidak tersenyum lagi seusai mendengar kalimatnya. Tio kembali meredupkan senyuman Asavella. Tapi bagaimanapun, itu yang ingin disampaikan laki-laki tersebut kepada gadis yang begitu ia jaga tanpa mengulang untuk menyakiti kedua kalinya.

“Jangan dipikirin, sana masuk.” Sikap dinginnya kembali muncul ketika ia mulai menyalakan motor.

Gadis itu menurunkan pandangan. Tio yang melihat langsung memutar kedua matanya dengan jengah.

“Mana?” tanya Tio yang random dan harus membuat kerutan pada dahi Asavella harus muncul.

Asa mendongak, menatap kedua kornea cokelat milik Tio Mahardika. “Apanya?”

“Senyumnya, cantik. Hii, gitu, liatin giginya,” jawab Tio yang menarik paksa dua bibir ujung Asa menggunakan kedua ibu jarinya.

“Percuma gue senyum. Lagian enggak ada yang suka sama gue. Emang ada yang suka gue?”

Tio mengusap—memberantakan rambut Asa setelah mendengar kalimat konyol yang terlontar. “Ada yang suka lo. Cuma aja, dia bukan tokoh utama yang lo inginkan, bukan? Contohnya, gue.”

“Bunda gue pernah kasih pesan sama gue, Jangan pernah nyakitin perempuan yang kurang kasih sayang oleh ayah dan ibunya. Tapi buatlah gadis itu tersenyum dan jika bisa, jadikanlah ratu di masa depan lo, walaupun tidak harus memiliki,” kata Tio mahardika laki-laki dengan seribu mimpi benar-benar ingin membahagiakan Asavella.

ASAVELLA [TERBIT] ✓Where stories live. Discover now