Asavella 🍁46

75.3K 5.8K 174
                                    

Larian kecil pada tiap koridor untuk menuju UKS utama harus terbuang sia-sia. Seusai acara selesai, Saka Biru Pratama memilih untuk mencari sosok gadis—Asavella—yang entah dibawa oleh sosok laki-laki lain—Brian—di UKS lantai mana. Hingga pada akhirnya, laki-laki ini memutuskan menuju lantai dua dan tanpa permisi memasuki kelas 11 IPA EFEKTIF 1-A yang lima menit lagi akan memulai proses ujian harian.

“Langit di sini, nggak?”

Seketika monolog dari sebuah pertanyaan yang menggebu—membuat semua murid yang sibuk belajar dan memahami materi harus menghentikan kegiatannya karena Saka Biru Pratama masuk dengan seragam kusut—berantakan ditambah rambut acak-acakan.

Keci Van Dijk yang melihat merasa sesak. Bagaimana raut cemas Saka terpampang untuk Asavella. Bahkan, penampilan yang berantakan itu menambah suasana yang benar-benar khawatir.

Harta menutup buku tebal dengan rasa berat hati. “Lo bisa permisi dulu. Jangan samain kelas IPA sama kayak anak IPS yang enggak tau tata krama.”

“Lo tuli? Gue tanya Langit gue di sini atau enggak. Langit enggak ada di UKS utama ataupun yang lain.”

“Kalo Harta tuli, lo buta, Ka? Lo tau! Sasimo itu enggak ada dikelas unggul. Mata lo buka lebar-lebar coba? Lo terlalu cemasin cewe lemes kek Asavella,” ucap Keci yang risih dengan sikap khawatir Saka untuk Asavella.

“Keci, udah ….” Mutiara mencoba mengusap punggung sang kawan. Ia tahu benar, Keci seperti ini hanya terlalu terbawa api cemburu sampai membutakan untuk tidak memfilter tiap katanya. Sebab, Mutiara juga paham posisi ini.

Saka tersenyum miring seraya memutar bola matanya. Tatkala juga ia menggeleng samar ketika suara gadis itu mengatakan hal senonoh kepada temannya sendiri.

“Jangan benci Asavella karena cinta yang gagal lo dapetin, Ci,” ungkap Saka menatap datar gadis yang berdecak dengan membuang wajah.

“Gue peringati itu karena gue menghargai lo cewek, dan gimana rasanya cinta bertepuk sebelah tangan. Tapi lo juga harus buka mata lo, apa hasil dari lo benci Asavella, ha? Lo bisa dapetin gue gitu? Justru gue semakin jauh lo gapai kalo sikap lo kek gini.”

Perkataan Saka tidak hanya membuat diam Keci. Melainkan seluruh siswa di kelas 11 IPA EFEKTIF 1-A. Laki-laki itu pergi tanpa mendapatkan jawaban, justru rasa kecewa dari kelas tersebut. Ia membanting pintu kelas tersebut—membuat Harta dan Bagus memejam mata singkat untuk melihat situasi yang semakin kemari semakin kacau.

Gadis berparas blasteran Indonesia-Belanda mulai memejam mata singkat. Bukan karena dibentak Saka. Melainkan ia kecewa dengan dirinya sendiri.

Ia tidak ingin menangis. Gadis itu tak ingin terkecoh lemah oleh kata-kata yang melambung dari suara Saka Biru Pratama. “Gue enggak pernah mau benci sama Asavella, Tapi keadaan menyuruh gue buat benci segala hal tentang dia,” ucapnya yang begitu lirih.

ฅ^•ﻌ•^ฅ

Mereka kini berteduh di pohon besar yang berada di taman yang jaraknya tidak jauh dari rumah Asavella. Bagaimana Brian mengusap-usap lembut tangan Asavella yang sedari tadi bergetar tak ada henti. Asavella masih tremor.

Dan ya, Brian bukan mengajak Asavella ke UKS melainkan pergi dari area sekolahan—lebih tepatnya membolos. Karena Brian tahu, jika Asavella panic attacknya kambuh, ia tidak bisa tenang jikalau tidak berada di tempat sunyi nan sejuk.

“Masih gemeteran, ya?” Brian mengusap-usap hangat tangan Asa. Ini tidak separah tadi waktu perjalanan.

Asa mengangguk. Pikirannya kalang kabut. Bagaimana bisa ia diam untuk tidak memikirkan sosok laki-laki seperti Tio Mahardika. Wajah murung Asa membuat sendu laki-laki yang duduk lesehan di depannya.

ASAVELLA [TERBIT] ✓Where stories live. Discover now