Asavella 🍁27

82.3K 7.2K 521
                                    

Aku sudah abadi untuk mengatakan aku baik-baik saja.

-Asavella Sky-

ฅ^•ﻌ•^ฅ

Dunia terasa runtuh.

Tetapi, tidak mengisyaratkan semua akan berakhir untuk hari ini.

Asavella duduk –menatap kosong tubuhnya pada cermin persegi panjang yang berada di kamar. Padahal berulang kali, ada seekor kucing lucu yang merecok dan mencari perhatian darinya. Namun tidak ada pergerakan dari sang nona.

Kamar Asavella begitu berantakan bak kapal pecah akibat ledakan amarah dan menenggalamkan dengan tumpahan air mata yang kini mengering tak tersisa.

Beebee—kucing Asavella—berusaha merapikan ranjang kasur dengan sebisanya. Memungut beberapa kaca yang pecah dari vas bunga dan pigura. Ia berusaha membereskan tas ransel dan buku-buku tebal dengan sebisanya. Tak sampai sini, kucing jantan itu berusaha menarik kantong berisi serial kucing dan menuangkannya pada tempat makannya.

Hewan imut itu mendorong perlahan mangkok berisi sereal ikan dan mengarahkan pada titik sang nona yang masih menatap kosong. Kucing itu memperlihat raut sedih—mata bulat seperti  bulan purnama seketika berkaca-kaca.

“Meong, Meong.” Beebee berusaha menyuruh Asa makan dengan apa yang beri. Tapi nonanya tak menyentuh.

Kucing itu berlari kecil ke arah lain dengan kaki-kaki pendeknya. Mendorong kembali wadah berisi air minum perlahan-lahan memastikan tidak tumpah.

Tangan pendeknya menepuk-nepuk kaki kanan sang nona. Bahkan ia berusaha bersuara.

Meong.”

Kali ini kucing manis itu menyuruh untuk meneguk setidak sedikit dari air minumnya. Tapi sang nona hanya diam. Tersenyum kosong dan kembali memudarkan.

Meong.” Beebee berusaha melompat—duduk dalam pangkuan sang nona dan berharap tangan itu mengelus bulu-bulu halusnya. Sayang sekali, itu tidak terjadi.

Beebee memandang Asa dalam pantulan kaca dengan air mata yang menetes. Seakan ia tahu apa yang tengah dirasakan Asavella. Pilu yang membekas hingga fajar tiba. Kucing itu menangis. Menangis dan siapa sangka?

Kucing itu melihat semua dari atas.

“Adek?”

Spontan kepala Beebee terangkat, melihat sosok manusia yang datang dengan balutan dress hitam selutut.

“Ayo minum susu. Abaikan kata-kata papahmu. Mamah tahu, kamu enggak nyentuh apapun dari kemarin.”

Kuntira Diana. Ia berusaha mendekat. Ia melihat bagaimana anak bungsunya menatap kosong dengan sosok kucing yang kini menatap dengan air mata yang menetes.

Kunti mengelus bulu Beebee. Lalu tangannya ingin menyentuh sekali puncak kepala anaknya, tapi ia urungkan.

“Adek ....” Suara itu bergetar hebat. Ketika mata Asavella meliriknya dari pantulan.

Are you okay, baby?” lirih Kunti sembari tersenyum sendu.

Dua air mata jatuh dari kelopak mata Asavella bersamaan dengan air mata wanita yang menjadi lawan bicaranya.

“Maafin mamah ya, dek.”

“Maafin mamah ya, dek. Hidupmu hancur karena mamah.”

Air mata itu beradu deras tanpa jeda.

“Maafin mamah ya, dek. Enggak bisa jadi sosok ibu yang baik buat adek.”

Sesak.

“Maafin mamah ya, dek. Udah buat kamu menjadi anak yang seakan mamah enggak ingin kamu di dunia dan sering banding-bandingin kamu sama kakak mu.”

ASAVELLA [TERBIT] ✓Where stories live. Discover now