Asavella 🍁54

65K 5.7K 573
                                    

Bugh!                                                                         
Suara dentuman berulang kali bukan dari sebuah benda yang terjatuh atau terbentur dengan benda lain.

Tatkala terdengar jelas, jikalau itu suara berasal dari toilet—yang terlihat bagaimana kepala Asavella dibenturkan pada tiap pintu toilet. Tangan-tangan jahat menarik kasar surai dengan begitu erat—menyeret paksa tubuh Asavella dari kepala dan mengayunkan kepala gadis tersebut dengan keras hingga sekali lagi membentur tembok wastafel.

Sungguh, murka Asa membuatnya berani melawan—mencakar paha lawannya dengan kuku-kuku tumpul beserta kemarahan yang terlihat dari dua netranya—memerah—menahan air mata.

Sialnya Asavella harus merasakan dejavu sekali lagi. Bagaimana gadis-gadis di hadapannya meletakkan tangan Asavella di ubin toilet dan menginjak—menggesek-gesek fantopelnya pada tangan Asavella yang sudah berani melawan.

Sebelum semua terjadi, para gadis ini sudah berencana, memanipulasi Asa dengan berkedok jika Asavella dipanggil Kepala sekolah. Tetapi mereka menggiring Asavella pada toilet.

“Masih berani datang ke sekolah?” Suara gadis itu menginterupsi pendengaran Asavella.

Kepala yang terasa kunang-kunang dengan bibir bawah yang ia gigit begitu keras hingga menimbulkan luka berdarah. Ia lakukan semua hanya untuk tidak mengeluarkan tangisan atau rintihan di kala hal itu membuat sosok gadis bengis merasa puas.

“Hey, kenapa diam? Ayo nangis,” pinta gadis dengan tag nama Nada Laureine. XI IPA EFEKTIF 1.

“AYO NANGIS!!!” raung Nada di depan wajah Asavella dengan tamparan panas yang membuat bekas ruam merah pada pipi Asa.

“Nangis ASA!! NANGIS!” bentak Nada yang mencoba menginjak kembali telapak tangan kanan Asavella dan menggesek-gesek kembali.

Asa hanya menahan—meremas keras rok sekolahnya—memukul-mukul lantai ubin bagaimana semua itu memberitahu reaksi betapa sakitnya tangan kanannya.

“Nangis Asa! NANGIS!!” Tidak habis-habis ia berteriak nyaring pada ruangan toilet.

Asavella hanya menatap datar dengan mata yang terbasahi oleh cairan kental entah dari kapan mengalir melalui kening kepalanya. Baru juga keluar dari rumah sakit. Haruskah ia kembali untuk menjahitkan beberapa luka kembali? Sialan.

“Mana kantong hitam tadi,” ucap Nada pada teman-temannya.

“Nad, udahan yuk,” lirih salah satu gadis berkepang dua seraya memberikan kantong hitam yang entah berisi apa di dalam sana.

“Gak.” tolak mentah-mentah Nada. “Lo gatau, dia benalu! Dia sikopat! Dia pembully sadis! Dia pembunuh! Udah tiga korban dan dari ketiga itu teman kita tewas! Lo mau jadi korban berikutnya?” pekik Nada yang kemudian mengeluarkan sendok dari saku almamaternya.

“Tapi, Nad …”

“Tapi apa? Jalang kek ibunya! Sikopat kek iblis haus daeah! Anak durhaka! Dan pembunuh berkedok pembully sadis masuk sekolahan? Lo gamau kan jadi korbannya?” papar Nada menyuara bagaimana sebegitu menjijikkan dan sejahat apa Asavella di matanya.

Nada sekali lagi mendorong keras
Kali ini untuk gadis berkepang dua itu jatuh. “GUE GAMAU MATI!”

“TAPI LO BUAT GUE MATI BAJINGAN!!!” sambar Asavella yang mendorong Nada hingga terjatuh. Di situlah perlawanan terjadi kembali seusai mengumpulkan sekuat tenaga.

Nada yang tersungkur—langsung merasa emosi. Menendang perut Asavella dan membuat tubuh kurusnya tersungkur kebelakang.

“NGELAWAN LO! DIEM LO ANAK KURANG KASIH SAYANG! LO TAU APA HA!!”

ASAVELLA [TERBIT] ✓Where stories live. Discover now