Asavella 🍁50

65.3K 5.8K 229
                                    

“Yah, gabisa ketemu lagi, jadi ini ketemuan terakhir kita?” monolog Asavella dengan dua ujung bibir ditarik ke bawah yang justru disambut tawaan kecil dari laki-laki yang sedang melepas helm dari kepala Asavella. Sebab laki-laki itu baru saja bercerita jika malam ini pertemuan terakhir mereka dan akan bertemu kembali lusa. Harta harus pergi untuk suatu urusan hidupnya.

“Enggak, kok. Lusa gue bakalan balik lagi, nanti ngumpul lagi kita sama anak-anak yang lain, udah lama kita enggak ngumpul, pas besok ulang tahun gue,” jawab laki-laki itu dengan balutan senyuman hangat.

“Nanti,” Harta menggantung dan mencoba meraih wajah Asavella mengusap pipi gadis itu.

“Bilangin ke Ara ya, kalo kangen gue. Tinggal inget kalo gue suka muter-muter motoran gajelas, gue suka perpustakaan dan aroma buku, suka redvelvet, coklat juga suka, suka makan pinggiran jalan, dan suka warna hitam. Dan yang paling gue enggak suka itu ….”

“…ketika disepelein apalagi ditinggal dengan cara yang buat gue harus benci detik itu juga.”

“Sayang banget ya, sama Ara,” ucap Asavella tersenyum hangat. “Udah pamitan sama, Mutiara?”

Harta mengangguk. “Gue udah pamitan sama semua orang, termasuk … lo.”

“Dan untungnya juga, tadi kita selamat dari kecelakaan. Kita selamat.”

“Kita? Selamat? Sepeda lo ancur! Papah lo pasti marah,” tegur Asa yang kini geram dengan laki-laki yang tersenyum kepadanya. “Nanti lo pulang naik apa, ha?!”

“Habis ini ada mobil yang jemput gue. lebih gede dari motor gue."

"Lo nge grab?"

"Iyah ngegrabnya pakek mobil yang ada siren merahnya terus belakangnya keranda."

"Gak lucu anjir," celetuk Asa memasang wajah tak suka.

"Ini serius kita gabisa pulang. motor lo rusak parah anjir."

"Makanya bangun biar kamu bisa pulang," lirih Harta sembari tersenyum sendu.

"Bangun?"

Seusai mendengar kalimat dari jawaban Harta. Asa sekilas melihat dan kemudian memejam mata sejenak seakan silau benderang lampu mobil menyorot tajam padanya—membuka pelan matanya. Suara siren dengan lampu merah berbunyi keras di samping kiri. Ia mulai melamun sejenak dan berpikir. Padahal … ia merasa tadi jikalau ia tengah berdiri dan masih berbincang banyak hal bersama sahabat laki-lakinya.

“Mesin?” lirih Asa yang tidak kuat berbicara ketika dia merasa terlentang aspal dan atasnya bukan langit gelap yang sempat ditutupi awan tebal. Melainkan mesin-mesin besar dan samping kirinya ban besar yang menyeramkan tepat di samping kiri wajahnya dengan jarak lima jengkal.

“YANG CEWEK MASIH HIDUP! YANG CEWEKNYA MASIH HIDUP!!! TOLONG PAK!” teriakan bapak-bapak tua tengah berjongkok—mengintip bagaimana gadis itu berada di bawah kolong truk Asavella tengah mengerjap dengan tatapan kosong dan penuh kebingungan.

Seseorang berpakaian medis dan beberapa anggota polisi mendapatkan sorotan bingung dari Asavella. Bagaimana mereka bersusah payah meraih tubuh gadis itu untuk tidak ada kesalahan yang fatal saat proses pengangkatan. Bagaimana posisi kepalanya lima jengkal dari ban truk bagian belakang.

“Pelan-pelan, pastikan tidak ada kesalahan saat mengangkat tubuh korban, hati-hati!” peringat polisi ketika para medis dan beberapa warga membantu proses untuk bisa mengeluarkan Asa dari kolong bawah Truk.

Asavella masih kebingungan. Tatapannya kosong seperti bertanya, kenapa? Ada apa?
Perasaan tadi sudah di trotoar. kenapa di tengah jalan?

Disinilah hatinya hancur dan air matanya menetes ketika melihat ia berhasil dikeluarkan dari kolong bawah Truk gandeng bermuatan barang. Kedua sorot matanya berhasil menangkap sepeda hitam dengan seri plat B 9800 AH hancur tepat dilindas ban depan Truk hingga berpuing-puing. Kerumunan yang seketika menimbulkan kemacetan cukup panjang di persimpangan jalan raya.
Bibirnya bergetar hebat. Kita selamat.

“Kita? Selamat?” ulang Asavella dengan bibir berdarah. Kulit pipi yang mengelupas karena goresan bersama aspal jalan raya. “Kita?”

“Gimana kejadian bisa kaya gini? Beritanya simpang siur.”

“Iya tadi bilangnya si cewe yang meninggal. Ternyata cowoknya.”

“Kurang tau, tadi saya denger suara benturan keras terus saya lihat dua korban itu terpental sejenak si cewek hampir kelindes ban tengah. Tapi diseret refleks sama si cowok dibawa dalam dekapan.”

“Nah, gataunya mereka berdua malah keseret si cowok meluk nutupin wajah sicewek biar enggak keseret aspal. Pokoknya enggak bisa dijelasin. Ngeri-ngeri.”

“Enggak,” lirih Asavella menahan nyeri karena benturan kepala, memar di beberapa bagian tubuh dan kulit yang tergores aspal hingga mengelupas.

“Seharusnya bener. Soalnya si cowok hampir selamat cuma gara-gara nolongin si cewek.”

“Tabrakannya ituloh beruntun dahysat.  Avanzanya tadi menghindar buat enggak ngelindes tangan si cowok sampai banting setir nabrak tiang listrik. Tapi, naasnya si cowok refleks nolong si cewek.”

“ENGGAK!” jerit Asavella yang mencoba merangkak melihat tubuh laki-laki yang bersimbah darah tengah digotong perlahan oleh petugas medis untuk menuju mobil putih dengan siren yang suara yang begitu nyaring.

"nanti juga ada mobil gede yang jemput gue."

"...iyah. yang ada siren merahnya terus belakangnya keranda."

“ENGGAK! ENGGAK! ENGGAK, HARTA!!” teriak Asavella mengundang perhatian yang disaksikan banyak warga dan polisi—di mana gadis itu menarik salah satu celana kain petugas medis.

Petugas terpaksa meletakkan jenazah korban sejenak pada titik yang berusaha meraih tangan Harta yang bersimbah darah. Asavella tidak bisa mengenali wajah Harta kali ini. Jeritan histeris ketika wajah laki-laki itu sudah berubah. Di mana seakan ia terseret beberapa meter dari lokasi kejadian.

“TA! BANGUN! BANGUN! GUE HARUS NGOMONG APA KE MUTIARA SOAL INI!! BANGUN, TA!!!” teriak Asavella yang berusaha menggenggam tangan dari teman laki-lakinya tersebut tapi semua tidak ada respons baik.

"BANGUN! BANGUNN! ENGGAK TA, TADI MIMPI KAN! TADI CANDAAN KAN! KENAPA JADI NYATA!" Asa masih berusaha untuk berbincang raga Harta.

“BANGUN BRENGSEK!!” teriak Asavella sekuat tenaga di tubuh Harta yang tidak memberi respons.

“BANGUN, TA! BANGUN GUE MOHON!! UDAH CUKUP MAMAH SAMA TIO YANG NINGGALIN GUE! JANGAN LO JUGA! KALO GUE BERANTEM SAMA MUTIARA, BAGUS, KECI SIAPA YANG MENJADI PENENGAHNYA!! BANGUN BRENGSEK!”

Suara tangisnya terdengar menyayat hati. Semua orang yang menjadi saksi merasa iba dengan dua remaja yang berlumur darah namun salah satu harus melanjutkan hidup dan di sisi lain harus kembali pada sang pencipta.

“KATANYA MAU HUJAN-HUJAN BARENG GUE! NARI BARENG GUE! TAPI KENAPA HUJAN ITU HARUS TURUN DARI AIR MATA GUE! KENAPA, TA!! BANGUN! BANGUN!!”

“PAK! TO-TOLONG SURUH SAHABAT SAYA BANGUN! TOLONG SIAPAPUNNN!!!”

“TOLONG SURUH DIA BANGUN! KALOPUN PERLU NYAWA SAYA DITUKER DENGAN NYAWANYA. SAYA IKHLAS! ASAL COWOK INI BANGUN!” jerit histeris Asavella mendekap tubuh Harta dengan pecahnya air mata yang membuatnya berulang kali memukul-mukul aspal.

ฅ^•ﻌ•^ฅ

FINALLY update lagi

Next?

nanti malem lanjut part kalo ada yang bom komen🙀

ASAVELLA [TERBIT] ✓Where stories live. Discover now