Asavella 🍁65

71.8K 5.6K 831
                                    

Bukan masalah  apa yang telah terjadi. Membenci atau memberi dendam pada dunia tidak menjamin menghidupkan sosok orang yang telah pergi dari dunia yang penuh drama. Barangkali perihal ingin bersama, masih tersisa kenangan dan cinta sejati di benak yang menjadi titik tempuh perjalanan akhir dari sebuah kehidupan.

Yuga Claudius mengisi  jemari Asavella dengan genggaman lembut—gadis yang hanya diam dengan tempurung otak masih berlabuh dengan Brian Claudius. Terkadang senyum gadis itu terbit dan terkadang juga tenggelam di kala kenyataan menyadarkan jikalau halusinasi berjalan bersama Yuga sama dengan seperti bersama Brian.

Jarak langkah mereka yang sebentar lagi akan pada satu titik tujuan mereka harus terhenti sejenak. Asavella yang masih berjalan langsung tertarik ke belakang karena genggaman tangan Yuga. Barangkali Asavella berbicara tanya ‘ada apa?’ atau sekadar bertanya ‘kenapa berhenti?’ itu akan menjadi monolog dalam bab ini.

Tetapi gadis itu hanya menatap hangat netra Yuga yang di mana ia tatap adalah dua bola mata milik Brian Claudius. Senyumannya kembali terbit. Ini bukan soal mereka kembar dan memiliki visual sama, tapi ini soal bagian tubuh laki-laki yang ia cintai berada di hadapannya tengah menatap hangat tanpa ada kebencian.

“Langit,” panggil Yuga yang semakin menguatkan halusinasi Asa soal Brian. Lekukan kurva naik dari birai Asavella walaupun begitu singkat.

Asavella merajut dua langkah mendekat. Senyuman kali ini kembali terbit dengan kaki yang berusaha menjijit—menatap wajah Yuga dengan jarak dekat hanya untuk menelisik bola mata Yuga. “Bian.”

“Iyah,” balas Yuga seolah masih merespon secara tidak sadar. Bukan perihal ia sudah terlanjut melekat dengan karakter Brian atau ingin menjadi Brian. Ini hanyalah refleks. Ia pun juga menunda dialog yang seharusnya ingin sampaikan kepada lawan bicaranya.

“Terima kasih,” gumam Asavella yang membuat Yuga mempertemukan kedua ujung alis.

“U-untuk?”

Asavella berhenti menjijit. Ia menggenggam tangan Yuga yang ia rasakan begitu sama dengan tangan milik Brian. “Terima kasih untuk segalanya. Terima kasih sudah memberi satu perasaan yang tulus dan kemudian meninggalkanku dengan seribu trauma yang serius.”

“Dan hebatnya aku masih mencintaimu dan bisa tersenyum,” final Asavella membuat sosok Yuga bungkam.

“Aku tidak membenci caramu pergi tanpa pamit kok, bahkan aku enggak benci Kak Yuga yang telah bersusah payah menghidupkan karaktermu namun tidak dengan watak kamu. Tapi perihal untuk aku mencintai Kak Yuga … aku enggak bisa, Bian.” Asa menggeleng mengutarakan dengan begitu jujur jikalau sekali lagi pernyataan tidak akan bisa memberi cinta sejati atau menjatuhkan hati kepada siapapun.

Sekalipun sosok Yuga Claudius Permana begitu mirip dengan Brian Claudius Permana namun cinta Asavella hanya untuk Brian dan tidak bisa dipaksa ke sosok Yuga.

Yuga menerima kejujuran Asavella tanpa ada emosional. “Kamu tetap menjadi pemenangnya, Sa. Kamu cinta kedua dan terakhir dia setelah bunda.”

“Dan … pada akhirnya melepaskanmu adalah sebuah keharusan dan bukan kemauan atau kepaksaan.” Yuga menahan air mata dikala mengatakan kalimat ini. Sulit.

“Aku mau laporan sama kamu.”

Asa memiringkan samar kepalanya. “Laporan? Laporan apa?”

“Lapor kalau Saya Yuga Claudius Permana, Putra Pertama dari Gerald Permana, berhenti dengan segala tugas saya selama satu tahun menjadi Brian Claudius Permana. Sebab saya bukanlah manusia yang ingin diajak menua bersama oleh Asavslla. Dengan ini, saya, menyatakan mundur. Tolong diterima, laporan selesai.”

ASAVELLA [TERBIT] ✓Where stories live. Discover now