Asavella 🍁18

105K 9K 207
                                    

"Dimakan baksonya, nanti dingin," ucap Saka seraya menuangkan sekotak susu cair yang ia beli di toko terdekat untuk kucing Asa. Laki-laki itu mengajak Asavella untuk makan bakso jalanan yang lewat di seberang taman tepat sekali dengan hujan yang reda.

Hujan memang sudah reda, tetapi tidak dengan air mata Asa yang masih turun walaupun tidak terlalu deras. Laki-laki tersebut menghela napas. Ibu jarinya menepis air mata Asavella seusai menuang susu di mangkuk bakso bersih untuk Beebee.

"Udahan dong hujannya, kapan pelangi terbit kalau lo masih nangis?" Saka mengambil alih mangkuk bakso milik Asavella yang hanya di diamkan saja.

"Pelangi enggan terbit di kehidupan gue. Gue terlalu hanyut dengan kehidupan gue yang banyak masalah, banyak luka dan lebih banyak tangis daripada canda tawa."

Saka hanya mengangguk-angguk seakan paham, seraya tangan yang kali ini sibuk memotong bakso menjadi beberapa bagian. Menyendok-mengulurkan untuk Asavella. Tanpa refleks, Asavella menoleh, membuka mulut-mengunyah sepotong bakso kecil yang Saka beri kepadanya.

"Kehidupan gue terlalu suram, gelap, dan enggak bakalan lepas dengan luka."

Saka menyendok kembali bakso dan menyuapkan ke Asa. Secara refleks lagi gadis itu kembali membuka mulutnya. "Kisah gue terlalu pelik, ya?"

"Kisah lo itu paling sempurna, Sa. Punya kakak, punya orang tua yang lengkap, punya Brian yang sayang sama lo, teman-teman yang selalu khawatirin elo," ujar Saka sembari menyuapi kembali Asa.

Asa mengerutkan dahinya. "Enggak semua yang lo lihat itu begitu indah, Ka."

Asa tersenyum tipis, namun pandangannya sendu. "Bahkan banyak orang bilang, anak perempuan akan dijadikan ratu oleh ayahnya. Tapi di kisah gue tuh, gue cuma pembawa masalah."

"Papah pernah bilang, kehadiran gue setelah Jysa. Bukannya pembawa berkah malah menjadi pembawa masalah di keluarga."

"Dan barangkali memang apa yang di omongin orang benar, jika jodoh cerminan ayah. Maka gue putuskan untuk enggak memilih jodoh seperti papah gue, Ka. Cukup kisah gue yang pedih dan jangan keturunan gue."

Saka terkekeh pelan dan memberikan suapan bakso terakhir ke Asavella.

"Ka," panggil Asavella sembari mendongak-memegang jas hujan Saka ketika melihat laki-laki tersebut berdiri dan beranjak pergi untuk menuju ketukan bakso yang berada di seberang jalan.

Saka mengusap-usap kepala Asavella. "Sebentar. Gue enggak pergi."

Asavella melepas cengkeraman pada jas hujan Saka. Tersenyum tipis, membiarkan laki-laki itu beralih ke arah tukang bakso.

Asavella memandangi punggung Saka. Mengamati posisi laki-laki itu yang tengah membayar semangkuk bakso untuknya. Dan kini, ia kembali ke arahnya dan menempati janji jika ia tak akan pergi darinya.

Saka kembali duduk di samping Asa. Menatap Beebee yang bulunya juga sudah mengering. Kedua netra bundarnya beralih menatap wajah gadis di sampingnya yang ternyata memandangi dengan penuh kesedihan. Ia juga melepas jas hujannya dan menyampirkan pada tangan kursi taman. Sebelum ia memberi satu pertanyaan kepada Asavella.

"Pulang?"

Asa tersenyum-menunduk. "Pulang ke mana, Ka?"

"Gue enggak punya tempat pulang untuk istirahat."

"Tapi ... gue punya tempat pulang untuk membuat satu luka untuk tawa."

"Bahkan ... tempat pulang gue yang kedua sudah menemukan nonanya."

Saka membuang napas ketika air mata Asa kembali menetes walaupun ia tersenyum ketika menatapnya. Ia berusaha kuat membuat pondasi dari bendungan supaya tidak roboh walaupun ia sendiri akan merasakan rasa sesak.

ASAVELLA [TERBIT] ✓Where stories live. Discover now