Asavella 🍁66

78.4K 6.1K 2.3K
                                    

“Manusia adalah makhluk kecil paling serakah di urutan metagalaxy. Bumi saja dirusak hingga diminta bersujud atau memilih musnah karena gedung? Hingga diciptakanlah matahari buatan? Apalagi manusia lemah-lemah yang tidak memiliki pedang di tangannya?”

“Apa mereka tidak menyadari jika mereka makhluk gumpalan tanah namun arogannya seakan mereka derajat paling tinggi yang diciptakan dari api dan cahaya. Saling membunuh dan merusak. Menjijikkan!”

Monolog laki-laki bertopeng kelinci yang menyeramkan seraya menggerakkan benang gelasan yang membuat tubuh sosok gadis bergerak hingga darah itu tumpah. Bagaimana tidak benang gelasan atau senar layangan adalah benang paling tajam walaupun ke gores sopan. 

“Tidak semua manusia seperti itu,” sela gadis yang tengah seperti melayang menggunakan dress ballet warna putih angsa penuh darah—terlihat bagian kedua mata kaki di tali dengan senar pancing yang diganti dengan tali pramuka ditambah gelasan benar atau senar layangan. Tak hanya itu beberapa bagian tangan juga terlihat diikat. Sesekali merintih menahan sakit pada tiap kulit yang tersayat sehelai benang layangan yang terikat mati pada titik tubuh tertentu.

“Perempuan bodoh!” celetuk laki-laki bertopeng kelinci. “Perempuan egois! Manusia berakal bodoh adalah perempuan! Bagaimana tidak? Dari miliaran manusia penghuni neraka perempuanlah yang terbanyak.”

“Kenapa sosokmu masih mengelak kenyataan jika di dunia ini manusia begitu keji melebihi iblis?”

Asavella tersenyum kecewa. “Iblis masih tunduk  kepada Tuhannya, bukan? Dia hanya tidak tunduk kepada Adam. Tapi iblis di rumahku? Tidak memiliki Tuhan, bahkan, tidak takut dengan Tuhan.  Kematianku juga pernah dibelinya.”

Laki bertopeng kelinci itu mulai tertawa singkat. “Iblis yang menyamar menjadi seorang ayah? Ayah, ya? Ayah? Ayah bukan? Ayah yang memperkosa anak kandungnya sendiri, nafsunya yang menggeliat-liat seperti linta yang baru saja diberi segenggam garam. SETAN MENERTAWAKAN INI! HAHA!” tutur laki-laki bertopeng kelinci yang membuat kerutan pada dahi Asavella.

Bukankah perkataan sang bertopeng kelinci itu sama dengan perkataan saudarinya sebelum ia diculik—dibekap dengan bius dan tiba-tiba pada ruangan penuh dengan fotonya.

"Papahku emang jahat, tapi papahku tahu batasan," lirih Asavella di mana ia bergumam sendiri dengan dirinya.

“Lantas, bagaimana dengan laki-laki yang mencintaimu dan berani membunuh sosok ibumu dan sahabatmu itu?” tekan laki-laki bertopeng tersebut yang kemudian memotong tali senar yang sudah melukai kulit sosok gadis yang hanya bisa menatap nanar sosok tersebut.

“Laki-laki yang mencintaimu dengan begitu tulus tapi bertepuk sebelah tangan. Laki-laki yang menjagamu dan tidak peduli tangannya ternodai karena harus menjadi pembunuh untuk membekap orang-orang yang membuatmu menangis?” tanyanya penuh serius seraya mewadahi tiap darah Asavella yang menetes pada mangkok kecil berbahan aluminum.

“Aku tidak mencintai siapapun termasuk diriku,” ungkap Asavella dengan mata emosional memerah. “Aku bahkan tidak pernah menyuruh siapapun membunuh ibuku. Jika bisa bunuh aku saja. Jangan bilang ….” Asavella memutar memori bagaimana Bara mengatakan jikalau ia tidak melakukan hal keji atas kematian Kuntira. Apa ini jawabannya?

“Ya. Akulah pelaku dari kematian ibumu. Aku, mengirimnya dengan bekal dosa yang menjadi perjalanan terakhir. Akulah laki-laki yang ada di kapal berbeda saat itu, Asavella. Aku juga yang membuat kecelakaan hebat kala itu karena aku tidak menyukai sikap lemah Harta Javier."

"Harusnya ... aku lebih dulu membunuh Bara dan Yuga. Dua pria payah itu tidak perlu merasakan semua itu, Asavella,” sambungnya dengan santai. Jantung Asavella merasa sakit mendengar kebenaran ini.

ASAVELLA [TERBIT] ✓Where stories live. Discover now