Asavella 🍁63

80.3K 5.5K 552
                                    

Lamunan yang begitu lama membuat hening di sekitar.

Menatap nisan baru yang masih berwarna putih tulang. Tertera nama Brian Claudius Permana Bin Gerald Permana Putra. Lahir pada tanggal 9 Maret 2002 dan wafat pada tanggal 9 Agustus 2019.

Masih tidak mempercayai apa yang ditangkap oleh dua netra Asavella di kala nama yang sering ia ajak berbicara, sebut di setiap dialognya, ternyata sudah tertidur lama tanpa ia ketahui.

“Lihat .Gadis kecil yang membuat lo jatuh cinta untuk pertama dan terakhir kalinya setelah bunda udah datang untuk pertama kalinya ke sini, Bri. Lo bisa lihat dia, ‘kan?”

“Mas minta maaf, enggak bisa sembunyiin lo lama-lama dan maaf juga udah jatuh cinta sama langitmu,” monolog sosok Yuga menatap nisan Brian yang sekarang sudah diganti baru tanpa nama orang lain lagi untuk menutupi semua rencana yang ingin ia jalankan selama satu tahun lebih.

Asavella tengah menatap sendu tanah basah dengan aroma semerbak bunga tabur dari makam yang sudah rata dengan rerumputan hijau pendek sama rata yang menghias sempurna makam cantik laki-laki yang selama ini ia cintai.

“Kenapa perginya sendiri?” Dialog tersebut membuat Yuga menoleh ke arah Asavella yang ternyata memasang wajah kecewa namun tidak dengan netra sayunya di mana berusaha membendung sekuat tenaga air matanya untuk tidak jatuh.

“Kamu gamau jawab kenapa kamu pergi tanpa mengajak dsri setengah jiwamu?” Tatapan kosong Asavella penuh kecewa pada laki-laki yang sudah terlambat untuk bisa didekap kembali tubuh hangatnya.

“Dulu katanya mau sama-sama sampai tua, tapi kenapa kamu duluan sampai meninggalkan luka dan duka padaku?”

“Kamu kenapa sembunyin kematianmu? Dan sekarang aku mempertanyakan untuk mempersalahkan kenapa aku gaboleh lihat jasad mu untuk terakhir kali?”

“Ini siapa yang bakalan dengerin Aca cerita kalo Bian tidurnya lama banget di sini?”

“Aca mau cerita ke siapa lagi kalo kamu ga bangun gini?” oceh Asavella seorang sendiri yang ia lontarkan pada seseorang yang sudah tertidur diam di dalam tanah.

“Aca mau marah sama Bian. Tapi semua sia-sia,  itu gabakalan buat Bian bangun lagi,” lirihnya yang kali ini memilih untuk duduk, tanpa mereka sadar angin tiba-tiba datang dengan kencang dari arah barat. Dedaunan yang berada di samping makam Brian menggugurkan beberapa daun.

Dedaunan yang berjatuhan itu jatuh tepat berada di kepala Asavella. Yuga dan Asavella menatap langit-langit. Tatkala mereka mendapatkan beberapa tetesan air dari awan yang tidak terlalu menggumpal hitam seakan memberi isyarat sebentar lagi ini akan hujan.

Padahal saat perjalanan menggunakan transportasi kereta, di atas sana langit terlihat biru cerah. Manakala juga ketika dua remaja itu turun pada stasiun tujuan mereka langit masih begitu terik dan panas. Namun perjalanan selanjutnya pada tiap langkah akan sampai pada area pemakaman, awan kapas berwarna abu-abu pendar yang tak terlalu tebal tersebut datang tanpa diundang.

Yuga bisa melihat dengan jelas hujan sebentar lagi akan benar-benar datang. Namun di sisi lain, laki-laki tersebut menyimpulkan ini adalah sambutan dari Brian Claudius Permana.

“Sa, Bian suruh kita pulang,” lirih Yuga yang hanya mendapat helaan berat dari lawan bicaranya.

Asa justru memilih duduk menyilang dengan alas daun yang berguguran. Padahal daun yang berguguran masih bagus. Bukan daun yang kering seperti mati. “Bagaimana gue pulang sementara dia masih tidur?”

“Dan … pantas jika gue merasa udah mati dengan raga yang tidak terkubur. Sebab separuh dari jiwa gue udah pergi tanpa ajak setengah jiwa ini bersamanya.”

ASAVELLA [TERBIT] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang