Asavella 🍁12

105K 9.2K 768
                                    

Masalah itu tidak selesai begitu saja. Kedua gadis sedang ditangani oleh masing-masing dokter yang berada di ruang UGD.

Pintu UGD dijaga begitu ketat oleh kepolisian. Hanya ada keluarga dari kedua gadis tersebut beserta Brian yang masih dirundung rasa tidak percaya apa yang sudah terjadi. Dan menyesali soal bibir yang tidak bisa berhenti memperolok Asavella.

Sementara, hasil dari pemeriksaan Jysa lebih dulu selesai daripada Asa. Gadis itu juga lebih dahulu dipindah di ruang inap.  Dokter menjelaskan semua kepada polisi jikalau korban tidak mengalami luka memar, seksual ataupun penganiayaan keras lain. Hanya luka bagian dagu dan pipi yang sobek kecil akibat benda tajam. Sampai-sampai mendapatkan dua kali jahitan di tiap robekan.

Tak hanya itu, kepolisian juga mendapatkan informasi jikalau korban baik-baik saja saat ini, itu pun tidak mengalami trauma. Bisa menjawab dengan detail semua kejadian tanpa merasa gemetar.

Sementara di sisi lain, Asa masih berada di ruang UGD dokter bedah menjelaskan jika luka sang pelaku lebih parah daripada luka sang korban. Banyak luka kering yang di deskripsikan jikalau ini luka sebelum kejadian.

Selain itu, dokter yang menangani gadis bernama Asavella menginformasikan jika ia sudah sadar. Tatapan dari netra sabit itu begitu kosong. Dokter tersebut mengatakan jika gadis ini memiliki depresi sebelumnya dan trauma dari insiden ini. Hingga mengakibatkan mentalnya yang sudah tidak stabil.

Mendengar semua hasil, pihak kepolisian justru merasa kebingungan dengan kasus ini. Seakan terbalik dari perkara di tempat kejadian. Namun bagaimanapun masalah ini tidak berhenti dan ditindaklanjuti lebih dalam.

Hingga akhirnya, gadis tersebut juga mulai dipindah ke ruang inap yang bersebelahan dengan kamar inap milik Jysa. Namun bedanya, Asavella ditunggu oleh anggota polisi dan Jysa ditunggu oleh keluarga tercinta beserta sang kekasih.

Gadis itu tengah duduk di atas brankar. Menelisik ruangan dengan tatapan kosong. Melihat kondisi yang tidak bisa di kata ia baik-baik saja dalam fisik ataupun mentalnya. Kening gadis itu mendapatkan enam kali jahitan. Telapak tangan kanannya mendapat lima kali jahitan. Tubuhnya lebam-lebam memerah kebiruan. Tulang-tulangnya seakan sudah remuk di tempat kejadian. Hingga menyiksa jiwa yang seolah tengah mengambang.

Tanpa Asa ingin melihat siapa yang datang. Ia tidak tahu, jikalau salah satu polisi mendekatinya. “Mau minum? Sedari kemarin kamu tidak minum atau menyentuh makanan.”

Asa hanya menatap linglung sang polisi yang tengah membawa segelas air dan duduk di sisi brankar. Mata kanan memprihatinkan—membengkak terlihat menutup sampai berulang kali mengeluarkan air mata. Manakala gadis tersebut menerima tawaran polisi yang nyatanya diabaikan—kemudian membuang wajah ke arah lain tanpa menjawab sepatah kata.

Polisi tersebut hanya menghela napas. Kondisi pelaku jauh lebih terlihat memprihatinkan dibanding sang korban yang sekarang tengah menyantap makanan mewah dan bukanlah makanan rumah sakit.

“Dia ... kakak kamu?” tanya polisi tersebut secara hati-hati.

Asavella kembali menoleh perlahan. Bibirnya masih bungkam. Tapi tidak dengan netra sendu yang sedang mencoba untuk berkomunikasi.

“Kami tahu dia kakak kamu. Ini adalah informasi yang kami dapat dari pihak sekolah. Walaupun orang tua mu masih bungkam. Sekolah juga menginformasikan jikalau anda sering gaduh besar dengan kakak perempuan yang di mana statusnya adalah seniormu,” info polisi tersebut.

“Apa ada yang ingin kamu bicarakan kepadaku?”

Asa menunduk. Kenapa ia terasa seakan dirinya begitu lemah. Manakala ia benar-benar lemah, seharusnya ia sekarang sudah pergi ke nirwana. Namun ia memposisikan dirinya kuat dan baik-baik saja. Kecuali  dengan batin. Apalagi, ketika polisi ini menjelaskan mendapat informasi seputar dirinya melalui sekolah. Sudah jelas, namanya di sekolah menjadi berita hangat.

ASAVELLA [TERBIT] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang