Asavella 🍁19

111K 8.1K 1.2K
                                    

“Bun.” Suara laki-laki itu menggema dipenjuru ruangan. Mencari-cari ke sana kemari sosok wanita yang entah ke mana sedari tadi tidak menampakkan batang hidungnya.

Laki-laki itu terus memanggil—dan berhenti tepat pada dapur. Ia telah menemukan sang ibu yang tengah mencuci piring.

“Bun, Brian pulang.”

“Pulang malem banget, betah banget di makam.”

Brian hanya tersenyum kikuk.

“Udah ketemu cinta pertama kamu, ya?”

“Udah, bun. Bahkan, aku cerita banyak hal kepadanya. Lega tapi takut mengecewakan.”

"Sekalian mampir ke makam papah juga."

Riri tersenyum. “Yaudah. Mandi dulu, kak. Habis dari makam, bukan? Dicuci sekalian seragamnya. Bunda udah siapin nasi goreng iga sapi sama buah jeruk kesukaan mu,” balas Riri—Ibunda Brian yang tidak berniat sedikitpun menoleh ke belakang untuk melihat sejenak untuk menyambut sang anak.

Brian menghela napas gusar. Langkahnya pelan menghampiri sang ibunda—memeluk Riri dari belakang dan sesekali menyembunyikan wajahnya pada tengkuk leher sang ibu.

Riri tidak terkejut jikalau sang buah hati sudah seperti ini. Ia hanya bisa menghela napas.

“Mandi dulu, kak.”

“Bun, Brian habis jatuh.” Lihat, bagaimana sosok Brian dengan status pelajar SMA kelas 12 IPS yang akan menghadapi kelulusan tengah mengadu seperti anak kecil yang baru saja jatuh dari sepeda.

Riri membalik tubuh dengan tangan yang memendarkan dekapan Brian. Ia menatap wajah sang anak penuh air mata. Hati Riri sungguh tergores tiap pulang pasti anak ini menangis.

“Kenapa lagi, kak?” tanya Riri mengusap air mata sang anak menggunakan celemek yang ia pakai. Sesekali juga membenarkan rambut sang anak.

Brian hanya menggeleng. Birainya sudah tidak sanggup untuk mengatakan satu atau dua sepatah kata.

Riri melihat siku Brian yang sobek—berdarah kering dengan warna yang sudah menghitam. Riri, membalikkan badan Brian—membuka seragam sang anak, dan mendapatkan beberapa bekas lebam seperti benturan di bagian punggung. Hancur hati Riri. Riri langsung menarik Brian masuk ke dalam rangkulan. Mengusap-usap punggung sang anak. Tetapi sang anak melamun sejenak tanpa membalas pelukan sang ibu.

“Bun, Asanya Brian benci sama aku. Bun, Aku gamau jauh dari Asa,” cicit Brian yang mengadu ke Riri.

“Aku gamau Asa jauh dari ku. Asa, ngelarang aku dekat dengannya lagi. Bun, Asa udah suruh aku pulang ke Tuhan lebih cepat aku bisa terima, tapi aku gabisa terima Asa memutuskan pertemuan dengan ku.”

“Bun sakit jauh dari As—”

Sshht.” Riri meraih wajah sang anak dan mulai mengecup. Lalu, kembali untuk membawa dalam dekapannya.

“Dia bukan tokoh utama mu, nak,” lirih Riri menyadarkan Brian.

“Tapi dia peran pendukung yang hadir dalam hidupmu,” sambungnya.

Brian menggeleng ia tidak bisa menolak. Jikalau Asavella bukanlah sosok pertama yang datang dalam hidupnya.

“Asavella Skyrainy memang bukan tokoh utama yang hadir di awal cerita  kakak, Bun. Dia hanyalah seorang pelakon figuran sekaligus scriptwriter terindah dalam hidup ku. Aku banyak belajar arti kebahagiaan yang harus dibayar dengan satu luka, bahkan, aku bisa belajar menghargai hidupku dengan sangat sederhana.”

“Asavella Skyrainy scriptwriter terbaik setelah Tuhan dan Bunda dalam hidup ku.”

Brian tersenyum dengan air mata yang mengalir tak terlalu deras. Membayangkan betapa indah kehidupannya dihadiri sosok figuran yang seakan sedang berperan merebut posisi untuk menjadi tokoh utama dalam cerita Brian Claudios Permana.

ASAVELLA [TERBIT] ✓Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora