Asavella 🍁44

71K 6.6K 278
                                    

Lampu kamar yang tidak menyala dari semalaman menjadi saksi bagaimana sosok gadis yang terduduk diam dan menjadikan dua kakinya sebagai rangkulan dan tumpuan dari kepala yang sudah tak bisa ia angkat tegak karena tempurung yang menompa banyak luka.

Mata sembab yang baru terpejam beberapa menit harus terbuka perlahan. Ketika sinar matahari berhasil masuk melalui sela-sela gorden kamarnya.

Bahkan, suara decitan pintu kamar juga mulai terdengar. Seakan, ada yang membuka. Dan benar saja firasat itu, ada dua bayangan perempuan yang mencoba masuk.

Langkah kecil dari pemilik bayangan itu mulai mendekat. Menghidupkan lampu kamar Asavella tanpa permisi dari pemiliknya. Betapa ia mulai terkejut—jikalau kamar dari gadis yang mereka kunjungi benar-benar berantakan melebihi kapal pecah yang hendak tenggelam di makan samudra.

Serpihan kaca dari cermin berserakan dan begitu membahayakan. Bagaimana medali dan piala yang begitu berharga dihancurkan tanpa sisa. Piagam non akademik dan akademik yang Asavella peroleh penuh perjuangan juga sudah tidak berbentuk utuh lagi untuk menghias dindingnya. Potongan rambut juga berada di mana-mana bersama dengan gunting besar.

Keheningan menyapa ketiganya dengan saling berkontak mata. Asavella menghela napas berat—beranjak berdiri sedikit goyah untuk mengambil sapu.

Membersihkan beberapa serpihan kaca dan potongan dari rambutnya, sebelum ia mendekati Mutiara serta Jysa dan bertatapan sangat dekat.

Ya. Dua gadis berseragam menghampiri sosok gadis di mana potongan acak rambut, mata bengkak, tatapan hampa membuat mereka membungkam sejenak. Hingga salah satu dari mereka membuka jalan berdialog.

“Kenapa harus rambut, Vel?” lirih Mutiara yang tidak bisa mengungkapkan lebih jauh bagaimana surai Asavella yang kemarin Mutiara lihat sudah melebihi pundak kini terpotong hingga begitu pendek.

“Lo potong rambut lo? Lagi?” Jysa mendekat—memberanikan diri lebih dekat dengan saudarinya.

"Gue masih potong rambut, kak. Seharusnya kakak bersyukur. Karena aku, enggak potong umur aku kemarin," lirihnya untuk menyadarkan saudarinya.

Mutiara juga mencoba meraih puncak kepala Asa—memegang rambut gadis itu dan memastikan ini bukan rambut asli Asavella. “Vel …, enggak gini. Brian bakalan sedih.”

Asavella menyingkirkan tangan Mutiara dari rambutnya. “Inget, Ra. Gue musuh lo dan inget sebenci apa lo sama gue di sekolah. Lo juga mau jadiin gue korban manipulatif lo setelah Harta kali ini?”

“Enggak, Vel. Enggak,” tanggap Mutiara seraya melambai tangan cepat.

“Ca, Brian bakalan kecewa sama lo kalo Brian lihat semua ini. Brian bakalan gagal jaga lo. Jangan egois,” peringat Jysa menatap dalam mata saudarinya.

“Rambut lo udah pendek, kenapa lo potong lagi, ha? Nggak sekalian botakin rambut lo! Seberapa banyak rambut yang lo potong!” tegun Jysa yang sedikit kesal. Asavella selalu tertangkap basah Jysa tidak sekali dua kali memotong rambut tiap setahun sekali ataupun dua kali.

Jysa menatap kecewa. “Asal lo tau. Selain lo kecewain Brian, lo juga ngecewain mamah, Ca.”

Asavella terbungkam. Bagaimana saudari tertuanya ini tengah menyadarkan kesalahan yang di mana Asavella tidak bisa menyebut jikalau ia memotong rambut sebagai suatu kutukan kesalahn terbesar.

“Gue juga kecewa dengan diri gue di level yang hancur ini.” monolog Asa yang menatap balik penuh dalam dua mata yang mirip dengannya—di mana kini menjadi lawan bicaranya.

"Tapi, gue bahagia. Gue cuma potong rambut dan enggak potong umur gue sendiri," tambahnya sembari tersenyum dan anggukan samar.

“DAN FAKTANYA LAGI, RAMBUT GUE, ENGGAK AKAN PERNAH PANJANG! PUAS?” oktaf yang rendah melambung tinggi dengan tatapan penuh amarah ke arah sang kakak.

ASAVELLA [TERBIT] ✓Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum