1. Quon

44.4K 2.5K 17
                                    

Vighę terletak di balik tebing-tebing yang ujungnya saling bersahut-sahutan. Dua sungai besar mengapitnya. Bagaikan perisai, sungai Tiberi dan Riget memiliki arus yang deras pada perbatasan. Akan tetapi apabila memasuki kerajaan yang elok itu, aliran sungai kembar menjadi jinak. Air yang jernih berwarna biru kristal, kabarnya menyerupai manik mata sang Putri perak.

Varoscar memandang permukaan air yang beriak di bawahnya. Langkah Nii—kuda yang dia tunggangi—membuat air Riget bergejolak. Laki-laki itu pun tidak bisa berharap air akan memantulkan wajahnya dengan baik. Setelah empat hari perjalanan dari Kith, Var akhirnya sampai di Vighę. Tempat itu jauh dari dugaan awalnya.

Var pikir Vighę adalah kerajaan yang muram. Tempatnya nyaris terpencil dengan tebing-tebing curam di sekelilingnya, juga dikeliling sepasang sungai yang besar. Meski begitu berkatnya, Vighę menjadi wilayah yang amat terlindungi. Mungkin kerajaan itu menjadi satu-satunya wilayah yang sangat sukar ditaklukkan oleh kerajaan musuh yang ingin memperluas daerahnya.

Satu-satunya akses masuk Vighę adalah gerbang Xerokh. Dindingnya terbuat dari baja dan beton dengan penjagaan yang ketat. Terdapat bagian khusus pemeriksaan ketika mereka kedatangan tamu-tamu asing. Selebihnya, sekeliling tempat itu menjelma seperti pasar dadakan.

Var mendongak. Tinggi gerbang itu mungkin sekitar seribu lima ratus kaki. Hampir mustahil dimasuki penyusup—kecuali disebabkan oleh kelengahan prajurit penjaga.

"Kemarikan suratmu." Rife yang telah turun dari kudanya menjulurkan tangan pada Var. Var lalu mengambil gulungan perkamen dari balik jubbah kemudian memberikannya pada laki-laki itu.

Rife membawa dua gulungan. Dia kemudian mendatangi sekelompok prajurit yang berkumpul dalam tenda khusus pemeriksaan. Var melihat beberapa dari mereka mengerutkan kening. Ada semburat ketidaksukaan dari wajah-wajah dengan tubuh berbalut baju besi itu, meski pada akhirnya mereka membiarkan Var dan Rife masuk.

"Cukup sekali ini saja," ujar Rife yang telah kembali menunggangi kudanya. Kedua laki-laki itu bergerak beriringan. "Selain penjaga-penjaga itu juga orang-orang akademi nanti, tidak ada yang perlu tahu kalau kita berasal dari Kith."

Peringatan Rife bukan tanpa alasan. Hubungan Vighę dan Kith tidak bisa disebut baik. Hubungan kedua kerajaan ini memburuk saat Putra Mahkota—satu-satunya keturunan Raja Vighę meninggal dunia. Entah siapa yang menyebarkan rumor pahit itu. Kabarnya pangeran dibunuh oleh prajurit Kith yang semena-mena. Tentu saja, Raja Kith membantah keras semua tudingan. Dan sampai sekarang pemilik panah yang menembus tubuh Putra Mahkota Vighę masih menjadi misteri.

Hiruk pikuk jantung Vighę membuat Var meragukan krisis yang santer dibicarakan kerajaan lain. Tempat itu masih begitu hidup. Semua roda segi kehidupannya masih berjalan stabil—entah sampai kapan.

Rife menuntun Var ke sebuah penginapan di mana mereka bisa meletakkan barang dan menitipkan kuda. Laki-laki itu kemudian mengarahkan Var berkeliling berjalan kaki.

"Vighę bukannya tidak memiliki pilihan. Dari yang kudengar, apabila raja turun tahta nanti, masih ada Perdana Menteri Burö yang akan menggantikannya," papar Rife sambil melempar-tangkap sebutir apel.

"Maksudmu kudeta?" Var mengernyit.

Rife menggeleng. "Burö adalah pria yang loyal pada keluarga raja. Dia tidak terlalu berambisi menjadi orang nomor satu. Tapi tentu saja kerajaan-kerajaan lain akan setuju berpendapat kalau dia seorang pencipta taktik perang yang hebat. Dia bisa melakukan kudeta dengan mudah."

"Bagaimana dengan Raja Vighę?"

"Entah dia menyukainya atau tidak, yang pasti orang tua itu harus memahami kalau dia tidak memiliki pilihan lain."

Silver Maiden [Terbit]Where stories live. Discover now