32. Water Crystal

7.1K 766 60
                                    

Cyde keluar dari balairung istana Raveann. Setelah beberapa saat mendekam di sana untuk mendampingi Argent, dia memutuskan enyah. Argent, Raja Raveann-Ranezarr dan putranya, Pangeran Negrissar terlibat pembicaraan serius. Argent terlihat tenang meski Cyde tahu dia berusaha menyembunyikan emosinya mati-matian. Selama pembicaraan tadi pun, Cyde memiliki firasat jika mereka benar-benar tidak memiliki niat menyembunyikan Silvana.

Terlebih melihat keadaan Ranezarr. Pria tua dengan rambut dan janggut yang telah memutih itu sedang dalam kondisi yang lemah. Sementara Negrissar begitu ciut saat menemani ayahnya. Mereka tidak sedang bersandiwara. Masalah keduanya sudah cukup membebani ditambah persoalan pelik lain yang merundung Raveann. Selain hilangnya Silvana, Cyde pun telah mendengar perihal soal perompak yang menguasai perairan Raveann dan Kith.

Cyde melangkah pelan. Sesampainya di gerbang depan istana, Kia ternyata telah menantinya.

"Aku tidak melihat Dalga." Kepala asrama Cith itu tidak lagi tampak setelah menuntun Argent dan dirinya menghadap Ranezarr. Raut mukanya juga tidak berbeda dari wajah-wajah suram penghuni istana lain. "Di mana dia?"

Kia menggeleng pelan.

Menghela napas panjang, Cyde melewati Kia. Tidak ada yang bisa dia lakukan menyoal benaknya yang berubah keruh semenjak kabar Silvana menghilang. Sekarang setelah dia menginjakkan kaki di Raveann, Cyde tidak tahu siapa yang musti diawasi seksama.

"Aku tidak bisa begitu saja menyerahkan pencarian ini," katanya. Dia lalu menoleh pada Kia. "Silvana tidak boleh sampai jatuh ke tangan yang salah. Akan kubunuh siapa pun yang memperalatnya. Karena itu, kau dan aku sendiri yang akan mencarinya. Kita akan berpencar. Kau keberatan?"

Kia berkedip pelan, secara tidak langsung menyanggupi ide Cyde.

"Kita tidak akan berhenti sebelum menemukannya." Kepala Cyde berpaling, memandang wilayah Raveann yang luas. "Jika aku atau kau menemukannya, kita harus saling memberitahu."

Apabila Kia memiliki seekor rajawali sebagai pengantar pesan, Cyde memiliki seekor burung hantu dengan paruh tajam, layaknya rajawali. Bulu di atas kepalanya berbentuk seperti mahkota. Jenisnya merupakan salah satu predator yang ganas saat berada di udara.

"Aku tidak takut pada apa pun." Cyde mengepalkan tangannya kuat-kuat-bunyi tulang yang beradu terdengar. Pandangannya nyalang, membayangkan apa pun, atau siapa pun yang menjadi otak hilangnya Gadis Perak. "Aku akan membawanya kembali-bahkan jika nyawaku taruhannya."

***

Silvana mendesah-entah sudah berapa puluh kali pagi ini. Bosan, dia memilin-milin tangkai gabah yang menjadi alas tempat tidurnya di bangsal. Sampai semua ujung gabah itu berubah keriting, wajah Var dalam benaknya tidak juga enyah. Padahal berulang kali Silvana katakan padanya jika dirinya tidak sedang berusaha melarikan diri.

Silvana yakin sekali kalau laki-laki itu mendengarnya. Tapi apa yang dilakukan Var selanjutnya seperti menganggap kata-kata Silvana hanya sekedar angin lalu. Laki-laki itu mencengkeram lengannya, menariknya cepat keluar dari istal lalu memarahi prajurit penjaga yang lalai. Dia kemudian menyuruh mereka memasukkan Silvana lagi ke dalam bangsal.

Perangainya buruk, batin Silvana yang meraup gundukan gerabah keriting yang telah dia buat. Gadis itu berjengit ketika seorang pelayan memasuki bangsal. Seorang wanita paruh baya dengan gaun merah muda lusuh. Setelah membagi-bagikan makan siang pada tawanan yang lain, dia beralih ke jeruji Silvana. Kali ini menunya bukan bubur maupun sup. Silvana melihatnya meletakkan bungkusan kertas yang panas.

"Makanlah, Nak," ucapnya ramah.

Sambil tetap menatapnya, Silvana mengambil bungkusan itu. Dia mengeluarkan bulatan putih yang bertekstur empuk, bahkan masih mengeluarkan uap. Roti? Silvana mengerjap. Baru kali ini dia melihatnya. Dia pun memberi wanita tadi pandangan penuh tanya.

Silver Maiden [Terbit]Where stories live. Discover now