20. Petals

11K 1K 116
                                    

Clao melayang di tengah-tengah gedung spiral memanjang bagaikan pagoda. Tempat itu disebut sebagai pusat kekuatan spiritual di Gihon. Tidak sembarang orang bisa masuk ke sana. Beberapa pelayan yang keluar masuk tidak sepenuhnya manusia. Mereka lebih cocok disebut boneka, dengan tubuh manusia. Dalga saja hanya dua kali masuk ke sana, itu pun dengan kesadaran yang seolah hampir-hampir menguar.

Tempat itu sangat tersembunyi. Segelnya sendiri serupa dengan mantera yang menyihir tempat dikurungnya Gadis Perak. Tidak bisa dilihat dengan mata telanjang, dan juga butuh cara yang agak rumit untuk masuk ke sana. Akan tetapi Clao menjadikan tempat itu sebagai "sarang".

Alis laki-laki itu mengernyit sekilas menyadari seseorang ada tidak jauh dari Harbutari—nama bangunan pagoda tersebut. Clao mendongak. Bola mata hitamnya melebar dan bergerak-gerak sembari menatap ke langit-langit. Senyumnya mengembang. Dia lantas keluar dari pagoda, menuju atap kerucut di paling atas. Seseorang itu rupanya berpijak pada sudut yang paling lancip.

"Halo, kau..." Clao menyapanya sembari mengitari laki-laki itu—Kia. "Apakah kau ke sini akhirnya untuk mengucapkan terimakasih?"

Kelopak mata Kia berkedip pelan. Sepasang bibirnya akan terus mengatup rapat meski dia ingin sekali mengucapkan sesuatu. Dia tidak bereaksi saat Clao melayang dan memutarinya—memperhatikan tiap detil dari tampilan laki-laki itu. Namun saat wajah Clao memandangnya persis di depan wajah Kia, sorot laki-laki sunyi itu beringsut.

"Aku anggap itu sebagai iya," kata Clao lalu tersenyum lagi.

Kejadian beberapa waktu yang lalu yang mana melibatkan empat kepala asrama sekaligus sangatlah runyam. Kia tahu harus ada satu di antara mereka yang turun tangan. Karenanya, Kia menjadi penuntun bagi Var, juga Clao—meski bukan berarti Kia tidak bisa membantu. Begitu banyak yang Kia sembunyikan dalam kesunyian.

"Bagaimana kabar Silvana?" tanya Clao penuh arti. "Apa dia tahu kalau yang dilakukannya adalah kejahatan yang sangat serius? Apa dengan tubuh itu kalian yakin bisa menemukan pengantin yang setara?"

Pangeran Mikhail adalah pendamping yang sepadan dengan Silvana Burö yang penuh kekuatan mematikan. Hancurnya sepertiga Vighę kurang lebih setahun yang lalu sebenarnya masih dalam lingkup keberuntungan. Kalau saja Dominic Foquiz, Argent Burö, dan Raja Vighę yang masih berkuasa tidak ada, gadis yang tidak bisa mengontrol kekuatannya itu akan melenyapkan Vighę sampai tidak bersisa. Kecuali para siswa Diamond, Argent, dan Raja Vighę, mereka tidak tahu kalau Dominic hampir saja tewas. Luka permanen ada dalam tubuh pria itu.

"Aku penasaran sekali pada laki-laki itu... Dia anak Kith kan?" Clao mengusap-usap dagu. "Apa yang sebenarnya kalian pikirkan dengan anak ingusan itu? Dia bahkan belum selangkah pun mendekati kekuatan kepala asrama."

Kia tahu. Namun dirinya bertekad tidak akan berhenti mencoba. Demi Gadis Perak—supaya dia tidak dibunuh secara tidak adil, mereka harus mempertimbangkan segala kemungkinan yang ada.

"Oh, astaga... kau benar-benar jatuh cinta pada gadis itu," sindir Clao yang terkekeh.

Tidak, jawab Kia membatin, menyangkal kata-kata Clao. Perasaan Kia pada Gadis Perak jauh lebih dalam dari itu. Harga yang harus Kia bayar lewat senyum penuh kasih yang pernah Silvana berikan padanya.

"Kia nama yang manis. Kia temanku.. aku bisa mendongeng sambil menunggu Mikhail datang."

Padahal selama ini orang-orang tidak berani mendekatinya karena ketakutan. Kia tidak peduli meski gadis itu tidak takut karena tahu Kia tidak bisa melukainya dengan mudah. Berkat Gadis Perak, Kia pun bebas pergi ke mana pun yang dia mau—tentunya dengan melindungi sosok Gadis Perak—apa pun wujudnya.

Dan tidak ada yang lebih mengejutkan mereka apabila tahu, satu serpihan berlian yang tertanam di punggung Kia. Cape putih yang dia kenakan telah cukup memberitahu perannya di Gihon.

Silver Maiden [Terbit]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora