Extended Chapter: Kia

3.9K 438 23
                                    

Awal mulanya, makhluk dengan bulu abu-abu itu tidak memiliki nama. Di tengah dinginnya angin yang mengembus masuk gua, dia menunggu. Perutnya menggerung lapar. Sebisa mungkin dia tahan saat duduk meringkuk menekuk empat kakinya. Berjam-jam dia menanti, namun induknya tidak kunjung kembali.

Baru saja berhasil terlelap, aroma kental menusuk tertangkap oleh hidungnya yang peka. Dia berjengit waspada. Bau darah yang dia cium bukan berasal dari hewan buruan yang lezat. Tubuhnya bergerak-gerak resah mengenali bau yang familiar itu.

Induknya telah kembali. Seekor serigala abu-abu dewasa yang besarnya tiga kali lipat tubuhnya. Dia pulang tanpa membawa daging buruan. Lebih mengenaskan lagi, sang Induk kembali dalam keadaan terluka. Enam panah tertancap di tubuhnya, salah satunya mengenai persis sendi kaki belakang hingga dia kesulitan berjalan. Selebihnya, bulu abu-abunya terkotori darah dari luka sayatan yang menganga.

Sang Induk menggerung pilu—sadar akan kematiannya yang sudah dekat. Susah payah meloloskan diri dari kejaran orang-orang yang memburunya, dia hanya ingin melihat putranya untuk yang terakhir kali sebelum ditelan kegelapan panjang. Dalam bisikan yang lirih, dia berucap pada anaknya supaya memakan tubuh ibunya. Dia meminta maaf karena tidak sanggup membawakan daging rusa untuk malam ini.

Serigala kecil awalnya menolak keras. Dia melolong meminta ibunya supaya bertahan dan sembuh. Sementara sang Induk berusaha memulihkan diri, dia memutuskan akan pergi berburu untuk makan mereka berdua. Tragisnya sebelum menerima persetujuan sang Induk, serigala kecil melihatnya telah menutup mata untuk selama-lamanya.

***

Terlunta-lunta, serigala yang masih amat muda itu melakukan berbagai cara demi bertahan hidup. Setelah berulang kali berada dalam posisi yang terdesak, geraknya menjadi semakin lincah. Setiap berhasil membunuh mangsa dan mengkoyak dagingnya, dia terus berpikir bagaimana cara untuk membalaskan dendam sang Induk.

Malam itu, serigala muda kembali berburu. Dia berusaha tidak bersuara sewaktu mengintai seekor bison. Tapi siapa sangka, bison itu sengaja dijauhkan dari rombongannya. Serigala muda masuk dalam perangkap. Bukan dengan jaring, tubuh besarnya dilumpuhkan. Orang-orang berjubah putih itu memasang segel berupa tudung yang transparan dan berpendar. Tudung itu membuat sang Serigala meraung-raung kesakitan.

"Serigala abu-abu yang beberapa waktu lalu kita buru rupanya memiliki anak," ujar salah satu dari mereka. "Sayang sekali kita kehilangan jejaknya."

Napas sang Serigala memburu. Dia terus-terusan memberontak dan menggeram, tapi apa daya, cenayang-cenayang itu lebih kuat. Serigala macam dirinya merupakan jenis yang amat langka. Tampaknya mereka tahu potensi kekuatan besar yang kaumnya simpan sehingga begitu gencar memburu.

"Kita harus membawanya ke Raveann sesegera mungkin. Tapi kerangkengnya butuh waktu untuk sampai ke sini."

"Di mana harus kita sembunyikan dulu?"

"Bagaimana kalau ke manor Burö? Perdana Menteri punya tempat yang luas."

"Kau sendiri tahu suasana hatinya tidak begitu bagus sejak kita menyegel anaknya seminggu yang lalu."

"Tidak ada pilihan lain."

Mereka kemudian menidurkannya untuk waktu yang lama. Seluruh inderanya dilumpuhkan. Dia hanya merasakan kantuk yang begitu hebat lantas diselimuti kegelapan untuk waktu yang lama.

***

Kelopak matanya terasa amat berat. Nyaris saja kantuk mengalahkannya lagi ketika bunyi sesuatu yang menggesek dedaunan kering menyeret kesadarannya paksa. Mulanya dia hanya bisa memandang suasana temaram—seperti siang hari yang diselimuti awan yang terlampau tebal. Netranya mengerjap-ngerjap sukar saat menemukan satu titik yang berpendar.

Silver Maiden [Terbit]Where stories live. Discover now