8. Rendezvous

12.9K 1.2K 11
                                    

"Yang Mulia, Tuan Burö datang menghadap." Kasim istana mengumumkan kedatangan seorang pria.

Tubuhnya tinggi tegap dengan pembawaan yang tenang serta penuh wibawa. Pinggiran wajahnya dipenuhi cambang, namun tidak mengurangi wajah tampannya meski mulai tergerus usia. Badannya yang bidang kemudian bergerak memasuki paviliun Raja Vighę. Mulanya pandangan pria itu mengedar dan tak kunjung menemukan sosok yang dia cari. Akan tetapi saat memberanikan diri masuk lebih ke dalam, dia melihat sang Raja berdiri di tengah-tengah kolam, di atas jembatan melengkung.

Argent Burö menghentikan langkah di ambang pintu lalu menundukkan kepalanya sekilas sebelum mendekati Raja Vighę. Orang nomor satu di Vighę tersebut membalikkan badan ke arahnya lalu memberikan seulas senyum.

"Yang Mulia memanggil?"

"Banyak yang ingin kubicarakan denganmu," kata Raja Vighę. Pria tersebut berusia lebih tua beberapa tahun dari Argent Burö, Perdana Menterinya. Wajahnya selalu berseri-seri. Sayangnya ketika Putra Mahkota meninggal, rona Raja Vighę berkurang. Dia sering terlihat lelah karena kurang tidur.

"Katakanlah supaya saya bisa membantu Yang Mulia."

"Sebelum itu.." Raja Vighę menatap ke permukaan kolam di mana dia bisa memandang wajahnya sendiri. "Bagaimana kabar Silvana?"

Anak perempuannya yang malang, bisik Argent dalam hatinya yang getir. Saat bencana dan kesedihan mendalam menyelimuti Vighę, mereka ada di sana dan tidak bisa berbuat apa pun. Tubuh kaku Putra Mahkota dikirimkan kembali ke Vighę disambut tangisan di mana-mana. Argent tahu batin Raja terkuras saat menyimpulkan kejadian yang merenggut nyawa putranya adalah kecelakaan. Mereka tidak bisa memberikan pernyataan yang gegabah, karena nantinya bisa-bisa menyulut perang.

"Dia baik-baik saja, Yang Mulia," jawab Argent.

Raja Vighę tersenyum masam. Apa yang diucapkan Argent semata-mata adalah kebohongan putih. Namun tidak ada yang bisa menyalahkannya karena kemuraman masih meliputi keduanya.

"Aku akan.. turun tahta."

Argent terperanjat. Matanya melebar seketika saat menoleh pada Raja Vighę, mencari sedikit saja keraguan yang dia perlihatkan. Tapi nyatanya nihil. Pria itu tetap memandang ke permukaan kolam dengan tersenyum samar.

"Yang Mulia!"

"Tidak ada penerus, Argent. Aku bisa melihat perubahan sikap para menteri. Mereka tahu kekuasaanku tidak akan bertahan lama. Sebagai Raja, aku pun menginginkan rakyatku hidup tenang tanpa kekhawatiran apa pun.. Keberadaan pewaris juga merupakan pilar yang penting."

"Saya akan tetap menyertai Yang Mulia, apa pun keadaannya. Tolong tarik kembali kata-kata Yang Mulia."

"Apa kau takut, Argent?" Raja Vighę bertanya setelah menoleh padanya. "'Perdana Menteri Vighę, mengambil kesempatan setelah Putra Mahkota meninggal dengan menjadikan dirinya raja.' Para menteri—tidak diragukan lagi—akan mendukung keputusanku. Kau adalah pengganti yang ideal, mengingat jasa-jasa yang sejauh ini kau berikan pada Vighę."

"Yang Mulia.."

"Aku pun.. tidak keberatan." Raja Vighę mendongak, melihat birunya langit yang menaungi istananya. "Kau sebagai penguasa baru.. sedangkan Gadis Perak—putrimu, akan jadi pelindung terkuat yang menjaga negeri ini kelak."

***

Semakin banyak serangan-serangan yang dilontarkan tidak membuat amukan monster kegelapan itu mereda. Mereka bahkan harus terus-terusan menghindar supaya hantaman tentakel tidak mengenai tubuh. Dua panah Cyde berhasil memotong satu tentakelnya, sementara satu lagi tentakel dipotong oleh Var—itu pun dengan ayunan pedang berkali-kali hingga tenaganya hampir terkuras habis.

Silver Maiden [Terbit]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant