64. Alter Ego

5.9K 731 97
                                    

Daratan berguncang. Sulur-sulur raksasa bergerak mencuat dari permukaan. Mereka melilit tubuh Kia yang mengamuk liar. Gerakannya seketika terkunci. Namun rahang yang penuh taring itu tidak berhenti menggeram marah. Mata buasnya kali ini tertuju ke arah menara Ruby di mana perlahan cahaya yang menyilaukan tadi berpindah turun.

Saking silaunya cahaya yang berpendar, rupa gadis itu nyaris tidak terlihat. Gaun putih yang dia kenakan memanjang sampai terseret di atas tanah. Kaki telanjangnya tidak terlindung apa pun. Dia melangkah perlahan ke titik pusat kekacauan yang melanda Gihon.

Di saat semua orang yang menyaksikannya terpana akan kemunculan Silvana, Nabu mendengkus gusar. Sisi kompetitornya terbakar karena serangannya barusan dipatahkan dengan mudah. Tanpa aba-aba, Nabu melontarkan kembali kilatan serangan mematikan itu dengan menambah berkali-kali lipat bobotnya.

Silvana menyambar setangkai anak panah dengan cepat. Kurang dari sedetik kemudian, ledakan besar terjadi lagi. Tidak main-main. Daratan di sekeliling mereka hancur lebur. Permukaan yang rata digantikan dengan cekungan kawah berdiameter raksasa. Tubuh Kia hampir saja terlontar kalau saja sulur tadi tidak menahannya.

Silvana mengambil lagi anak panahnya. Tanpa ekspresi, manik safirnya mengarah jauh ke seseorang yang jadi lawannya-meski dia tidak begitu mengenali siapa sosok tersebut. Gadis itu telah tenggelam dalam kemarahannya. Dia tidak lagi mengenal kawan atau lawan.

"Dia akan membunuh Nabu!" ucap Dominic panik. "CAMBYSES!!"

Cambyses berdecap. Bayangannya melesat secepat mungkin ke Harbutari tempat Nabu berada. Sayang sekali sebelum dia mampu meraih latar tempat itu, Silvana telah terlanjur melepas ekor panah.

Kemudian bagaikan halilintar yang dihempaskan langit, ujung kilatan itu menyambar Nabu. Tubuh gempal laki-laki itu tersiram cahaya yang membutakan. Badannya mengeras bagaikan batu kemudian hancur menjadi serpihan-serpihan kecil. Cambyses mematung. Tepat di depan matanya, Nabu lenyap hanya dalam satu kedipan saja.

Tubuh Dominic merosot jatuh. Dalam keheningan, dirinya termangu. Wajah yang ditampakkan Clao tidak jauh berbeda. Hal yang sama juga dirasakan Cambyses meski kali ini kemarahannya lebih mendominasi.

Pendaran cahaya menyilaukan itu pelan-pelan meredup tanpa menghilangkan suar dari rambut keperakannya. Gadis itu bergeming di satu titik diselimuti serbuk sinar yang menari-nari di sekelilingnya. Rona sepucat pualam Silvana bernada hambar. Dengan masih menggenggam erat busur, dia memperhatikan jemarinya sendiri seakan tengah meneliti. Dia mendongak. Manik safir itu mendapati langit yang menaunginya masih sama sewaktu dia mencoba menghancurkan Vighę beberapa waktu lalu.

Raungan Kia mengalihkan perhatiannya dalam sekejap. Gadis itu menoleh melihat bagaimana serigala raksasa tersebut masih berusaha lepas dari jerat. Entah apa yang dipikirkannya. Tindakan yang boleh jadi gegabah pun dilakukannya saat mendekati makhluk yang tetap berbahaya meski dalam keadaan tak berdaya.

Cyde yang melihat dari kejauhan masih mendebat dalam hati. Dia mengenali aura Kia yang kini telah kembali ke tubuh aslinya yang mengerikan. Laki-laki itu menahan napas-tercengang. Hanya dengan gerakan kecil jemari tangan kanan Silvana, tangan depan Kia yang terluka langsung dipatahkan. Tautan sendi dan ototnya dicabut tanpa pikir panjang. Lolongan pilu Kia pun bertambah memekakkan telinga.

Dominic berkubang dalam kekalutannya sendiri. Argent dan Thadurin II pasti bisa merasakannya saat ini. Dominic bisa membayangkan keduanya yang tengah bergerak secepat mungkin mencapai Gihon.

Silvana sangat menyayangi Kia. Keduanya saling melindungi dan menjaga, kapan pun, dan tidak peduli di situasi apa pun. Akan tetapi kini, melihat gadis itu menghancurkan satu tangan Kia dengan mudahnya, dugaan paling menakutkan mereka benar-benar terbukti.

Silver Maiden [Terbit]Where stories live. Discover now