39. Wounds Heal

6.1K 784 45
                                    

Birthday gift 😘

*

Angin fajar bertiup. Punggung Var miring, bersandar pada kursi di ujung ranjang tempat Rife berbaring. Kelopak matanya berkedip lelah. Dia menoleh, mendapati keadaan Rife tidak berubah. Kondisi laki-laki itu benar-benar tidak mengalami perubahan. Helaan napasnya melambat. Tidak terhitung berapa kali Var merutuki dirinya sendiri karena tidak bisa berbuat apa pun, sementara Rife telah memberikan banyak hal bagi Var.

Var tidak memiliki air mata. Semuanya telah habis tidak tersisa, sama ketika Var juga kehilangan Quon. Kali ini pun laki-laki itu tidak menangis-tepatnya tidak bisa. Kematian telah mengambil banyak hal darinya.

Kepala Var berdenyut menyakitkan. Dia memejamkan mata rapat-rapat, lalu membukanya kembali. Tirai jendela kamar tersebut meliuk lembut. Perhatiannya mendadak beralih saat terdengar bunyi pintu berderit. Var menoleh.

Apakah pintu itu memang tidak tertutup sedari awal?

Dirambati perasaan aneh, Var beranjak. Beberapa detik bayangannya menimpa daun pintu itu sebelum menarik membukanya. Tubuhnya seketika membeku melihat seseorang yang berbaring menyamping. Leher dan kepalanya tenggelam dalam genangan darahnya.

"Qu-.." Bagaikan dejavu, Var dipaksa lagi melihat pemandangan yang mati-matian ingin dia lupakan. Nyaris saja dia menyerukan nama Quon. Tubuhnya condong pada gadis itu, dan sepersekian detik tangannya mengambang.

Var mengetatkan rahang, tidak membiarkan kekalutan menguasainya. Buru-buru karena diserang kepanikan tiba-tiba, laki-laki itu mengangkat tubuh Silvana. Teriakannya nyaring, memerintahkan prajurit terdekat untuk segera memanggil tabib.

Kemudian di saat yang sama, Kia menyelinap masuk ke kamar tadi. Dari balik jubahnya dia mengeluarkan sebuah botol kecil berisi cairan merah yang kental-darah. Kia membuka mulut Rife, selanjutnya menuangkan darah Silvana ke dalam. Dia tidak beranjak sebelum memastikan Rife menelan darah yang dia bawa sampai tetes terakhir.

***

Suasana yang tadinya berubah tenang kini kembali menegang. Cyde dan Fiona seakan dibangunkan tiba-tiba karena keributan yang terjadi. Cyde pun terkejut bukan main saat mendapati Silvana tidak lagi berada di ranjang. Cyde dan Fiona sempat bertukar pandang sebelum bersama-sama keluar ruangan-mencari Silvana sekaligus untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

Mereka mengikuti beberapa orang yang berlarian, beberapa wanita pelayan yang berwajah resah. Kekhawatiran Cyde makin bertambah sesampainya dia di satu ruang, di mana beberapa prajurit berkerumun di ambang pintu. Kasar, laki-laki itu meringsek masuk tanpa bisa dicegah. Var menoleh padanya dengan mata melebar. Tiba-tiba Cyde mencengkeram kerah Var.

"Apa maksudnya ini?" tanya Cyde yang sudah terlanjur emosi melihat tabib dan seorang pelayan selesai membebat leher Silvana dengan amat hati-hati. Raut gadis itu sepucat kertas. "Dia baik-baik saja saat tertidur tadi!"

Var juga memiliki pertanyaan yang sama. Dia pun tidak punya jawaban pada pertanyaan Cyde. Alhasil laki-laki itu hanya bisa mematung diam. Kemarahan Cyde kian menjadi melihat ekspresi keruh Var. Tabib dan pelayan yang melihat pun sampai menahan napas melihat Kepala Asrama Zaffir itu semakin mengetatkan cengkeramannya.

"Seseorang melukainya?" tanya Cyde lagi. "Kau memberi tahu semua orang soal siapa sebenarnya dia?!"

"Tuan Cyde.." Fiona berusaha memisahkan keduanya. "Saya mohon tenanglah dulu."

Cyde menampik Fiona hingga gadis itu terdorong mundur. Satu tangannya melepas cengkeraman pada kerah Var, tapi di saat yang sama tangan itu juga dia gunakan untuk memukul Var. Fiona refleks menjerit melihat Var sampai terjatuh ke belakang karena Cyde memukulnya sangat keras-tepat di rahang.

Silver Maiden [Terbit]Where stories live. Discover now