75. Heartbeat

6.4K 678 72
                                    

Semuanya serba putih. Setelah Var melemparkan sesuatu padanya, Quon tersedot masuk ke dalam ruang yang asing ini. Tidak ada perabot, tidak ada bekas jejak, apalagi tanda-tanda keberadaan orang di sana. Nihil. Quon tiba-tiba merasakan letih di sekujur tubuhnya. Efek dari pertarungan tadi. Ada untungnya juga dia beralih ke tempat tersebut. Otaknya yang mengabut, serta fisiknya secara tidak langsung beristirahat.

Rasanya baru saja dia menutup mata sejenak, Quon menyadari kehadiran seseorang. Nyaris tanpa suara, orang itu melangkah mendekat dari arah belakang. Begitu Quon menoleh, seseorang itu menyunggingkan senyumnya.

Senyum yang samar, namun penuh makna.

Quon boleh jadi menyangkal keberadaan orang ini, bahkan tidak sungkan menyingkirkannya apabila dia merasa terhalang. Tapi berapa kali pun dia melakukannya, Quon tahu sosok tersebut tidak akan pernah menghilang sepenuhnya. Tidak akan—tidak di saat keberadaan Quon nyata berada di sini. Tapi sekali lagi, Quon tidak terima jika hanya disebut sebagai alter ego. Gadis itu juga pemilik tubuhnya—tubuh mereka.

"Aku selalu takut padamu ...," ucap gadis itu pelan sembari menatap Quon dalam. "Sama sekali tidak terpikirkan untuk bertemu secara langsung seperti ini. Tapi sekarang begitu kita berhadapan.. Aku merasa senang."

Quon benar-benar merasa dirinya tengah berada di depan sebuah cermin. Namun pantulan dirinya itu—Silvana, tampak tersenyum seperti tanpa beban. Quon jelas tidak bisa melakukan hal yang sama. Tersenyum dan tampak bodoh seperti itu. Bagaimana mungkin dia bersikap seolah telah melupakan perbuatan orang-orang yang menerima kutukannya?

"Kau seharusnya sudah menghilang," kata Quon yang menganggap kemunculan gadis itu sebagai ancaman.

"Aku adalah diriku—ingatan yang direkam dengan amat baik oleh Cambyses. Dia membantuku."

Sejak kapan kedua orang itu saling bekerja sama? Quon yang tidak habis pikir kemudian mengerutkan kening. Dia ingat bagaimana Cambyses pernah mengusili Silvana, tapi tidak ada ingatan bila keduanya bersekutu.

Seakan tahu apa yang tengah dipikirkan Quon, Silvana tersenyum lagi. Kali ini gadis itu bahkan mulai melangkah mendekatinya dengan kepala yang sengaja dimiringkan.

"Sama denganmu yang bertambah kuat, aku pun demikian," katanya.

Lantas apa? Silvana berniat merampas kembali tubuhnya dengan mencoba menyingkirkan Quon? Kehancuran Oltra yang selangkah lagi terwujud akan gagal, karena Silvana jelas-jelas akan selalu luluh pada Varoscar. Laki-laki pengganggu itu.. Seharusnya Quon bisa mengendalikan diri dengan membunuhnya saja.

"Alangkah senangnya.. jika kita terlahir dengan tubuh berbeda," ujar Silvana. "Seperti sepasang anak kembar. Tapi kita benar-benar terlihat seperti itu kan? Ketika aku sedih, kau merasakannya. Aku juga bisa membayangkan amarahmu. Ceritanya akan lain kalau kita tidak memiliki kekuatan sebesar ini.."

"Cukup basa-basinya!" bentak Quon. "Katakan apa yang ingin kau katakan, jadi aku bisa keluar dari sini secepatnya!"

Silvana terdiam. Bibirnya terkatup rapat untuk waktu yang lama. Jeda panjang yang diciptakan gadis itu membuat Quon resah. Resah memikirkan apa yang hendak dilakukannya. Juga resah menerka bagaimana caranya demi keluar dari sana. Quon sempat mencobanya tadi, dan hasilnya gagal. Kekuatannya sama sekali tidak bisa digunakan.

"Maafkan mereka.."

Quon mendelik pada Silvana. Kalau dia tidak salah dengar, Silvana pasti sudah gila.

"Mari maafkan mereka. Sudah saatnya kita berhenti.. Apa kau tidak merasakannya? Kau menyakiti dirimu sendiri—menyakiti kita."

"Omong kosong! Kau sudah hilang! Hanya aku yang tersisa! Aku yang memulainya, aku juga yang akan mengakhirinya! Tahu apa kau soal rasa sakitku? Kau cuma gadis yang ketakutan dengan meringkuk di pojokan. Jika aku tidak menghapus ingatanmu, kau tidak akan hidup sampai sejauh ini!"

Silver Maiden [Terbit]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant