66. Wick

5.9K 668 56
                                    

Kesadaran Var masih mengawang saat tangannya terulur ke samping. Telapak tangannya membuka secara penuh, meraba sebelahnya dan dia langsung menyadari satu hal: kasur di sebelahnya kosong. Tidak ada kehangatan yang tersisa di sana.

Var menegakkan punggung. Tergesa-gesa, dia menyibak selimut lalu mengambil jubah tidur. Debaran jantungnya menaikkan tempo ketika laki-laki itu mengenakan jubahnya, di saat yang sama saat mengedarkan pandangan ke sekeliling dan menuruni tangga. Begitu sampai di lantai bawah, Var langsung disapa oleh salah seorang pelayan rumah itu.

"Selamat pagi, Tuan Muda. Tuan Bosa berharap bisa sarapan bersama di taman samping.."

"Di mana perempuan yang kubawa bersamaku?" tanya Var cepat. Mungkin Silvana tidak berniat menghilang. Mungkin gadis itu sedang mengitari rumah ini demi mencari tahu di mana sebenarnya mereka sekarang. Silvana senang berkeliling, jadi..

"Saya tidak melihatnya," jawab si Pelayan yang mengerjap bingung. "Saya pikir nona masih di kamar itu.."

Var bergeming. Meski tatapannya masih tersambung dengan pelayan itu, namun pikirannya seolah berada di tempat lain. Dia juga bisa merasakan jantungnya makin ditabuh hingga seakan-akan bunyinya dapat terdengar keluar.

"Ada apa?" Bosa—mantan pengawal Ratraukh sekaligus pemilik rumah itu—kebetulan lewat dan menghampiri keduanya.

Si Pelayan menunduk sekilas. "Tuan Muda mencari nona yang bersamanya."

"Dia pergi? Ke mana?"

"Dia tidak ada di mana pun di rumah ini," gumam Var yang masih tetap bergeming. Laki-laki itu bisa merasakannya—apalagi pancaran aura Silvana yang begitu khas sangat dikenali Var.

Silvana benar-benar menghilang. Apakah dia sengaja pergi, ataukah ada seseorang yang membawanya? Var yakin tidak ada satupun dari orang rumah tersebut yang memiliki motif menyembunyikan gadis itu. Kemungkinan terbesar, Silvana menyelinap diam-diam tanpa siapa pun tahu, terutama dari Var.

Apa yang dia pikirkan? Ke mana dia kira-kira? Masih di Ranoor, ataukah.. Vighę?

Var mengepalkan tangan kuat-kuat.

Mengingat malam yang telah mereka lalui sebelum ini, gadis itu kembali berusaha meninggalkannya?

Tidak memedulikan Bosa serta para pelayan yang tengah berceloteh ribut mencari Silvana, Var melangkah cepat ke kamarnya. Dia mengambil semua pakaian serta senjatanya. Tidak lama kemudian langkahnya yang mengarah keluar, disambut raut cemas dari Bosa.

"Saya menyesal tidak bisa membantu, Tuanku..," ucap Bosa yang kepayahan menyamakan langkah kakinya dengan Var saat menuju istal.

Detik itu juga Var berhenti lantas menatap Bosa penuh arti. Dalam ingatannya dulu, Bosa adalah pria pengawal yang tangkas dan setia. Dia selalu tampak serius dalam tiap persoalan yang dialami Ratraukh. Meski begitu, sejauh Var mengenangnya, Bosa selalu mencurahkan kasih sayang bahkan melebihi ayahnya sendiri. Sayangnya, pria yang sekarang telah renta itu tidak memiliki anak.

"Berhenti merendah, Bosa," kata Var. "Kau memberi jauh melampaui dari yang pernah kami minta padamu."

Var menarik tali kekang Nii, mengeluarkan kuda gagah itu dari istal. Hanya dalam satu hentakan, laki-laki itu telah berada di atas punggung kuda.

"Jauhilah pertempuran, Bosa. Kau berhak mendapatkan hidup tenangmu," kata Var untuk yang terakhir kalinya sebelum melesat pergi meninggalkan Ranoor.

***

Pagi-pagi benar, Abed yang merasakan suatu pertanda buru-buru bersiap datang ke istana. Prajurit penjaga menundukkan kepala sekilas padanya sebelum membukakan pintu. Tirai yang melapisi jendela raksasa istana belum disibakkan. Minyak lentera telah habis sehingga tidak ada penerangan di lorong yang dingin dan agak lembab itu.

Silver Maiden [Terbit]Where stories live. Discover now