69. The Unforgiven

5.6K 703 125
                                    

Tubuh gadis itu dibangkitkan dengan berlian hitam. Berlian hitam yang lahir karena kebencian. Karenanya, seseorang yang dibangunkan lagi merupakan jiwa yang penuh aura yang kelam. Sudah cukup lama dia berdiam, menanti saat yang tepat demi membalas semuanya.

Ghaloth menatap penuh minat padanya yang baru saja menegakkan tubuh. Manik mata safirnya kini terhalang kabut yang buram. Pergerakan sinar di sorotnya juga menciptakan dinding supaya orang lain sulit memaknai apa yang dia pikirkan. Setelah beberapa saat beradaptasi dengan sekitar lalu mengecek semua indera di tubuh, fokusnya beralih pada Ghaloth.

"Apa kau tahu siapa aku?" tanya Ghaloth yang memandangnya penuh selidik serta berkilat antusias.

"Sebegitu sulitnyakah ... menemuiku dengan tubuh aslimu.. guru?" Dia membalas dengan menekankan nada pada panggilan Silvana untuk Ghaloth. Silvana yang amat naif tidak bisa melihatnya. Tapi dia berbeda. Tidak ada teman ataupun sekutu untuknya. Yang ada hanyalah sejauh mana dia bisa memanfaatkan orang lain supaya tujuannya tercapai.

Ghaloth menyeringai. Berlian hitam tidak akan membangkitkan jiwa Silvana yang lembut. Jelas, gadis yang ada di hadapannya kini bukan Silvana. Sorotnya yang kuat dan penuh kecurigaan, membuat Ghaloth senang sekaligus menyadari dirinya harus ekstra hati-hati.

"Kau akan terkejut," ucap Ghaloth melalui mulutnya yang berbisa. "Dengan apa aku harus memanggilmu? Terang saja. Aku tahu kau bukan Putri Burö."

Tanpa melepaskan pandangannya dari Ghaloth, gadis itu menurunkan kaki telanjangnya hingga menapak ke lantai marmer yang dingin. Seorang gadis memang akan didandani menjadi amat cantik di upacara pemakaman. Namun kecantikannya sekarang begitu dingin dan menyeramkan. Dia bisa melakukan apa pun dengan tubuh itu-termasuk menghancurkan semua hal saat ini juga.

"Apa orang-orang menginginkannya kembali? Buat apa ritual kematian yang megah itu, jika dia masih berada di sini sekarang?"

"Di mana dia?" tanya Ghaloth pura-pura penasaran.

"Menghilang," jawab gadis itu yang lantas tersenyum kelam. "Sekarang tubuh ini milikku-hanya milikku. Aku-Quon Burö telah kembali.. untuk menepati janjiku membuat kehancuran tempat ini menjadi kenyataan."

Quon menggenggam tangannya rapat, memunculkan pendaran sinar dari tubuh dan rambutnya. Tapi seketika, arus listrik menerjangnya di saat yang sama. Quon tersentak. Kedua rahangnya saling menekan demi menahan nyeri. Segelnya masih ada meskipun tubuhnya telah melalui kematian. Sekarang setelah Silvana menghilang, tidak ada yang menanggung rasa sakitnya. Efeknya berimbas langsung pada Quon.

"Anak tidak tahu diuntung!" geram Quon mengingat Sira. Siapa yang bisa mengira kalau kematian gadis menyedihkan itu akan menjadi batu sandungan untuknya?

Ghaloth tertawa kecil dan langsung menerima delikan tajam Quon.

"Beruntung sekali aku ada di sini," katanya. "Aku bisa membantumu menghancurkan segel itu dengan mudah."

Quon terdiam lama. Karena hatinya dipenuhi dendam dan prasangka, tentu saja dia tidak bisa langsung percaya. Orang yang menawarkan bantuan biasanya akan mengharap imbalan. Terlebih lagi motif Ghaloth masih belum diketahui. Melihatnya untuk yang pertama kali saja, Quon bisa membayangkan Ghaloth membunuh pemilik asli dari tubuh yang dia tempati sebelum merasuk ke dalamnya.

"Apa kau sedang membuat kesepakatan denganku?"

"Percayalah, kita punya pikiran yang sama." Ghaloth menyeringai. "Kau akan bisa berbuat apa pun dengan kekuatanmu, sementara aku bisa mendapatkan keuntungan dari tujuan yang akan kau capai."

"Bagaimana aku bisa memercayaimu?"

Tanpa melepaskan kontak mata keduanya, tangan Ghaloth menyelip ke balik jubah, mengambil sesuatu dari dalam. Quon mengerutkan kening begitu melihat apa yang dia keluarkan. Serpihan berlian yang sebelumnya dirampas dari Kia.

Silver Maiden [Terbit]Where stories live. Discover now